800 setelah perang nuklir dahsyat yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, dunia telah berubah menjadi bayangan suram dari masa lalunya. Peradaban runtuh, teknologi menjadi mitos yang terlupakan, dan umat manusia kembali ke era primitif di mana kekerasan dan kelangkaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di tengah reruntuhan ini, legenda tentang The Mockingbird menyebar seperti bisikan di antara para penyintas. Simbol harapan ini diyakini menyimpan rahasia untuk membangun kembali dunia, namun tak seorang pun tahu apakah legenda itu nyata. Athena, seorang wanita muda yang keras hati dan yatim piatu, menemukan dirinya berada di tengah takdir besar ini. Membawa warisan rahasia dari dunia lama yang tersimpan dalam dirinya, Athena memulai perjalanan berbahaya untuk mengungkap kebenaran di balik simbol legendaris itu.
Dalam perjalanan ini, Athena bergabung dengan kelompok pejuang yang memiliki latar belakang & keyakinan berbeda, menghadapi ancaman mematikan dari sisa-s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Eksekusi di Bawah Langit Kelabu
Udara pagi terasa dingin menusuk, seolah-olah alam merasakan kehancuran yang melanda. Di dataran terbuka yang suram, sisa-sisa pemberontak yang tertangkap digiring oleh pasukan Militer Timur. Rantai berat membelenggu tangan dan kaki mereka, mengikat mereka satu sama lain. Tanah di bawah kaki mereka becek oleh lumpur dan darah yang belum kering dari pertempuran sebelumnya.
Athena, yang tubuhnya masih penuh luka, berada di barisan depan. Kepalanya tertunduk, rambutnya yang kotor menutupi wajahnya. Di setiap langkah, ia mendengar isak tangis pelan dan bisikan doa dari orang-orang di sekitarnya.
Mereka telah kalah. Tidak ada jalan keluar.
Para tawanan akhirnya dibawa ke sebuah lapangan luas di pinggiran kota Hakar, tempat di mana eksekusi massal sudah disiapkan. Pasukan Militer Timur membangun panggung tinggi di tengah lapangan, dihiasi bendera hitam mereka sebagai simbol kekuasaan.
Warga sipil dipaksa keluar dari rumah-rumah mereka untuk menyaksikan adegan mengerikan ini. Anak-anak, orang tua, dan keluarga yang ketakutan berdiri dengan wajah pucat, dipaksa menyaksikan hukuman yang diberikan kepada mereka yang berani melawan Atlantis.
Athena melihat sekeliling. Di dekat panggung, ia melihat Karos yang terluka parah, dipapah oleh dua prajurit musuh. Wajah Karos penuh dengan luka, tetapi matanya masih memancarkan tekad. Di sisi lain, Sila berlutut, kedua tangannya gemetar saat mencoba menahan air matanya.
"Ini bukan akhir," bisik Athena pelan, meskipun ia tidak yakin apakah itu untuk mereka atau untuk dirinya sendiri.
Namun, di dalam dirinya, perasaan putus asa semakin mendalam.
Seorang perwira Militer Timur dengan seragam hitam berdiri di atas panggung. Suaranya menggema melalui pengeras suara yang tua dan serak.
"Orang-orang Hakar, lihatlah akibat dari pemberontakan kalian," katanya dengan nada dingin. "Ini adalah harga yang harus dibayar karena melawan kekuasaan Atlantis. Dunia ini membutuhkan ketertiban, dan siapa pun yang melawan akan dihancurkan."
Ia melambaikan tangannya ke arah barisan tawanan, dan beberapa prajurit menyeret tawanan pertama ke atas panggung. Seorang pria tua dengan tubuh kurus dan wajah penuh penderitaan.
Athena menahan napas saat melihatnya. Pria itu adalah salah satu warga yang pertama kali bergabung dengan pemberontakan mereka. Ia tidak bersalah, hanya seorang petani yang ingin melindungi keluarganya.
Tanpa banyak basa-basi, prajurit eksekusi mengangkat senapan, dan suara tembakan bergema di udara. Pria itu jatuh ke tanah, tubuhnya tidak bergerak lagi.
