Di tengah kota yang selalu bising, ada sebuah arena rahasia tempat para petarung dari berbagai latar belakang berkumpul untuk menguji kemampuan mereka dalam pertarungan tanpa aturan. Riko, seorang pemuda biasa dengan masa lalu yang penuh dengan kesulitan, tiba-tiba terjun ke dunia yang keras ini setelah menerima tantangan yang tak bisa ditolak. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Riko siap menghadapi musuh-musuh terberatnya, termasuk Kuro, legenda petarung yang namanya sudah terkenal di seluruh arena.
Namun, hidupnya tak semudah itu. Selain fisik yang harus terus dilatih, Riko harus belajar bagaimana mengendalikan emosinya, memahami strategi pertarungan, dan yang terpenting—mengenal dirinya sendiri. Dalam dunia yang keras ini, setiap kekalahan bisa menjadi pukulan besar, tapi setiap kemenangan juga membawa tantangan yang lebih berat.
Dengan dukungan sahabat sejati, Tatsu, dan berbagai teman baru yang ditemuinya di sepanjang jalan, Riko berusaha untuk bertahan hidup, mengatasi rasa t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTEMUAN DENGAN RYO
Riko dan Tatsu berjalan menyusuri gang sempit yang terletak di belakang gedung tua. Suasana malam itu terasa berbeda—sepi, hanya suara langkah kaki mereka yang mengisi udara. Riko merasa seolah-olah setiap sudut jalan menyembunyikan sesuatu yang menunggu untuk menyerangnya. Tatsu yang berjalan di depan tampak santai, hampir seperti mereka sedang menuju restoran favoritnya, padahal mereka tahu mereka akan bertemu dengan orang yang tak mereka kenal.
"Ada yang aneh nggak sih, Tatsu?" tanya Riko sambil melihat sekeliling. "Kenapa gue ngerasa kayak ini bukan tempat yang biasa-biasa aja, ya?"
Tatsu menoleh, menatap Riko dengan senyum santai. "Lo lagi paranoid lagi, bro. Kalau lo terus mikirin kayak gini, lo bakal susah tidur tiap malam. Tapi jujur aja, lo tuh keliatan kayak orang yang mau diserang sama film horor, bukan petarung."
"Serius, lo nggak lihat apa yang gue lihat?" Riko menunjuk ke arah bayangan gelap di ujung jalan. "Kayak ada orang nungguin kita, ya."
Tatsu menggelengkan kepala. "Itu cuma sampah terbang, Riko. Nggak ada yang ngikutin kita. Tapi kalau lo takut, gue bisa peluk dari belakang biar lo nggak sendirian."
Riko menatap Tatsu dengan mata tajam. "Gue bukan bocah kecil, Tatsu. Gue nggak butuh pelukan lo."
Tatsu tertawa. "Gue tau, bro, cuma bercanda. Tapi serius deh, kita udah hampir sampe. Jangan terlalu mikirin hal yang nggak perlu."
Riko menghela napas dan berusaha menenangkan dirinya. Mungkin dia memang terlalu terbawa perasaan, tapi perasaan aneh itu tetap tidak bisa dia hindari.
Akhirnya, mereka sampai di depan pintu sebuah ruangan yang tersembunyi di bawah tanah sebuah gedung besar. Lampu neon yang pudar di atas pintu memberi kesan suram, tetapi di baliknya, ada sesuatu yang tidak bisa dia abaikan. Sesuatu yang memanggilnya.
Tatsu mengetuk pintu dengan nada pelan. "Gue harap ini bukan jebakan, ya, Riko. Kalau ini jebakan, lo yang harus jawab nanti."
Riko menyeringai. "Tenang aja, gue bisa bawa diri gue sendiri. Gue udah biasa bertarung dengan hidup."
Pintu terbuka, dan seorang pria bertubuh besar dengan tatapan tajam menyambut mereka. Pria itu mengenakan jaket kulit hitam, dan senyum kecil yang muncul di wajahnya sedikit mengerikan. Namanya Ryo, dan sepertinya dia bukan tipe orang yang suka berbasa-basi.
"Lo Riko, kan?" tanya Ryo dengan suara berat, tetapi ada nada ramah yang menyembunyikan sesuatu yang lebih dalam.
Riko mengangguk, menatap Ryo dengan waspada. "Iya, gue Riko. Lo yang ngajak gue ketemu?"
Ryo melangkah mundur sedikit dan menepuk kursi yang ada di dekat meja. "Ayo duduk. Kita ada banyak hal yang perlu dibahas."
