"STALKER CINTA"
adalah sebuah drama psikologis yang menceritakan perjalanan Naura Amelia, seorang desainer grafis berbakat yang terjebak dalam gangguan emosional akibat seorang penggemar yang mengganggu, Ryan Rizky, seorang musisi dan penulis dengan integritas tinggi. Ketika Naura mulai merasakan ketidaknyamanan, Ryan datang untuk membantunya, menunjukkan dukungan yang bijaksana. Cerita ini mengeksplorasi tema tentang kekuatan menghadapi gangguan, pentingnya batasan yang sehat, dan pemulihan personal. "STALKER CINTA" adalah tentang mencari kebebasan, menemukan kekuatan dalam diri, dan membangun kembali kehidupan yang utuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queensha Narendra Sakti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak Kebenaran
Sinar matahari pagi menerobos masuk melalui jendela apartemen Naura. Di hadapannya, sebuah laptop menyala menampilkan deretan pesan-pesan mencurigakan yang ia terima selama beberapa minggu terakhir. Ryan duduk di seberangnya, matanya fokus membaca setiap detail yang tertera di layar.
"Ini sudah berlangsung berapa lama?" tanya Ryan dengan nada serius yang jarang terdengar dari seorang musisi yang biasanya santai.
Naura menghela napas panjang sebelum menjawab, "Awalnya hanya pesan-pesan biasa di media sosial. Tapi sejak dua minggu lalu..." Ia berhenti sejenak, mengumpulkan keberanian. "Mereka mulai tahu detail-detail pribadi tentang kegiatanku sehari-hari."
Ryan mengangguk pelan, tangannya dengan cekatan mencatat setiap poin penting di notes kecil yang selalu ia bawa. Sebagai penulis, kebiasaan mencatat detailnya kini justru berguna dalam situasi yang tak terduga ini.
"Kamu ingat kapan pertama kali merasa diawasi?" Ryan bertanya lagi, berusaha merangkai puzzle yang ada.
Naura menggeser kursinya, membuka folder lain di laptopnya. "Sekitar tiga minggu lalu, saat aku keluar dari studio desain. Ada yang mengikutiku sampai halte bus. Awalnya kukira hanya kebetulan..." Suaranya bergetar sedikit. "Tapi kemudian ada kiriman bunga ke kantorku, tanpa nama pengirim, dengan catatan yang mengetahui detail proyek yang sedang kukerjakan."
Ryan mengerutkan dahi. Sebagai public figure, ia familiar dengan berbagai tipe penggemar. Tapi ini berbeda. Ada sesuatu yang lebih gelap, lebih mengancam.
"Sudah ada laporan ke polisi?" tanyanya.
Naura menggeleng. "Aku... aku takut mereka menganggap ini berlebihan. Maksudku, bukankah ini hanya... stalking biasa?"
"Tidak ada yang 'biasa' dari stalking, Naura," Ryan menegaskan dengan tegas. "Ini pelanggaran privasi serius."
Mereka menghabiskan jam berikutnya menyusun kronologi kejadian. Ryan, dengan pengalamannya menghadapi berbagai tipe penggemar, membantu Naura mengidentifikasi pola-pola mencurigakan. Setiap email, setiap pesan, setiap kejadian kecil yang awalnya tampak tidak berhubungan, perlahan mulai membentuk gambaran yang lebih jelas.
"Lihat ini," Naura menunjuk ke sebuah email. "Mereka tahu tentang project desain yang bahkan belum kupublikasikan. Hanya tim internal yang tahu tentang ini."
Ryan mencondongkan badannya, matanya menyipit membaca detail email tersebut. "Ini berarti pelakunya kemungkinan ada di lingkungan dekatmu," ia menyimpulkan. "Seseorang yang punya akses ke informasi kantormu."
Naura merasakan dingin menjalar di tulang punggungnya. Membayangkan pelakunya adalah orang yang ia kenal, seseorang yang mungkin berinteraksi dengannya setiap hari, membuat semuanya terasa lebih menakutkan.
"Kita perlu bantuan profesional," Ryan akhirnya berkata setelah beberapa saat terdiam. "Aku kenal konsultan keamanan yang bisa membantu melacak aktivitas mencurigakan di sekitarmu. Dan Naura..." ia berhenti sejenak, memastikan kata-katanya tepat. "Kamu tidak sendirian menghadapi ini."
Naura menatap Ryan, menemukan keteguhan dalam sorot matanya yang biasanya penuh canda. Untuk pertama kalinya sejak teror ini dimulai, ia merasakan secercah harapan. Mungkin dengan bantuan Ryan, dengan pengetahuannya tentang dunia fans dan media, mereka bisa mengungkap siapa yang berdiri di balik bayangan yang menghantuinya.
"Terima kasih, Ryan," ucap Naura pelan. "Aku... aku tidak tahu harus bagaimana kalau menangani ini sendiri."
