Di bawah lampu kerlap-kerlip euforia club, Rane, si Single Mom terpaksa menjalankan profesi sebagai penari striptis dengan hati terluka, demi membiayai sang anak yang mengidap sakit jantung.
Di antara perjuangannya, kekasih yang dulu meninggalkan dirinya saat hamil, memohon untuk kembali.
Jika saat ini, Billy begitu ngotot ingin merajut asmara, lantas mengapa dulu pria itu meninggalkannya dengan goresan berjuta luka di hatinya?
Akankah Rane menerima kembali Billy yang sudah berkeluarga, atau memilih cinta baru dari pria Mafia yang merupakan ipar Billy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon malkist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Kerumunan padat manusia-manusia yang menghilangkan penat dengan cara bergoyang di lantai dansa club Skybar, bukan sebuah halangan berarti bagi Billy untuk menggapai Rane di atas panggung.
Banyak orang yang ditabraknya. Tak peduli akan adanya kata -kata kasar menyertai Billy tanpa di gubrisnya.
"Fu*k! "
"Dasar, Asshole!"
"You bastrard, Bung!"
Rane yang cuma fokus memprovokasi tamu dengan tariannya demi pundi-pundi yang sangat berarti bagi kelangsungan hidup anaknya, tak sadar jika Billy sudah melompat ke atas.
"Ahhh..." Rane tersentak kaget dalam keadaan nafas ngos-ngosan, di tarik Billy menerobos ke belakang panggung.
Melihat itu, Ramos dan satu rekannya bergerak cepat namun harus berputar karena tak ingin memperkeruh suasana panggung yang kembali kondusif diambil alih dua penari rekan Rane.
"Billy!" Rane menyentak tangannya di lorong yang redup cahaya itu. "Aku muak padamu!"
Billy sedih mendengar itu. Namun aksinya yang tak terkendali, membungkam bibir Rane secara kasar menggunakan bibir nya pun. Ia marah karena banyak yang mengagumi miliknya, banyak yang meraba-raba tubuh yang nyaris telanj@ng itu dari bawah panggung tepat di depan matanya.
Rasanya, Billy ingin mengarungi Rane lalu ia kurung hanya untuk dirinya sendiri.
Rane yang berusaha memberontak di dalam pagutan itu, tiba tiba terpaku saat ia merasakan ada cecap asin.
Billy menangis.
Meski tanpa satu kata pun, Rane bisa merasakan kesedihan Billy. Dari tatapan mata Billy yang sama seperti dulu, Rane tau kalau cinta pria ini masih banyak untuk nya. Namun apa boleh buat, ia dan Billy sudah memiliki jalan yang berbeda.
Tak tega memberi kesedihan mendalam lagi, untuk saat ini, ia membiarkan Billy menguasai bibirnya tanpa memberontak lagi.
Billy akhirnya melembutkan pagutan nya penuh penghayatan. Meski Rane masih ragu membalasnya, tapi itu cukup menghibur hati nya.
"Hei, Bung. Kau mengganggu Girlbar kami!"
Sekonyong-konyongnya, kerah baju Billy di tarik mundur oleh Ramos sehingga Rane langung terlepas dari belenggu mantannya.
"Damn it! Bugger off!" Billy meradang telah di ganggu. Ia melawan dengan cara mendorong kuat Ramos.
Seketika, teman Ramos memberi satu bogeman mentah di pipi itu.
Rane menjerit. Segera bertindak menahan perkelahian itu. "Stop, Ramos. Jangan kroyok dia. Ku mohon!"
Dibela demikian, Billy justru tersenyum seraya menyeka sudut bibir nya yang sedikit mengeluarkan darah. Setidaknya, ia tahu kalau Rane masih peduli padanya yang tak membiarkan dirinya dilukai.
"Dia milik ku!" Billy melempar black card-nya ke Ramos.
Rane mendengus melihat itu. Ia tak ingin bersangkutan dengan Billy lagi, meski menyangkut pekerjaan.
Ia pergi tanpa peduli lagi pada Billy yang ditahan seketika oleh Ramos saat ingin mengejar nya.
"Lepaskan, Brengsek!"