Jeritan dari kerumunan memecah kesunyian. Anak-anak menangis, dan beberapa wanita jatuh pingsan. Athena merasa tubuhnya gemetar, tetapi ia tidak bisa berpaling.
Satu per satu, tawanan dibawa ke atas panggung. Setiap kali suara tembakan terdengar, Athena merasakan dirinya semakin hancur.
"Semua ini salahku," pikir Athena. "Mereka mati karena aku. Karena aku tidak cukup kuat untuk melindungi mereka."
Ketika giliran Karos tiba, Athena tidak bisa menahan diri lagi.
"Tidak! Jangan!" ia berteriak, mencoba melawan rantai yang membelenggunya. Namun, seorang prajurit segera menahannya, memukulnya hingga jatuh ke tanah.
Karos, yang kini berdiri di atas panggung, menoleh ke arah Athena. Wajahnya penuh luka, tetapi ia tersenyum.
"Kau sudah melakukan yang terbaik," katanya dengan suara pelan, tetapi cukup keras untuk didengar Athena. "Kau harus bertahan. Harapan tidak boleh mati."
Suara tembakan berikutnya menggema, dan Karos jatuh.
Athena merasakan air matanya mengalir tanpa henti. Ia menggigit bibirnya, berusaha menahan suara isaknya. Namun, rasa bersalah dan kehilangan menghantamnya seperti gelombang pasang yang tidak bisa dihentikan.
Ketika giliran Athena tiba, ia diseret ke panggung oleh dua prajurit. Tubuhnya terasa berat, tetapi hatinya lebih berat lagi.
"Ini pemimpin kalian," kata perwira itu kepada kerumunan. "Orang yang memimpin kalian menuju kehancuran."
Athena berdiri dengan kepala terangkat. Meski tubuhnya lemah dan jiwanya penuh luka, ia tidak ingin menunjukkan ketakutan di hadapan musuh.
"Satu hari nanti," katanya dengan suara serak tetapi tegas, "tirani kalian akan runtuh. Dunia ini tidak akan selamanya berada di bawah kekuasaan kalian."
Perwira itu tertawa dingin. "Berani sekali kata-katamu, untuk seseorang yang akan mati."
Namun, sebelum ia memberi perintah untuk mengeksekusi Athena, suara ledakan besar mengguncang lapangan. Para prajurit musuh terguncang, dan kerumunan warga mulai panik.
Dari arah barat, sekelompok pemberontak yang selama ini bersembunyi muncul dengan senjata. Mereka menyerang dengan keberanian yang luar biasa, memanfaatkan kekacauan untuk menyelamatkan para tawanan.
Athena memanfaatkan momen itu untuk melawan. Ia melompat ke samping, merebut senjata dari seorang prajurit yang lengah, dan mulai menyerang balik.
Meskipun tubuhnya penuh luka, ia bergerak dengan keberanian yang luar biasa, seolah-olah semangat dari mereka yang telah gugur mengalir di dalam dirinya.
"Jangan biarkan mereka lolos!" teriak perwira Militer Timur, tetapi serangan pemberontak terlalu cepat dan terorganisir.
Dalam kekacauan itu, Athena berhasil membebaskan beberapa tawanan, termasuk Sila. Mereka melarikan diri menuju hutan terdekat, meninggalkan lapangan eksekusi yang kini berubah menjadi medan perang.
Athena dan yang selamat berkumpul di hutan, napas mereka terengah-engah. Mereka kehilangan banyak orang hari ini, tetapi mereka masih hidup.
Athena duduk di atas batu, menatap ke arah kota Hakar yang kini berada di bawah kendali penuh Militer Timur. Air matanya mengalir, tetapi kali ini bukan hanya karena kesedihan.
"Kita belum selesai," katanya pelan, tetapi penuh tekad. "Untuk setiap nyawa yang hilang, kita akan membalasnya."
Mereka telah kalah dan kehilangan banyak hal, tetapi api perlawanan dalam diri Athena masih menyala, lebih terang dari sebelumnya.