Riko dan Tatsu duduk, namun Riko merasa agak canggung. Ditemani pria berotot besar ini, suasana terasa semakin menegangkan, meski Ryo mencoba tersenyum seperti orang biasa.
"Jadi, apa yang lo mau omongin?" tanya Riko dengan nada hati-hati.
Ryo menyandarkan tubuhnya di kursi, memandangi Riko dengan tatapan tajam. "Gue mau lo bergabung sama tim gue. Kita ada proyek besar yang bisa bikin lo jadi petarung yang lebih terkenal daripada sekadar juara lokal."
Riko tersenyum kecil. "Proyek besar? Gue kira lo mau ngajak gue buat jadi bintang iklan sabun cuci piring."
Tatsu melirik Riko dan mencubit lengannya. "Lo jangan bikin suasana jadi aneh gitu, Riko."
Ryo tertawa pelan, lalu menggeleng. "Nggak, bro. Ini jauh lebih besar dari sekadar jadi iklan sabun. Gue tahu lo udah menang lawan Kuro, dan itu nggak gampang. Tapi gue juga tahu lo cuma segelintir orang yang punya potensi buat bener-bener mendominasi dunia pertarungan. Kita butuh lo di tim kita. Ada banyak orang yang pengen lo, dan gue nggak suka orang lain ngerasa punya hak buat ngatur hidup lo."
Riko mengerutkan dahi. "Tim lo? Jadi lo nggak sendirian dalam ini, kan?"
Ryo mengangguk. "Betul. Gue punya tim yang sudah berpengalaman, dan gue yakin lo bisa jadi bagian dari itu. Tapi, gue nggak nyuruh lo langsung bergabung. Lo punya pilihan, tapi gue kasih waktu buat mikir."
Tatsu yang dari tadi diam, akhirnya berbicara. "Gue penasaran nih. Kalau lo udah tahu Riko bisa jadi bagian dari tim lo, kenapa nggak lo langsung minta dia bergabung aja? Kenapa mesti kasih waktu mikir segala?"
Ryo tersenyum. "Karena gue nggak suka maksa orang. Gue pengen mereka merasa keputusan itu datang dari hati mereka sendiri. Lagipula, Riko punya cara bertarung yang unik, dan gue nggak mau nyuruh orang yang nggak siap."
Riko merasa sedikit tertekan, tapi dia juga merasa ada sesuatu yang menarik. Dunia pertarungan ini memang brutal, tapi terkadang, kesempatan seperti ini datang sekali seumur hidup. "Oke, gue mikir-mikir dulu. Tapi, kalau lo ngajak gue cuma buat jadi boneka, gue nggak bakal bergabung."
Ryo tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Boneka? Gue nggak butuh boneka. Gue butuh orang yang bisa berdiri di atas kakinya sendiri. Yang bisa mengendalikan nasibnya."
Riko melirik Tatsu yang terlihat bingung, lalu kembali menatap Ryo. "Jadi, lo beneran yakin gue bisa jadi bagian dari tim lo?"
Ryo menatapnya dengan serius, namun dengan sedikit senyum di wajahnya. "Percaya gue, Riko. Kalau lo masuk tim gue, lo akan tahu rasa dari kemenangan yang sesungguhnya. Bukan hanya soal pertarungan, tapi tentang bagaimana mengendalikan semuanya."
Riko diam sejenak, mempertimbangkan semua yang baru saja dia dengar. Dia tahu, keputusan ini bisa mengubah hidupnya, tetapi dia juga merasa sedikit ragu. Dunia ini penuh dengan orang yang memiliki agenda tersembunyi, dan meskipun Ryo terdengar jujur, Riko tidak bisa begitu saja percaya begitu saja.
"Satu pertanyaan lagi," kata Riko sambil berdiri, "Kalau gue memutuskan untuk nggak bergabung, apa yang akan terjadi pada gue?"
Ryo tidak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum tipis, lalu berkata, "Kalau lo nggak bergabung, ya... lo tetap bisa hidup, bro. Tapi nggak ada jaminan lo akan bertahan di arena ini selamanya."
Riko menatapnya dalam-dalam. "Oke, gue akan mikir-mikir. Tapi ingat, kalau lo macem-macem, gue nggak segan-segan buat ngelawan."
Ryo tersenyum lebih lebar, seakan-akan dia justru menunggu jawaban itu. "Itu baru petarung sejati. Gue suka gaya lo, Riko. Kita akan lihat apakah lo benar-benar siap untuk tantangan besar ini."