Anaya tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam waktu satu kali duapuluh empat jam. Dia yang hanya seorang anak yatim dan menjadi tulang punggung keluarganya, tiba-tiba di saat dirinya tengah tertidur lelap dikejutkan oleh panggilan telepon dari seorang yang tidak dikenal dan mengajaknya menikah.
Terkejut, bingung dan tidak percaya itu sudah jelas, bahkan ia menganggapnya sebagai lelucon. Namun setelah diberikan pengertian akhirnya dia pun menerima.
Dan Anaya seperti bermimpi setelah tahu siapa pria yang menikahinya. Apalagi mahar yang diberikan padanya cukup fantastis baginya. Dia menganggap dirinya bagai ketiban durian runtuh.
Bagaimana kehidupan Anaya dan suaminya setelah menikah? Apakah akan ada cinta di antara mereka, mengingat keduanya menikah secara mendadak.
Kepo.. ? Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
°
°
°
Akmal tiba di rumah menjelang tengah malam. Ia masuk kamar, hanya lampu tidur yang menyala. Anaya terbaring dengan selimut menutupi tubuhnya.
Akmal menarik napas dalam-dalam, lalu menyibakkan selimut dan mengusap kepala istrinya dengan lembut. Ia kemudian beranjak ke kamar mandi.
Akmal membersihkan tubuhnya, di bawah guyuran air hangat shower. Terasa rileks setelah seharian bekerja memeras otak dan tenaga. Tak ingin berlama-lama karena sudah larut ia menyudahi mandinya, lalu berpakaian. Dia bergegas menyusul istrinya ke tempat tidur.
°
Anaya bangun tidur seperti biasa, melakukan rutinitas pagi, lalu menuju dapur untuk memasak sarapan.
"Hari baru, semangat baru, lupakan yang telah lewat," katanya pada diri sendiri, lalu mengambil celemek dan memakainya.
Dengan semangat, Anaya memulai memasak, sambil menyanyikan lagu favoritnya, sehingga tak menyadari Akmal telah duduk di kursi meja makan dan tersenyum memperhatikannya.
"Eh, copot copot copot...! Sejak kapan Mas Akmal di sini?" Anaya terkejut melihat suaminya sambil memegangi dadanya.
"Dari tadi," jawab Akmal. "Nay, maaf. Semalam aku—"
Anaya memotong pembicaraan. "Tidak apa-apa, Mas. Aku mengerti, kok. Mas Akmal pasti sibuk."
Akmal menambahkan, "Oh, ya. Mulai hari ini ada orang yang akan membersihkan rumah, jadi kamu tidak perlu repot lagi."
"Terserah Mas Akmal saja bagaimana baiknya." Anaya menata hidangan di meja makan: sayur sop, goreng ayam dan tempe, sambal kecap, serta kerupuk.
"Mas Akmal mandi dulu, sana! Aku mau menyiram bunga," ucap Anaya, ia lalu berjalan ke depan.
Akmal menatapnya dengan rasa bersalah. "Aku tahu kamu kecewa, Nay. Sorot matamu tidak bisa berbohong." Ia menggelengkan kepala, lalu naik ke atas menuju kamarnya.
Sementara Anaya kini menyibukkan diri menyiram bunga. Padahal itu hanya alibinya agar tidak berlama-lama berduaan dengan Akmal. Hatinya masih terasa sesak dan perih, melihat suaminya itu bercanda dan tertawa lepas bersama wanita lain.
"Sabar, Nay. Kamu harus kuat dan tahan banting," Anaya memotivasi diri sendiri. "Jangan lemah, atau wanita lain akan memanfaatkan celah itu."
Dengan tekad, Anaya mengepalkan tinjunya ke atas. Tak disangka, Akmal menyaksikan tingkahnya dari balkon kamar dengan tersenyum geli.
Akmal buru-baru masuk ke kamar ketika Anaya menyudahi aktivitasnya menyiram bunga. Dia tidak ingin ketahuan memperhatikan istri kecilnya itu.
Anaya masuk ke rumah, menuju kamarnya. Saat mendengar suara air mengalir di kamar mandi, dia mengerutkan kening.
"Bukannya Mas Akmal sudah masuk kamar dari tadi? Kenapa masih mandi?" Anaya bergumam, penasaran sambil mengetuk dagunya, lalu mulai menyiapkan baju dan barang-barang lainnya untuk suaminya berangkat kerja.
°
Saat sedang sarapan bersama, Akmal membuka percakapan, "Nay, mereka sekarang ditahan di kantor polisi. Apakah kamu ingin menemuinya?"
Anaya berhenti makan dan menatap Akmal dengan pertanyaan. "Menurut Mas Akmal, aku harus bagaimana?"
Akmal penasaran. "Apakah kamu ingin memaafkan mereka?"
Anaya berpikir sejenak. "Jika aku berada di posisi mereka, mungkin aku akan melakukan hal yang sama. Jadi menurutku memaafkan lebih baik, lagipula aku tidak ingin punya musuh."
"Kalau kamu sudah yakin, nanti kita mendatangi mereka," ucap Akmal, lalu melanjutkan sarapannya kembali.
°
Di sel tahanan
Tiara, Wina, dan Ria duduk termenung, bersandar pada tembok. Sementara Risna dan Nola duduk di depan jeruji besi dengan pandangan kosong.
"Maaf," kata Risna pelan.
Tiara menggelengkan kepala. "Bukan salahmu. Kita yang terlalu emosi dan tidak menggunakan akal sehat."
Risna menunduk, penyesalan terukir di wajahnya. "Tapi kalian terkena masalah gara-gara aku. Bahkan Nola yang tidak tahu apa-apa ikut terseret juga."
