Aleena Salmaira Prasetyo adalah anak sulung dari keluarga Prasetyo. Dia harus selalu mengalah pada adiknya yang bernama Diana Alaika Prasetyo. Semua yang dimiliki Aleena harus dia relakan untuk sang adik, bahkan kekasih yang hendak menikah dengannya pun harus dia relakan untuk sang adik. "Aleena, bukankah kamu menyayangi Mama? Jika memang kamu sayang pada Mama dan adikmu, maka biarkan Diana menikah dengan Angga". "Biarkan saja mereka menikah. Sebagai gantinya, aku akan menikahimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepanikan Diana
"Apa-apaan ini?!"
Diana meninggikan suaranya dengan kedua bola mata yang hampir keluar saat membuka sebuah pesan singkat dari nomor tak dikenal
"Jika saatnya tiba nanti. Beberapa foto ini akan menjadi bukti untuk menjebloskanmu ke dalam penjara! Pada saat itu tidak akan ada siapapun yang bisa menolongmu ataupun berada disampingmu!"
"Siapa yang mengirimkan pesan ini? Dan, bagaimana dia bisa menemukan orang yang aku suruh untuk menjebak Aleena? Padahal aku sudah mengirimnya keluar kota. Tidak mungkin kalau dia kembali kekota ini"
Batin Diana terus mengeluh setelah mendapat pesan itu. Dia terlihat gugup dan panik sambil menggigit salah satu kuku tangannya. Wajahnya mulai pucat dan mengeluarkan keringat dingin.
"Diana, apa kamu baik-baik saja?"
Diana yang sedang panik sama sekali tidak mendengar ucapan Angga.
"Apa yang harus aku lakukan?"
"Di, apa kamu sakit?"
"Bagaimana jika dia benar-benar melaporkanku pada polisi?"
"Diana, apa kamu mendengarku?"
"Aku harus memberitahu mama tentang ini"
"Diana!"
"Eh? Kak Angga memanggilku?!"
Diana baru tersadar setelah Angga sedikit meninggikan suaranya sambil menyentuh tangannya.
"Apa yang sedang kamu pikirkan? Aku memanggilmu berkali-kali".
Angga terlihat sedikit kesal karena Diana tidak mendengarkannya sama sekali.
"Maafkan aku. Kakak bilang apa tadi?"
Diana bertanya dengan lembut dan manja.
"Aku bertanya apa kamu sakit? Wajahmu terlihat pucat, kamu juga berkeringat dingin"
Angga bertanya dengan lembut dan pengertian.
Menyadari kalau Aleen menoleh kearahnya karena tadi Angga meninggikan suara, Diana pun mulai bersikap manja.
"Ah iya, Kak. Sepertinya aku sedikit tidak enak badan. Aku juga pusing", jawab Diana sambil memegangi dahinya. Sesekali dia mendelik pada Aleen untuk melihat ekspresinya.
Dari kejauhan Aleen menyeringai melihat sikap Diana yang mencari perhatian Angga. Setelah itu Aleen beranjak pergi meninggalkan restoran untuk kembali ke kantor.
"Sebaiknya sekarang kita pergi. Aku akan mengantarmu pulang"
Angga membantu Diana berjalan dengan memapahnya. Sesekali dia menoleh kearah Aleen yang sama sekali tidak berbalik untuk menatapnya dan terus melangkahkan kaki menuju kantornya.
"Kak Angga, ayo"
"Ya, ayo pergi"
...****************...
Setelah menempuh perjalanan dari restoran, akhirnya Diana dan Angga tiba dirumah Diana.
"Mah, aku pulang", ujar Diana begitu dia tiba dirumahnya.
"Sayang, kenapa kamu sudah pulang?".
Bu Dona terlihat heran setelah melihat putrinya pulang lebih awal.
"Tadi Diana bilang tidak enak badan tante, karena itu aku mengantarkannya pulang"
Angga menjelaskan keadaan Diana.
"Benarkah? Kamu sakit? Haruskah kita pergi kerumah sakit?"
Bu Dona sangat terkejut dan panik begitu mendengar kalau Diana sakit.
"Aku tidak papa Mah. Aku hanya butuh istirahat saja. Setelah tidur sebentar badanku pasti lebih baik".
Diana mencari alasan agar sang ibu tidak peelu khawatir sampai membawanya kerumah sakit.
"Kamu yakin tidak papa? Atau kita panggil saja dokternya kemari?", ujar Bu Dona yang ingin memastikan kesehatan putrinya.
"Tidak papa Mah. Aku hanya butuh istirahat. Kak Angga sebaiknya kembali ke kantor saja. Bukankah tadi Kakak bilang masih ada rapat yang harus dihadiri?"
Diana bicara pada Angga setelah dia menenangkan sang ibu.
"Apa kamu yakin tidak papa?"
Angga bertanya untuk memastikan kondisi Diana.
"Aku yakin, Kak. Aku akan lebih baik setelah istirahat nanti. Jadi lebih baik Kakak kembali ke kantor"
Diana terus meyakinkan Angga kalau dia baik-baik saja dan tidak perlu sampai menemui dokter.