Ryan tersenyum tipis. "Hey, bukankah itu gunanya teman? Lagipula," ia menambahkan dengan nada lebih ringan, "sebagai penulis thriller, aku bisa bilang ini akan jadi pengalaman penelitian yang sangat berharga."
Naura tertawa kecil, pertama kalinya sejak pagi. Meski situasinya masih mencekam, setidaknya ia tidak lagi menghadapinya sendirian. Bersama Ryan, mereka akan membongkar misteri ini, mengungkap siapa yang bersembunyi di balik ancaman-ancaman tersebut.
Sore itu mereka mengakhiri pertemuan dengan rencana yang lebih konkret. Ryan akan menghubungi konsultan keamanannya, sementara Naura akan mulai mendokumentasikan setiap kejadian mencurigakan dengan lebih detail. Ini baru permulaan dari investigasi mereka, tapi setidaknya mereka sudah memiliki arah yang jelas.
Ketika Ryan pamit pulang, langit Jakarta sudah mulai gelap. Naura mengunci pintu apartemennya dengan lebih hati-hati dari biasanya, tapi kali ini ada secercah keberanian baru dalam hatinya. Besok akan jadi hari yang baru, dan kali ini ia punya sekutu dalam pertarungannya melawan bayangan yang mengintai.
Naura berjalan ke arah jendela apartemennya, memandang lampu-lampu kota yang mulai berpendar satu per satu. Tangannya menggenggam erat ponsel yang berisi nomor Ryan—nomor pribadi yang baru saja ia dapatkan untuk keadaan darurat. Ada rasa aman yang aneh dalam genggaman itu, seperti jangkar di tengah badai yang tengah ia hadapi.
Matanya menangkap bayangan mobil Ryan yang perlahan menjauh dari area parkir apartemen. Entah mengapa, Ryan menunggu sampai lampu apartemennya menyala sebelum akhirnya benar-benar pergi. Gestur kecil yang membuat Naura tersenyum tipis. Mungkin beginilah rasanya punya kakak laki-laki yang protektif, pikirnya.
Sambil menyeduh secangkir teh chamomile—kebiasaan malamnya—Naura membuka kembali laptopnya. Kali ini dengan tujuan berbeda. Ia membuka folder baru, memberinya nama "Documentation", dan mulai mengetik. Setiap detail yang bisa ia ingat, setiap kejadian mencurigakan, setiap pesan aneh yang ia terima. Ryan benar, ia perlu mendokumentasikan semuanya dengan rapi.
Di tengah-tengah kesibukannya mengetik, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Ryan:
"Sudah bicara dengan konsultan keamanannya. Besok jam 10 pagi dia bisa bertemu. Kantor di daerah SCBD. Aku jemput?"
Naura tersenyum membaca pesan itu. Sebelum sempat membalas, satu pesan lagi masuk:
"PS: Jangan lupa kunci semua jendela. Dan kalau ada apa-apa, telepon langsung."
Jemarinya bergerak cepat membalas: "Okay. Thanks, Ryan. Hati-hati di jalan."
Malam itu, untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir, Naura bisa tidur lebih nyenyak. Besok akan jadi hari yang panjang, tapi setidaknya ia tidak lagi berjalan dalam gelap sendirian. Ada cahaya di ujung terowongan ini, dan dengan bantuan Ryan, ia bertekad untuk menemukan jalan keluarnya.
Di sudut kamarnya, laptop masih menyala menampilkan dokumen yang baru setengah jadi. Ada banyak yang harus dikerjakan, banyak yang harus diungkap. Tapi malam ini, Naura membiarkan dirinya beristirahat. Besok adalah hari baru, dan ia perlu kekuatan penuh untuk menghadapinya.
Tepat saat Naura hendak menutup laptop, sebuah email masuk. Jantungnya berdegup kencang melihat alamat pengirim yang tidak dikenal. Dengan tangan sedikit gemetar, ia membuka email tersebut.
Subject: Pertemuan Besok
"Jangan terlalu dekat dengannya. Dia bukan milikmu."
Naura merasakan dingin menjalar di sekujur tubuhnya. Bagaimana mereka bisa tahu? Pertemuannya dengan Ryan hari ini berlangsung di dalam apartemennya. Kecuali...
Secepat kilat, Naura memeriksa jendela-jendela apartemennya. Tirai-tirai sudah tertutup rapat, tapi entah mengapa ia merasa ada mata yang mengawasi. Dengan tangan gemetar, ia meraih ponselnya.
"Ryan," ia berbisik saat panggilannya dijawab. "Mereka tahu."
"Tahu apa?" Suara Ryan terdengar waspada.
"Tentang pertemuan kita hari ini. Tentang rencana besok." Naura berusaha menenangkan suaranya. "Aku baru saja dapat email..."
"Dengar," Ryan memotong dengan suara tenang namun tegas. "Jangan hapus email itu. Screenshot dan simpan. Aku akan menelepon konsultan keamanan sekarang juga. Kamu mau aku kembali ke sana?"