"Maaf, Tuan. Kau tak bisa menyewa nya karena ada orang yang lebih dulu dari mu."
Darah Billy mendidih marah mendengar itu.
Suara daging bertubrukan sengit. Namun kali ini, Rane menahan diri untuk tidak menoleh ke belakang. Ia cemas pada hati nya yang tak tega melihat Billy di pukul. Takut nya, pria itu memiliki harapan lagi pada nya jika berbalik menghentikan melindungi.
"Astaga, aku kira kau sudah ... ah ah oh yes di dalam kamar bersama pria yang menculik mu di atas panggung tadi."
Tak peduli dengan bacotan vul9ar Ivana, Rane terus berjalan seraya melepas topeng nya, masuk ke ruangan loker dan segera memasang jubah untuk menutupi tubuh nya yang hanya menggunakan br@ dan segetiga di bawah nya.
"Apa kau sudah tidak laku? Kenapa kau masih di sini?"
"Hahaha... Aku bahkan sudah melayani tiga pria hidung belang. Mereka sudah teler mabuk."
Rane melirik datar uang banyak yang dipamerkan Ivana.
Ceklek...
"Oh, Barry. Kau selalu tak pernah ketuk pintu. Bagaimana kalau kami sedang telanj@ng, eum?"
Teman gila. Sengaja sekali menggoda panas pria yang merupakan bodyguard kekar itu, dengan meraba eksotis paha sendiri.
Rane bisa melihat Barry meneguk ludah.
"Rose, kau disuruh menghadap ke ruangan Madam."
Damn it!
Apakah ini perkara yang diperbuat Billy?
"Sekarang!"
Tanpa memakai topengnya lagi, Rane segera beranjak karena curiga sekarang Billy ada di sana membuat ulah dan membawa bawa namanya. Itu jelas sangat tidak bagus bagi pekerjaannya.
Di depan pintu ruangan Madam, ada empat bodygard yang menjaga. Dua dari mereka, Rane sering lihat, namun dua lainnya terlihat asing. Mungkinkah pekerja baru Madam, pikir Rane.
"Madam, katanya memanggil ku kemari," papar Rane karena tak di beri akses mengetok pintu oleh mereka.
Dan barulah ia dibekukan pintu.
Rane tertegun di dekat pintu yang sudah tertutup kembali. Ternyata Billy yang berulah tadi, tidak ada di situ. Hanya ada Madam dan Marc yang saat ini menatap terus kepadanya.
Tak bisa membohongi kepalanya, Rane jadi kepikiran pada pria itu.
"Halo, Rose."
Wow, jadi wajah asli bertopeng ini adalah penari striptis yang diinginkannya? Sangat cantik.
"Kemari lah, Sayang." Madam sangat lembut, berharap Rane kali ini mau jadi kucing manis.
Tak di respon, Madam akhirnya bangkit dari sofa panjang itu.
"Duduk sini!' Paksanya di dekat Marc dengan menekan bahu Rane.
"Apa kau terluka?"
Rane tidak paham dengan pertanyaan pria sedikit gondrong macho yang dikuncir ini.
"Aku bisa menyuruh orang ku menghajar pria kurang ajar yang mengganggumu tadi di panggung." Sayangnya, Marc tidak bisa melihat jelas wajah Billy yang bergerak cepat menarik Rane ke belakang panggung.
"Oh, tidak, tidak. Aku baik baik saja. Lagian, dia hanya pria mabuk."
Cara Rane berbicara pun, sangat di sukai Marc.
"Oke, aku harus mengawasi gadis-gadis ku di luar."
"Madam, aku akan ikut__"
"Ssst, tolong jaga tamu ku dulu."
Rane kembali terdorong ke sofa. Aroma tubuh nya menerpa hidung Marc membuat pria itu berdesis lirih.
Insting Rane memberi sinyal, tidak baik dirinya berlama lama berduaan dengan pria yang tadi di sindirnya.
"Maaf, Tuan. Aku perlu ke toilet."
Rane buru-buru bangkit. Namun, Marc sengaja memanjangkan kakinya untuk menyandung langkah Rane.
kasihan rane nanti