Hera membaca novel Fantasi yang tengah trending berjudul "Love for Ressa", novel klasik tentang Dante, seorang Duke muda yang mengejar cinta seorang gadis bernama Ressa.
Tentunya kisah ini dilengkapi oleh antagonis, Pangeran Mahkota kerajaan juga menyukai Ressa, padahal ia telah bertunangan dengan gadis bernama Thea, membuat Thea selalu berusaha menyakiti Ressa karena merebut atensi tunangannya. Tentunya Altair, Sang Putra Mahkota tak terima saat Anthea menyakiti Ressa bahkan meracuninya, Ia menyiksa tunangannya habis-habisan hingga meregang nyawa.
Bagi Hera yang telah membaca ratusan novel dengan alur seperti itu, tanggapannya tentu biasa saja, sudah takdir antagonis menderita dan fl bahagia.
Ya, biasa saja sampai ketika Hera membuka mata ia terbangun di tubuh Anthea yang masih Bayi, BAYANGKAN BAYI?!
Ia mencoba bersikap tenang, menghindari kematiannya, tapi kenapa sikap Putra Mahkota tak seperti di novel dan terus mengejarnya???
#LapakBucin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
...****************...
Seorang gadis kecil dengan gaun mengembang berwarna hijau tosca selesai di rias oleh pelayan pribadinya, Bibi Mela. Ia memakaikan jepit rambut dengan warna senada untuk menambah kesan cantik Anthea.
“Sempurna, mari saya antar Nona pada Tuan Duke,” ujar Bi Mela.
Anthea yang mendengarnya menampilkan senyum tipis, menatap lurus dirinya yang telah rapi di kaca rias kamarnya. Dibalik senyuman palsu itu, pikiran Putri Duke itu berkecamuk.
3 hari setelah kepulangannya dari istana bersama Sang Ayah, Raja mengirimkan balasan pesan melalui surat. Yang mana berisi titah mutlak Raja.
Untuk Duke Ervand Rino De Millard
...Duke Ervand, teman lamaku. Maaf karena aku tak bisa mengabulkan permintaanmu pada diskusi terakhir kita. Setelah mempertimbangkan sedikit banyak hal, aku menurunkan titah langsung sebagai Raja Scarelion. Bahwasannya Putrimu, Anthea Lysandra De Millard akan menjadi pasangan Pangeran Mahkota Altair Dylan Van Garcello, ia akan menjadi satu-satunya kandidat Putri Mahkota dan Ratu di masa depan....
...Aku harap hubungan kedua anak kita dapat berjalan dengan baik,...
^^^Tertanda^^^
^^^Raja Dierez Arch Van Garcello.^^^
Dan hari ini, Anthea dan ayahnya akan kembali mengunjungi istana. Surat itu datang kemarin, jadi perlu konfirmasi secara langsung antara ayahnya dan Raja.
Saat ini Anthea sadar, sekeras apa pun usahanya menghindari Altair, takdir yang tertulis pada novel akan tetap berjalan, ia tak bisa mengelak menjadi tunangan laki-laki itu.
Dan Anthea sangat takut, apabila ia tak bisa menghindari takdir kematiannya seperti yang tertulis.
Beberapa kali Anthea/Hera membaca novel Transmigrasi, akan ada keinginan dari si Transmigran untuk mengubah alur novel, namun Anthea tak akan melakukan hal yang sama ketika ia yang mengalami langsung.
Di dalam novel, hidup Anthea berakhir begitu tragis di tangan Altair, penuh penyiksaan. Sampai tak ada niatan sedikitpun baginya untuk mencoba mengubah Alur Novel ini.
“Anthea,” Panggil Ares, remaja 13 tahun itu memasuki kamar sang adik yang pintunya memang tengah terbuka.
Ares memperhatikan Anthea yang tak dapat menyembunyikan wajah murungnya di balik senyuman karier gadis kecil itu, sejak kemarin menerima surat Raja adiknya memang begitu murung sampai tak berselera untuk makan malam.
“Dengarkan kakak, sayang,” tangannya menyentuh pipi sang adik, “Kakak tidak tau apa yang kau pikirkan di kepala mungilmu ini,” Ares menjeda ucapannya sebentar.
“Tapi, percayalah. Apapun yang kau takutkan kakak selalu ada untuk melindungimu. Bahkan, tak peduli Pangeran Mahkota sekalipun akan kakak lawan jika berani menyakitimu, Anthea,” Jelas Ares.
Anthea menatap haru kakaknya yang mengerti, memeluk pinggang Ares karena ia hanya setinggi itu. Padahal sejak kemarin ia hanya diam, berusaha tak menunjukkan kekesalannya pada titah Raja itu. Tapi Ares mengerti kekhawatiran nya.
***
Dengan tangan yang di gandeng ayahnya, Anthea memasuki gerbang Istana Scarelion. Menuju ruangan tempat Raja Dierez yang telah menunggu kedatangan mereka.
“Duduklah Ervand, Anthea.” Ujar Raja Dierez menduduki sofa diikuti dua tamunya itu.
Duke Ervand menatap beberapa kue kering yang tersedia di meja, biasanya Raja Dierez hanya akan menyiapkannya teh karena Duke Ervand tak menyukai makanan ringan.
Ah, jangan bilang Raja dingin itu menyiapkan semua ini untuk Putrinya?
“Anthea, nikmatilah kue-kue buatan pelayan kerajaan ini selagi kami mengobrol,” Ujar Dierez mendorong beberapa piring mendekat pada Anthea.
“Baik, Yang Mulia Raja,” jawab Anthea.
