Zahra. wanita yang ditinggal oleh lelaki yang dicintainya dihari yang seharusnya menjadi hari bahagia untuk nya dan keluarga.
setelah mengetahui alasan lelaki itu meninggal kan nya entah membuat nya merasa dikhianati atau kembali bersimpati, rasanya dia sendiri tak bisa membaca isi hati nya lagi.
Belum usai rasanya mengobati hati, Zahra justru di hadapkan dengan pilihan menerima pinangan pak kiyai untuk anaknya dan harus rela dipoligami atau menerima mantan tunangan nya kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trysa Azra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
melepaskan dan merelakan
Zahra kembali merapikan beberapa barang bawaan nya dan membuka beberapa buku yang ikut dia bawa kesini, dan tanpa sengaja dia menemukan buku kecil yang berisi foto dia dan Wahyu dengan latar biru. Dia lupa kalau pernah menaruh foto itu didalam buku kecil yang sering dia bawa dan saat itu juga dia segera menggenggam foto itu dan membuat nya jadi Kumal.
" kapan aku meletakkan foto ini."
Dengan kencang Zahra masih menggenggam nya lalu membuang nya begitu saja.
Zahra kemudian pergi ke teras belakang rumah kakak nya, duduk disana sambil menenangkan diri nya. Tentu saja bagaimana pun juga tak mudah untuk melupakan semua yang pernah menjadi kenangan terlebih semua pernah menjadi impian. Kalau ditanya mengapa dia melepaskan bukan memberi kesempatan, jawaban nya tentu saja kekecewaan. Namun apa kekecewaan bisa membuat semua dengan mudah terlupakan tentu saja jawabnya nya juga tidak. Dalam nya cinta seseorang tentu berbeda dan trauma nya pun berbeda, kadang kita bisa me ma'af kan orang lain tapi tanpa sadar kita bisa saja belum bisa memaafkan diri kita sendiri.
Zahra mengambil telpon nya dan menghubungi teman nya Aulia, tak lama berselang suara diujung telpon terdengar akrab.
" Ada apa ini... Ada apa .. Tumben langsung telpon biasa nya juga aku nelpon kamu matikan. " gerutu Aulia diujung telpon.
" kan sekarang beda, dulu kita ketemu tiap hari ngapain juga telponan." sahut Zahra. Kedua nya pun tertawa.
" gimana disana? " tanya Zahra.
" apanya yang gimana? Kebalik kali Ra... Aku yang harus nya tanya gimana disana? " Aulia balik bertanya.
" ya.. Begitu lah seperti yang aku ceritakan di chat." tentu saja mereka sudah saling sakit kabar sebelum nya lewat chat pribadi.
" jadi kamu kapan mulai ngajar disana? Udah siap mental dong ibu ustadzah... " Aulia sedikit meledek.
" siap nggak siap bismillah... " sahut Zahra lagi.
" jangan terlalu tegang di bawa santai saja. " Zahra mengangguk mendengar nasehat teman nya di ujung telpon meski tentu saja Aulia tidak melihat anggukannya itu.
" oh iya Ra... Ingat mas Rama nggak? "
" iya ingat, yang fotografer itu kan?"
" iya.. Iya .. Yang itu."
" kenapa memang nya?" tanya Zahra bingung.
" Aku kan ngikutin Instagram dia, terus nggak sengaja aku like dong... eh ujung ujung nya di DM. Dia nanya no WhatsApp kamu." ujar aulia.
" ohh..." sahut Zahra singkat padat jelas.
" kok tanggapan nya oh doang, yang peka dong Ra ..." ujar aulia.
" terus aku harus gimana... " tanya Zahra.
" mungkin dia naksir kamu." kata aulia menebak, mendengar itu Zahra pun tertawa.
" ada ada saja kamu ini.... Udah ah males bahas laki laki.." kata Zahra pada akhirnya.
" iya deh iya ... lagian kamu jangan terlalu berlarut larut ya Ra. Janji cepat kembali seperti sedia kala. Jangan cengeng... " omel Aulia.
" tenang ibu Aulia... lihat teman mu ini masih bisa ketawa disini." sahut Zahra membalas candaan teman nya.
setelah saling ngobrol dan bercerita banyak Zahra dan aulia mengakhiri telpon mereka, Zahra sudah cukup tenang dan lebih senang karena tentu saja cukup terhibur dengan obrolan mereka.
Zahra duduk di kursi yang ada di teras arah halaman belakang rumah kakaknya, dia membuka buku dan menulis beberapa kata di buku itu.
...Apa itu cinta?...
Apakah rela berkorban dan terluka itu disebut cinta?
Apakah selalu bersama meski badai menerpa adalah cinta?
Atau kah cinta adalah rela melepaskan meski hati tak rela adalah cinta?
Lalu yang aku lakukan ini apa?
Aku sudah merelakan nya tapi aku tak melupakan nya.
jika ditanya apa aku menyesal mengambil keputusan ini, tentu saja tidak. Ini adalah keputusan yang membuat aku masih bisa berdiri dan bertahan, jika pun ada yang harus di salahkan mungkin jawabannya adalah pikiran ku sendiri. Aku merasa bersalah pada diriku sendiri... kali ini terima kasih telah menjadi wanita tegar wahai diri.
Terlena dengan fatamorgana cinta yang aku kira akan berujung bahagia namun ternyata tuhan memperlihatkan padaku bahwa kadang cinta pada manusia bisa membuat kita lupa. Bahwa diatas semua bahagia tentu saja ada kecemburuan dari nya.. Apakah kita masih ingat pada sang pencipta tau kah terlupa.
Zahra mencurahkan semua gundah gulana nya pada buku itu, setidak nya dia merasa cukup lega bisa bicara sedikit tentang isi hati nya. Meski sulit di awal, dia mulai belajar dan menerima bahwa takdir yang dia jalani sekarang adalah yang terbaik untuk nya dan dia jadi bisa memperbaiki diri agar lebih baik lagi. Banyak pelajaran yang bisa dia ambil dari semua ini, betapa sesungguhnya kasih sayang orang tua begitu luas dan besar. Sekecewa apa pun mereka tetap pintu ma'af dan menerima terbuka jauh lebih lebar dari kecewa itu sendiri. Dia pun mengerti bahwa berharap pada manusia hanya sia-sia, pada akhirnya janji yang terucap bisa jadi alasan nya terluka. Tanpa di barengi dengan penyerahan kita pada sang pencipta dan dia pun sadar bahwa membahagiakan diri sendiri bukan berarti kita lupa bahwa ada orang-orang yang jauh lebih peduli dan bahagia dengan hadirnya kita , jangan terpaku pada diri kita saja dunia tak berputar hanya untuk kita.