seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Kejaran Tak Terhindarkan
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan gedung yang hancur di belakang mereka. Suasana di dalam kendaraan terasa mencekam, hanya ada suara deru mesin yang memecah keheningan yang berat. Quenn duduk di bangku belakang, merasakan tubuhnya berdenyut dengan setiap gerakan mobil. Luka-lukanya terasa perih, namun ia tahu bahwa ia harus bertahan. Tidak ada waktu untuk sakit.
Vincent duduk di kursi depan, matanya fokus pada jalan yang gelap. "Kalian pikir ini sudah selesai?" tanyanya tanpa menoleh. Suaranya datar, penuh dengan kepastian yang mengganggu. "Ini baru awal."
Quenn menatapnya dengan tajam. "Aku tidak butuh penjelasan lebih banyak. Yang aku tahu, kita harus keluar dari sini. Bagaimana caranya?"
Vincent mengangkat bahu, ekspresinya tidak berubah. "Kami punya rencana. Tapi kalian harus siap. Tidak ada tempat aman sekarang."
Rina yang duduk di sebelah Quenn, menoleh ke arah pria itu. "Jadi kita akan ke mana? Apa rencananya?"
Vincent akhirnya menatap mereka, matanya berbinar dengan sesuatu yang sulit dipahami. "Kalian tidak bisa melawan mereka dengan hanya bertiga. Kita butuh lebih banyak orang. Lebih banyak kekuatan."
Quenn mengerutkan kening. "Kekuatan apa? Siapa yang kita cari?"
Vincent tidak menjawab langsung. Sebagai gantinya, dia menoleh ke arah pengemudi dan memberikan sebuah isyarat. Pengemudi itu mengangguk, lalu berbelok menuju jalan yang lebih kecil dan gelap. Keadaan semakin tidak pasti, dan Quenn merasakan ketegangan yang terus mengalir di sekitarnya. Mereka tidak tahu siapa yang sedang mengejar, atau bahkan apa yang mereka kejar.
"Siapa mereka, Vincent?" tanya Erik yang akhirnya membuka mulut setelah lama terdiam. "Kenapa kita harus ikut denganmu? Apa yang sebenarnya kamu inginkan dari kami?"
Vincent tersenyum tipis. "Aku tidak menginginkan apapun dari kalian. Tapi kalian tidak punya pilihan. Kalian sudah terlibat dalam ini, dan sekarang kita hanya bisa bertahan hidup. Teman-teman kita akan menunggu di tempat yang aman. Kita butuh aliansi, dan kalian yang harus mencari orang-orang itu."
Quenn menatapnya dengan penuh rasa curiga, tapi tak bisa memungkiri bahwa dia membutuhkan jawaban lebih jelas. "Teman-teman? Siapa mereka?"
Vincent menoleh kembali ke arah jalan. "Aku akan mengenalkan kalian pada mereka. Kalian akan tahu siapa yang bisa diandalkan."
Mobil melaju lebih cepat, dan meskipun Quenn tidak bisa melihat banyak hal di luar, ia merasa atmosfer malam semakin berat. Ketegangan di dalam mobil semakin terasa, dan suara tembakan yang jauh mulai terdengar lagi—menandakan bahwa mereka masih berada dalam pengejaran. Ada yang sedang mencari mereka, dan mereka harus cepat sampai ke tempat yang aman.
Setengah jam kemudian, mobil berhenti di sebuah jalan sepi, jauh dari hiruk-pikuk kota. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitar mereka, hanya hutan lebat yang mengelilingi jalan sempit itu.
"Ini dia," kata Vincent, membuka pintu mobil dan melangkah keluar. “Tetap waspada. Kami akan bertemu dengan orang yang tepat di sini.”
Quenn, Rina, dan Erik mengikuti Vincent dengan langkah hati-hati. Keadaan di sekitar mereka terasa semakin menegangkan. Mereka berada di tempat yang sangat terpencil, dan Quenn tahu bahwa jika mereka disergap, mereka tidak akan punya banyak waktu untuk bertahan.
Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah rumah besar yang terisolasi, tersembunyi di balik pepohonan. Rumah itu tampak sunyi dan tidak terjaga, tapi Quenn bisa merasakan bahwa tempat ini bukanlah tempat biasa. Ada sesuatu yang membuatnya merasa bahwa ini adalah tempat pertemuan para pemain besar.
Vincent mengetuk pintu, dan setelah beberapa detik, pintu terbuka perlahan. Seorang pria besar, dengan tatapan tajam dan tubuh kekar, muncul di ambang pintu. "Vincent," katanya dengan suara berat. "Kamu datang lebih cepat dari yang aku kira."
Vincent tersenyum samar. "Aku membawa teman-teman baru. Mereka akan membantu kita."
Pria besar itu menatap Quenn, Rina, dan Erik dengan penuh perhatian, lalu mengangguk. "Masuk. Kami sudah menunggu."
Mereka memasuki rumah itu, yang ternyata lebih besar dan lebih luas di dalam daripada yang terlihat dari luar. Ruangan utama dipenuhi dengan meja-meja besar, layar-layar komputer yang menyala, dan beberapa orang yang sedang berdiskusi serius. Quenn merasakan aura tegang yang menggantung di udara. Semua orang yang ada di sana tampaknya memiliki tujuan yang sama—mereka adalah bagian dari sebuah permainan besar yang lebih dari sekadar pertarungan untuk bertahan hidup.
Pria besar yang menyambut mereka duduk di meja besar, di mana beberapa orang lainnya juga berkumpul. Semua mata tertuju pada mereka. Quenn bisa merasakan keberadaan orang-orang ini begitu kuat—mereka adalah para pemimpin yang beroperasi di balik layar, orang-orang yang memiliki kendali atas kekuasaan yang lebih besar.
"Temui aku, dan yang lainnya," kata pria besar itu. "Aku Thor, dan ini adalah kelompok yang kalian butuhkan jika ingin menghentikan apa yang sedang terjadi."
Quenn menatapnya serius. "Apa yang kalian rencanakan, Thor? Apa tujuan kalian sebenarnya?"
Thor tersenyum lebar. "Tujuan kami sederhana—menghentikan mereka sebelum terlambat. Tapi untuk itu, kita butuh informasi, kita butuh kekuatan, dan kita butuh kalian."
Vincent berjalan menuju meja, memindahkan kursi dan duduk. "Kami sudah melihat betapa besar ancaman mereka. Kita harus bekerja sama untuk menghancurkan Marco dan orang-orang di belakangnya."
Tiba-tiba, salah satu dari orang-orang di ruangan itu, seorang wanita muda dengan rambut hitam panjang, berdiri. "Kalian harus tahu bahwa Marco bukanlah musuh yang biasa. Dia memiliki banyak mata dan tangan yang tersembunyi di setiap sudut dunia ini. Bahkan kita, yang sudah berusaha keras, belum bisa mengalahkannya."
Quenn merasa darahnya berdesir mendengar kata-kata itu. "Lalu apa yang kita lakukan? Kita sudah melawan dia, dan kita masih hidup—tapi dia terus muncul. Apa yang kita perlukan untuk menghentikannya?"
Wanita itu mengangkat bahu. "Kita harus membuatnya kehilangan segala yang dia miliki. Kita serang pusat kekuatannya. Tapi itu hanya bisa terjadi jika kita bekerja bersama."
Quenn mengangguk perlahan, mencerna kata-kata itu. Sekarang mereka tidak hanya berhadapan dengan Marco, tetapi dengan jaringan yang lebih besar dari yang mereka bayangkan. Dan mereka akan bertarung melawan kekuatan yang lebih kuat dan lebih gelap daripada apa yang mereka hadapi sebelumnya.
“Tidak ada pilihan lain,” kata Quenn dengan tegas, suaranya penuh tekad. “Kita harus melawan. Apapun yang terjadi.”
Dengan itu, pertemuan mereka berakhir, tetapi perang yang sebenarnya baru saja dimulai.