DASAR MANDUL!
6 tahun sudah, Hanabi Lyxia harus mendengarkan kalimat tak menyenangkan itu dikarenakan ia belum bisa memberikan keturunan.
Kalimat sumbang sudah menjadi makanannya sehari-hari. Meskipun begitu, Hana merasa beruntung karena ia memiliki suami yang selalu dapat menenangkan hatinya. Setia, lembut bertutur kata dan siap membela saat ia di bully mertuanya.
Namun, siapa sangka? Ombak besar tiba-tiba menerjang biduk rumah tangga nya. Membuat Hana harus melewati seluruh tekanan dengan air mata.
Hana berusaha bangkit untuk mengembalikan harga dirinya yang kerap dikatai mandul.
Dapatkah wanita itu membuktikan bahwa ia bukanlah seorang wanita mandul?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ATM31
"Hana tidak pantas menjadi seorang ibu. Istri saya ini sangat tempramental dan akhir-akhir ini sering bersikap kasar. Saya khawatir akan didikan yang ia berikan pada anak saya kelak. Selain itu, Hana hanya seorang wanita pengangguran. Dia tidak akan mampu secara finansial mengurus anak kami. Oleh sebab itu, saya mohon pada para hakim untuk memberikan hak asuh anak tersebut kepada saya!" Damar menoleh pada Hana sambil tersenyum lebar.
Pria itu sangat penasaran bagaimana reaksi sang istri. Kaget? Emosi? Sedih? Atau terguncang?
Namun, sayang sekali, reaksi Hana jauh dari ekspetasi Damar. Wanita cantik itu justru terlihat tenang, hanya jemarinya saja yang sibuk merogoh isi tas nya.
Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Hana kembali berdiri. Mendekati para hakim dan memberikan sebuah map cokelat pada mereka.
Salah satu hakim segera menyambar dan lekas membuka isi map tersebut.
"Lembaran-lembaran tersebut merupakan isi perjanjian kontrak kerja sama antara saya dan salah satu influencer yang tengah naik daun. Di sana tertera sistem pembagian hasil, bisa para hakim lihat, saya menerima bayaran sebanyak 40℅. Kisaran nominal minimal yang akan saya terima perbulannya adalah dua puluh juta rupiah. Di sana juga ada fotocopy rekening koran beserta fotocopy buku tabungan saya. Bisa para hakim lihat, saya tidak bertangan kosong, saya sudah menata kembali masa depan saya. Dan saya berani menjamin untuk semua yang menyangkut masa depan anak saya kelak. Jadi, dengan ini saya menyatakan ... saya menolak atas jatuhnya hak asuh anak kepada suami saya. Saya bukan wanita pengangguran seperti yang lelaki itu tuduhkan," jelas Hana tak gentar.
Hakim segera memeriksa fotocopy rekening koran dan buku tabungan Hana.
"Wow, tiga digit. Pantas saja anda sangat percaya diri ya, Bu Hana." Sang Hakim mengulum senyuman.
Damar mengernyit heran, lalu merogoh ponsel di dalam saku. Lekas ia memeriksa M-banking milik Hana yang selama ini hanya bisa di akses melalui ponselnya. Tertera di layar ponselnya, sisa saldo yang ia punya hanya sebelas juta saja.
'Tiga digit? Apa Hana memberikan bukti palsu?' batin Damar.
Pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya. 'Tidak-tidak, Hana bukan wanita seperti itu. -- Apa jangan-jangan ....' bola mata Damar tiba-tiba terbelalak.
"KAU MEMBUAT REKENING BARU TANPA IZIN KU, HANA?!" Jeritan Damar membuat seisi ruangan tersentak. Sang ibu di belakang sana sampai mengurut-urut dada saking kagetnya.
Hana berbalik badan, menatap dingin sang suami. Sungguh ia sudah lelah menghadapi Damar.
"Mulai hari ini, lekas tarik semua uang mu yang kau simpan di dalam rekening lama ku, Damar. Karena besok, aku akan segera menutup rekening tersebut sebelum terjadi penyalahgunaan data." Pinta Hana tegas, lalu kembali menoleh pada sang hakim.
"Saya sudah selesai, Pak Hakim. Mohon keputusannya." Ekspresi dingin Hana semakin menjadi-jadi.
Setelah berkata demikian, Hana kembali duduk di kursinya. Menarik napas sedalam-dalamnya, lalu menghembuskan dengan lega.