Wina menenangkan. "Sudahlah, Ris. Ini pelajaran buat kita agar lebih berhati-hati ke depannya."
"Yang aku khawatirkan sekarang adalah mantan calon suami Risna memviralkan video itu di media sosial," kata Ria cemas.
Risna menggelengkan kepala. "Tidak mungkin, Mas Akmal bukan pria seperti itu."
Petugas sel tiba-tiba muncul dan berkata tegas, "Kalian bebas hari ini. Pelapor telah mencabut laporannya."
Kelima penghuni sel itu saling melempar pandangan, tak percaya dengan kebebasan yang diterima. Mereka langsung berpelukan erat, lega bercampur rasa syukur.
Setelah keluar dari sel, mereka melihat Akmal dan Anaya menunggu. Tiara langsung berlari, bersimpuh, dan memohon maaf. Yang lain mengikuti, termasuk Risna.
"Maaf, tolong maafkan kami! Kami berjanji tidak akan mengulanginya lagi!" seru mereka bersamaan.
Anaya terkejut, beringsut mundur. "Apa-apaan kalian? Tidak perlu berlutut seperti itu. Cepat berdiri sebelum aku berubah pikiran!"
Kelima gadis itu berdiri, menundukkan kepala malu-malu. Akmal memalingkan wajahnya, ketika matanya berserobok dengan Risna. Ia tidak ingin melihat kesedihan di mata wanita itu.
"Sekarang, tanda tangani ini dan berjanjilah tidak akan mengulanginya lagi," kata Akmal serius, sembari menyerahkan kertas pada mereka.
Dengan tangan gemetar, satu persatu menandatangani surat perjanjian. Anaya memperhatikan Risna, dari tempatnya berdiri. "MasyaAllah, cantik sekali mantan calon istri Mas Akmal."
Lalu, dia menatap dirinya sendiri, "Apakah aku bisa meraih cinta Mas Akmal, jika mantannya saja seperti ini?"
Anaya menatap Akmal dengan pandangan penuh pertanyaan. Keraguan menghantui hatinya, sampai akhirnya mereka berdua meninggalkan tempat tersebut.
Risna dan teman-temannya keluar dari kantor polisi dengan perasaan lega dan haru.
"Alhamdulillah, akhirnya kita bebas," kata Wina, ia terlihat lega.
"Istri Akmal ternyata sangat baik, mau mencabut laporannya," tambah Ria. "Kalau tidak, kita mungkin masih di dalam sel entah sampai kapan."
Tiara menunduk, ia merasa malu. "Aku jadi malu padanya. Dia tidak bersalah, tapi kita yang berbuat gegabah."
Risna berjalan dengan diam, tidak berniat menimpali percakapan teman-temannya. Hatinya tenggelam dalam penyesalan yang mendalam. Sisa cinta untuk Akmal masih terasa, menghuni sudut hatinya. Ekspresi wajahnya mengungkapkan kesedihan yang tak terucapkan.
°
Di dalam mobil, Anaya terdiam, pikirannya berkecamuk. Jemarinya gemetar gugup.
"Mbak Risna sangat cantik, ya, Mas?" tanyanya pelan. "Pasti Mas Akmal sangat mencintainya."
Akmal tidak bereaksi, fokus pada kemudi. Sesaat kemudian mobil berhenti di depan kantor ZE.A Beauty. Anaya meraih tangan Akmal dan menciumnya takzim, lalu turun dari mobil dengan hati berat.
Akmal tiba di kantornya, wajahnya tak bereskpresi. Kata-kata Anaya terus mengganggu pikirannya.
"Cintaku padanya memang tidak bisa hilang begitu saja," gumamnya pelan, mengingat kenangan bersama Risna.
Sejak menggantikan Arbi, Akmal memang secara perlahan mulai berubah tidak lagi selengekan dan tengil seperti dulu. Apalagi setelah mengenal Risna. Akmal merasakan perubahan besar dalam dirinya. Gadis itu telah membawa kebaikan dan kedewasaan dalam hidupnya.
Menjelang siang, Akmal masih tidak fokus bekerja. Dia beberapa kali mengusap wajahnya, pikirannya terganggu.
Tiba-tiba, seorang gadis cantik masuk ke ruangannya. "Hai, Kak! Aku bawakan makan siang untukmu!"
Akmal terkejut. "Khanza, kenapa ke sini tidak memberitahu dulu?"
Khanza tersenyum manis. "Aku sengaja datang ingin memberi kejutan pada Kakak."
Akmal berjalan ke sofa, sementara Khanza menata makanan di atas meja. Lalu melayani Akmal dengan telaten.
"Kamu tidak perlu repot-repot begini, Za. Aku bisa makan di luar, atau di kantin bersama yang lain," kata Akmal.
Khanza tersenyum. "Mulai sekarang, aku akan sering mengantar makan siang untuk Kakak."
Khanza menyuapkan makanan ke arah Akmal, dan dengan senang hati Akmal menerimanya. Saat itu, Anaya datang dan menyaksikan kemesraan mereka. Hatinya terasa hancur dan sakit.
Dia segera membalik badan dan memberikan kotak makanannya pada Alfa yang kebetulan baru saja keluar dari ruangannya.
"Ini buat masnya saja." Anaya langsung pergi begitu saja, sementara Alfa terbengong-bengong dengan kotak bekal di tangannya.
"Gadis yang manis." Alfa tersenyum seraya memegangi dada kirinya yang bergetar.
Sementara itu Khanza tersenyum licik tanpa sepengetahuan Akmal yang masih menikmati makanannya.
°
°
°
°
°
Astaga, Akmal yang mau bermanja-manja/Facepalm/