"Baiklah. Jika butuh sesuatu katakan padaku", ujar Angga sebelum beranjak pergi.
Diana hanya menganggukkan kepala disertai senyum ketika menanggapi Angga.
"Sampai jumpa. Hati-hati!".
Diana melambaikan tangan pada Angga yang berjalan keluar dari rumahnya.
"Mah, aku ingin menunjukkan sesuatu pada Mama"
Setelah memastikan Angga pergi, Diana mulai bicara pada sang ibu dengan ekspresi serius.
"Apa yang terjadi?Di, kamu benar-benar tidak papa?".
Bu Dona terlihat penasaran dengan apa yang akan dibicarakan putrinya, tapi dia juga penasaran bagaimana putrinya bisa kembali sehat.
"Aku tidak papa. Aku hanya pura-pura sakit agar kak Angga mau mengantarkanku pulang. Ada hal yang penting yang harus Mama ketahui"
Bu Dona semakin penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan Diana. Dia semakin menatap Diana dengan lekat menunggu cerita putrinya itu.
"Lihatlah ini Mah. Aku mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal"
Diana menunjukkan pesan yang dia dapat beserta foto-fotonya.
"Ini kan... ?"
Bu Dona tidak melanjutkan kalimatnya dan langsung menatap putrinya lagi.
"Iya, Mah. Dia pria yang kita bayar untuk menjebak Aleena"
Meskipun bu Dona tidak menyelesaikan pertanyaannya, tapi Diana bisa mengerti apa yang dimaksud sang ibu.
"Bagaimana bisa? Bukankah kamu sudah minta dia bersembunyi diluar kota untuk sementara waktu?"
Bu Dona bertanya dengan raut wajah yang terlihat panik.
"Aku juga tidak tahu mah. Saat itu aku yakin kalau tidak ada seorang pun yang melihat kita. Aku sudah memastikannya sendiri"
Diana menjelaskan pada sang ibu dengan sangat yakin.
"Lalu apa yang harus kita lakukan, Mah?", sambung Diana yang sedikit panik.
"Apa kamu yakin kalau saat itu tidak ada bukti atau saksi saat itu
"Saat itu aku masih sangat yakin tidak ada saksi ataupun bukti yang bisa menjerat kita, tapi setelah mendapat pesan ini … aku tidak begitu yakin lagi Mah".
Diana menjelaskan pemikirannya.
"Mama juga seperti itu. Jika ada yang melihat kita dan memberitahukan semuanya pada papa, pasti papa akan marah besar karena kita sudah menjebak Aleena dan membuat nama baik kita sendiri hancur"
"Jadi kita harus apa, Mah?"
Diana semakin panik memikirkan kemungkinan kalau perbuatannya akan terbongkar.
"Kita harus cari pria ini dan buat dia diam. Jangan sampai dia memberitahu siapapun kalau kita terlibat dengannya".
"Kalau begitu aku akan menyewa orang untuk mencarinya!"
"Ya, temukan secepanya!"
"Baik, Mah"
Diana dan bu Dona pun sepakat untuk mencari pemuda itu dan menutup mulutnya.
...****************...
Sore hari di kantor Aleena.
Aleen sedang menunggu Dev diparkiran karena sang suami belum selesai dengan pekerjaannya.
"Dev mana ya? Kenapa dia lama sekali?",gumam Aleena sambil berkali-kali menatap jam tangannya.
Aleena mengernyitkan dahi heran saat sebuah mobil mewah asing berhenti tepat didepannya. Perlahan salah satu kaca mobil bagian depan diturunkan dan seseorang menunduk untuk bicara pada Aleen.
"Apa kamu Aleena?", tanya seorang wanita cantik yang wajahnya tidak terlihat asing bagi Aleena.
"Benar. Maaf anda siapa ya?", tanya Aleena memastikan orang yang menyapanya.
"Saya kakak iparmu. Bisa kita pergi dulu dari sini sebelum Dev datang dan menarikmu pergi?"
Divya bicara dengan senyum tipis dibibirnya.
Sesaat Aleen terdiam mempertimbangkan ajakan wanita itu.
"Tidak perlu khawatir. Aku tidak akan mencelakaimu sama sekali", ujar Divya lagi meyakinkan Aleen yang sedang ragu.
"Baiklah"
Akhirnya Aleen setuju dan naik ke mobil Divya.
"Kita akan pergi kemana?", tanya Aleen dengan ragu.
"Ke sarang harimau"
"Apa"
Dahi Aleen berkerut karena heran
"Maksudku, kita akan kerumah utama"
Divya menjelaskan sambil tersenyum.
"Oh"
Saat itu Divya juga menghubungi Dev
Tuut tuut tuut
"Ada apa?"
Terdengar suara Dev yang langsung bertanya tanpa menyapa Divya terlebih dahulu.
"Adik kurang ajar! Jika kamu menginginkan istrimu kembali, maka jemput dia sendiri!"
Divya langsung mematikan teleponnya sebelum Dev memberikan tanggapan.
Aleen menatap Divya dengan tatapan heran.
"Apa mereka benar-benar kakak beradik?"