Sedangkan para hakim saling berbisik, anggukkan-anggukan kecil saling menyertai di setiap pembicaraan mereka. Terkadang ketiga nya menatap lurus pada Hana, lalu beralih pada Damar.
"Baiklah, setelah melewati tahap diskusi dengan para hakim lainnya. Saya memutuskan sidang ini ditunda hingga senin depan."
Ketukan palu terdengar jelas. Hanabi lekas keluar dari ruangan. Di susul dengan tiga sahabatnya.
Sedangkan Damar, pria itu kini tengah berlari mengejar sang istri.
"Hana!" Damar mencekal pergelangan tangan Hana begitu langkahnya berhasil mengejar sang sitri.
Hana lekas menepis dengan raut jijik. Damar kembali meraih tangan sang istri, pria itu tak menyerah sedikitpun.
"Aku tidak akan melepaskan mu, Hanabi. Kau akan tetap menjadi milikku ...!" ucap Damar dengan suara lantang.
PLAK!
Lima jari berbekas di wajah Damar yang langsung berubah kelam.
Hana menatap tajam dengan dada kembang kempis, isi kepalanya nyaris meledak.
"Jika kau berani datang ke pengadilan selanjutnya, AKAN KU GOROK LEHER KU TEPAT DI DEPAN MATA MU, DAMAR ...!" Suara Hana nyaring menggelegar. Ia tak sanggup lagi menahan amarah yang membuncah. Wanita itu nyaris gila.
"Hana, tenangkan diri mu. Ingat, kandungan mu sangat rentan!" Peringat Gavriil sambil menarik jemari Hana agar menjauh dari Damar yang tengah mematung.
Hana menepis genggaman Gavriil, wanita itu kembali melangkah. Ketiga sahabatnya mengekor di belakang Hana.
Saat langkah kaki mereka nyaris sampai di parkiran. Langkah kaki mereka terpaksa berhenti akibat seseorang memanggil-manggil nama Hana tanpa henti.
Hana berbalik badan dengan wajah gusar, ia hafal siapa pemilik suara itu.
"Mau apa?" suara Hana terdengar dingin.
"Mbak, apa sih tujuan kamu membahas-bahas kehamilan mu di saat sidang tadi? Kamu ingin Mas Damar kepikiran tentang janin mu itu? Kamu ingin merebut kembali kasih sayang Mas Damar dari ku?"
"Pfftt!" Hana berusaha menahan tawa. Bola matanya memindai Tuti dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.
Hana menyilangkan kedua tangannya di dada. "Kamu yakin Damar menyayangimu, Tut? Apa kau tau alasan Damar selalu memberikanmu barang-barang yang sama persis dengan yang aku miliki? Baju tidur, produk make-up, bahkan sepatu yang kau kenakan kini pun sama dengan milikku. Apa kau tau alasannya hmm? -- Karena Damar tidak bisa lepas dari bayang-bayang ku, Tuti. Dia melihatmu, meraba tubuhmu, mencium bibirmu, mencicipi tubuhmu sambil memikirkan aku seorang!" Hana tersenyum penuh kemenangan.
"Kau itu tak lebih dari wadah tempat ia menitipkan benihnya. Merebut kasih sayang Damar darimu? Akh, omong kosong apa yang sedang kau bicarakan?" Hana terkekeh. "Aku tidak hobby merebut, aku bukan dirimu, Tuti."
Kedua jemari Tuti mengepal erat, ia ingin sekali menampar mulut Hana. Namun, ia tau tindakan nya itu akan menimbulkan masalah besar.
"Terserah kau mau berlagak seperti apa, Mbak. Yang jelas, nanti jangan pernah mengganggu suamiku dengan alasan nafkah anak. Aku tak sudi uang suami ku habis untuk menafkahi anak mu itu!" ucap Tuti tanpa tau malu.
Tawa Hana sontak saja pecah. Wanita itu maju selangkah, bibirnya kini berada tepat di telinga Tuti.
"Jika anak dalam kandunganmu yang entah berasal dari benih siapa saja bisa mendapatkan nafkah dari Damar, lantas anak dalam perutku yang sudah jelas darah daging Damar ... kenapa tak boleh mendapatkan nafkah dari sang ayah?" Sindir Hana sembari tersenyum lebar, lebih tepatnya ia tengah menyeringai.
*
*
*