Naura menimbang sejenak. Bagian dari dirinya ingin mengatakan ya, tapi ia tahu itu justru akan membuat situasi lebih berbahaya. "Tidak perlu. Aku... aku baik-baik saja. Hanya sedikit terkejut."
"Kamu yakin?" Ryan terdengar tidak yakin. "Setidaknya telepon security apartemen untuk patroli ekstra malam ini."
"Akan kulakukan," Naura menjawab, berusaha terdengar lebih tegar dari yang ia rasakan. "Thanks, Ryan."
Setelah menutup telepon, Naura mengikuti saran Ryan. Ia menghubungi security apartemen, yang langsung menyanggupi untuk melakukan patroli tambahan. Kemudian, dengan tekad baru, ia kembali ke laptopnya.
Alih-alih menutupnya, Naura membuka folder "Documentation" lagi. Kali ini, ia menambahkan satu entri baru: email ancaman yang baru saja ia terima. Di bawahnya, ia mengetik dengan tangan yang sudah lebih mantap:
"Mereka mencoba menakutiku. Tapi justru ini membuktikan bahwa kita di jalur yang benar. Mereka takut. Dan orang yang takut cenderung membuat kesalahan."
Malam semakin larut di Jakarta. Di kejauhan, suara klakson dan deru kendaraan mulai berkurang. Naura mematikan semua lampu kecuali lampu tidur kecil di sampingnya. Besok akan jadi hari yang penting. Hari di mana ia mulai melawan balik.
Sebelum tidur, Naura memasang alarm di ponselnya untuk besok pagi. Ada satu notifikasi terakhir dari Ryan:
"Tim security sudah kukabari. Besok pagi jam 9 aku jemput. Tidur yang nyenyak. Kita hadapi ini bersama."
Naura tersenyum kecil. Dalam gelap, ia berbisik pada diri sendiri, "Game on." Untuk pertama kalinya, ia tidak lagi merasa seperti mangsa. Besok, dengan bantuan Ryan dan tim profesional, mereka akan mulai memburu sang pemburu.
Tapi malam belum selesai dengan kejutannya.
Ketika Naura hampir terlelap, ponselnya bergetar lagi. Kali ini sebuah notifikasi dari aplikasi desainnya. Seseorang baru saja mengunggah ulang salah satu karya lamanya—sebuah fan art untuk album Ryan yang ia buat setahun lalu, jauh sebelum mereka bertemu secara pribadi.
Yang membuat bulu kuduknya berdiri adalah caption yang menyertai unggahan ulang tersebut:
"Throwback to when everything was simple. When you knew your place. When you were just another fan."
Unggahan itu berasal dari akun anonim yang baru dibuat. Naura segera mengambil screenshot, menambahkannya ke dalam dokumentasinya. Tangannya berhenti sejenak di atas keyboard. Ada sesuatu yang familiar dengan cara penulisan caption itu. Sesuatu yang mengingatkannya pada...
Matanya melebar. Ia segera membuka folder lama di laptopnya, mencari-cari email dari kantor. Membandingkan gaya bahasa, pilihan kata, cara penyusunan kalimat. Mungkinkah...?
Dengan cepat ia mengetik catatan baru:
"Kemungkinan pelaku:
- Mengakses informasi internal kantor
- Familiar dengan karya lama saya
- Menggunakan struktur kalimat yang mirip dengan..."
Naura berhenti mengetik. Masih terlalu dini untuk membuat kesimpulan. Tapi setidaknya ini memberi mereka tempat untuk mulai mencari.
Ponselnya bergetar lagi. Kali ini dari nomor tidak dikenal:
"Sweet dreams, Naura. Enjoy your last night of peace."
Bukannya takut, Naura justru tersenyum. Mereka semakin ceroboh, semakin gegabah. Dan di dunia digital, setiap jejak bisa dilacak.
Ia membalas pesan Ryan yang sebelumnya:
"Sepertinya kita punya lebih banyak petunjuk dari yang kukira. Besok kuceritakan. And yes, game is definitely on."
Malam semakin larut di Jakarta. Di luar, lampu-lampu gedung pencakar langit berkedip seperti bintang-bintang buatan. Naura mematikan lampu tidurnya, membiarkan cahaya kota yang menembus tirai menjadi satu-satunya penerangan.
Dalam kegelapan, ia membayangkan wajah di balik semua ancaman ini. Seseorang yang mungkin ia kenal, seseorang yang mungkin setiap hari tersenyum padanya. Besok, puzzle ini akan mulai tersusun. Dan kali ini, dengan Ryan di sampingnya, ia siap menghadapi apapun yang akan terungkap.
"Bring it on," bisiknya pada kegelapan, sebelum akhirnya membiarkan kantuk mengambil alih.
Di mejanya, laptop masih menyala redup, menampilkan dokumen yang kini dipenuhi petunjuk-petunjuk baru. Dan di suatu tempat di kota yang sama, seseorang sedang mengawasi, tidak menyadari bahwa permainan ini akan segera berubah. Bahwa mangsa yang mereka pilih, ternyata lebih kuat dari yang mereka kira.
🤗