Selagi dua Pria dewasa itu berbincang, Anthea dengan tenang memakan kue-kue lezat ini, mendalami perannya sebagai anak usia 8 tahun dengan baik. Anthea bahkan tak berniat menyimak pembicaraan mereka yang sesekali menyebut namanya dan Altair, Anthea sudah pasrah menerima takdir sekarang.
Lebih tepatnya untuk saat ini saja, ia akan tetap berjuang untuk hidup lebih lama tentunya.
Tok tok tok
Muncul seorang anak laki-laki dari balik pintu, memasuki ruangan ini, matanya langsung mengarah pada Anthea yang masih menikmati makanannya.
“Ada apa, Altair?” Tanya Raja Dierez.
Mata biru Altair beralih pada Ayahnya, “Aku ingin membawa Anthea keluar, ia akan bosan di sini, bukan?”
“Tidak, Anthea akan tetap di sini,” Jawab Duke Ervand dengan suara dingin, ia tak akan membiarkan Putra Mahkota itu memonopoli putrinya.
“Tapi kalian pasti akan lama, benarkan ayah?” Altair beralih pada ayahnya lagi, mendapat anggukan dari ayahnya membuat sudut bibir anak laki-laki itu sedikit tertarik.
“Benar, Ervand. Biarkan Anthea bersama Altair,” Ucap Dierez, tentu ia ada dipihak Sang anak.
Walau sedikit tidak terima, Duke Ervand tak menjawab lagi, ia memang ada urusan lain dengan Dierez. Pria itu menatap Anthea yang sedari tadi hanya diam, “Keluarlah bersama Pangeran Altair, ingat pesan ayah kan, sayang?” Tanya Duke Ervand lembut.
Anthea mengangguk, kemarin saat Anthea bercerita ia bertemu Ratu, Ayahnya memperingatkan bahwa pada Ratu Valery Anthea harus paling menjaga sikap, karena wanita itu lebih sensitif. Sedangkan Pada Dierez dan Altair, Ervand bilang ia boleh seenaknya, entah kenapa.
“Ayo, Anthea,” Altair yang telah tiba dihadapannya mengulurkan tangan, Anthea terdiam sebentar sebelum menerima uluran itu. Mereka keluar dari ruangan itu.
Ketika sedikit jauh dari Ruangan Raja dan Duke Ervand tadi, barulah Altair kembali bersuara.
“Sebenarnya, kau kenapa?” Tanya Altair.
Anthea menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan tak berkejelasan itu, “Kenapa apanya?” tanyanya balik.
“Aku rasa saat aku berkunjung ke kediamanmu semuanya baik-baik saja. Lalu, kenapa kau malah mengunjungi istana bukan untuk menemuiku? Melainkan membatalkan perjodohan kita?” Tanya Altair, Matanya menatap lurus mata Hazel Anthea.
Huh, sebenarnya Anthea malas sekali menjawabnya.
“Aku hanya merasa kita tidak cocok,” jawabnya.
Altair terkekeh hambar, “Kau masih kecil Anthea, kau tidak bisa menilai hubungan semudah itu,” Altair rasa jawaban Anthea tidak masuk akal.
Cih, kau yang anak kecil!! Batin Anthea. Bagaimanapun jiwanya sudah berumur 17 tahun.
“Dengar, Anthea,” Altair menangkup wajah gadis itu, membuat mata mereka saling menatap satu sama lain.
“Aku menyukaimu, jadi berhenti terus menolakku karena kita akan menjadi pasangan,” Ujar Altair.
Anthea sedikit tersentak, bagaimana bisa Altair menyatakan perasaan suka seperti itu? Padahal dari novel saja hubungan Anthea dan Altair tidak pernah menyatakan perasaan, sampai di pertunangan mereka Anthea lah yang menyatakan perasaanebih dulu.
“Kau berbohong! Kita baru bertemu dan kau mengatakan suka dengan mudah, benar-benar kekanakan,” Ujar Anthea, ia menepis pelan tangan Altair dari wajahnya. Terus bertatapan dengan laki-laki itu akan membuat jantungnya tak aman.
Altair menahan senyumnya, “Terserah padamu ingin percaya atau tidak, Anthea.” Ia kembali menggenggam tangan kecil Anthea, melanjutkan perjalanan mereka.
“Kita akan kemana?”
“Perpustakaan, kau mau ke sana kan?” Anthea menjawab anggukan.
Lalu tiba-tiba langkah Altair berhenti, ia baru ingat meninggalkan kelas sejarahnya karena ingin menemui Anthea. Dan guru sejarahnya kini pasti masih di perpustakaan menunggunya.
“Kenapa?” Tanya Anthea bingung.
“Sepertinya kali ini kita tak bisa ke perpustakaan, aku akan membawamu ke tempat favorit ku,” Ajak Altair.
Tak lama mereka menyusuri istana, Altair membuka sebuah ruangan dengan pintu ber cat putih.
Anthea mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan itu, ada beberapa cat, canvas, dan lukisan-lukisan, serta beberapa diantaranya yang masih berupa sketsa.
“Ini adalah tempat kesukaanku setelah tempat latihan berpedang,” Ucap Altair.
Anthea menatap beberapa canvas, diisi oleh lukisan-lukisan yang indah,
“Kau, suka melukis?” Tanya gadis itu retoris.
“Ya, sejak kecil aku sangat menyukainya, seluruh lukisan di ruangan ini aku buat sejak berusia 5 tahun,”
Anthea terdiam,
Bukankah di dalam novel Altair tak suka melukis? Batinnya bertanya.
Anthea jelas mengingat itu, lalu bagaimana bisa di sini Altair memiliki minat pada lukisan?
***
tbc