cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.
Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.
Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 : Yellow turban.
Udara bergemuruh, dipenuhi teriakan, desingan senjata, dan bau anyir darah. Medan perang Yellow Turban bagai neraka duniawi. Tubuh-tubuh bergelimpangan, membentuk sungai merah yang menjijikkan di antara hamparan tanah kering dan berdebu. Bendera-bendera compang-camping berkibar di tengah pusaran debu dan asap, menandai pertempuran yang tak kenal ampun. CRASH! Suara benturan pedang beradu dengan tombak menggema, diikuti oleh THUD! tubuh yang jatuh.
"Reina," Kei bertanya, suaranya sedikit tertekan di tengah hiruk pikuk pertempuran. "Kau... kau tidak jijik melihat semua ini?" Matanya, meski tajam dan fokus pada pergerakan musuh, tetap menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Ia melihat Reina, yang wajahnya sedikit pucat, namun tetap tegar.
Reina menarik napas dalam-dalam, mencoba menetralisir rasa mual yang tiba-tiba muncul. "Sedikit," akunya, suaranya lembut namun mantap. "Tapi kita harus fokus, Kei. Kita harus menemukan Liu Bei dan saudara-saudaranya." Senyum tipisnya berusaha menyembunyikan ketakutan yang menggigit hatinya. SWISH! Pedangnya meluncur cepat, menebas kepala seorang prajurit Yellow Turban.
"Untuk saat ini," suara Ashinamaru berbisik lembut di benak Reina, "Liu Bei belum bersumpah di bawah pohon persik bersama Zhang Fei dan Guan Yu." Suaranya, seperti embun pagi, menenangkan jiwa Reina yang sedikit terguncang.
ROAR! Ashura, dari dalam tubuh Kei, membentak, suaranya menggelegar seperti guntur. "Misi kalian adalah menemukan mereka di tempat itu! Temukan pohon persik tempat mereka akan bersumpah!" Kekuatan gelap yang mengalir dalam dirinya membuat suaranya penuh otoritas, namun tetap terdengar sedikit cemas.
"Baiklah!" Kei dan Reina menjawab serentak, semangat mereka menyala kembali di tengah keputusasaan. CLANG! Pedang Kei beradu dengan pedang seorang prajurit Yellow Turban, membuat percikan api yang kecil namun menyilaukan.
"Jangan terlalu bersemangat dulu, Tuan-tuan," Ashinamaru menyela, suaranya terdengar geli. "Kalian tahu bagaimana membedakan musuh kalian?" Ia sedikit tertawa, meredakan ketegangan yang mencekam.
Kei mengerutkan kening, matanya menyapu medan perang. "Cih... yang berjubah kuning," katanya datar, pedangnya bergerak cepat dan tepat, menebas leher seorang prajurit. SLASH!
GRUNT! Ashura terkejut. "Dari mana kau tahu, nak?" Suaranya sedikit terbata-bata, masih beradaptasi dengan situasi dan emosi Kei.
Kei tersenyum tipis, sedikit bangga. "Di masa depan... aku sering memainkan game 'Dynasty Warriors' di PlayStation." Ia mengangkat bahu, seolah itu hal yang biasa.
Reina, matanya berbinar, ikut nimbrung. "Wah, kamu memainkan game itu? Aku tahu ini semua karena membaca novel Perperangan Tiga Kerajaan! Shu, Wu, dan Wei!" Ia tertawa, sedikit terhibur.
WHISH! Segerombolan prajurit Yellow Turban menyerbu mereka. "Kei, mereka datang!" seru Reina, suaranya penuh semangat dan sedikit tegang. Senyumnya masih terpatri, namun matanya menunjukkan kewaspadaan.
"Oke, Reina! Serbu mereka semua!" Kei membentak, pedangnya siap menebas. CLANG! CLANG! CLANG! Suara pedang beradu dengan tombak dan pedang lainnya menggema di tengah teriakan para prajurit. THUD! THUD! THUD! Tubuh-tubuh jatuh, menandai akhir dari pertempuran kecil itu. Udara kembali dipenuhi bau anyir darah dan debu. Pertempuran belum berakhir. Perjalanan mereka untuk menemukan Liu Bei, Guan Yu, dan Zhang Fei masih panjang.Kei dan Reina berlari menembus kerumunan prajurit Yellow Turban, udara di sekitar mereka dipenuhi suara teriakan dan benturan senjata. "Reina, kita adakan formasi switch! Bagaimana?" tanya Kei, suaranya tegas meskipun napasnya mulai memburu.
"Oh, switch ya! Baiklah, aku maju duluan!" Reina menjawab, semangatnya tak tertahankan. Dengan lincah, dia berlari mendahului Kei menuju puluhan pasukan yang bersiap menyerang.
Kei memperhatikan Reina dengan hati-hati. "Reina... aku percaya padamu," pikirnya, matanya meneliti pergerakan musuh yang akan diserang Reina. Rasa cemas menyelimuti hatinya, namun keyakinan pada Reina menguatkan langkahnya.
Ketika Reina semakin dekat dengan barisan musuh, dia mengangkat katana-nya, memasang ancang-ancang. "Sekarang!" serunya dalam hati, dan saat itu juga, energi luar biasa mengalir dari katana-nya. Cahaya tajam bersinar dari bilah katana, membuat Reina merasa terangkat—seolah kekuatan baru membawanya melesat cepat. Dalam sekejap, dia menembus barisan prajurit Yellow Turban dengan satu gerakan mematikan, SLASH! tubuh-tubuh jatuh berantakan, tidak ada yang tersisa.
Reina mengayunkan katana-nya untuk membuang darah yang membanjiri bilahnya, lalu menyimpannya kembali. Namun, aroma darah yang menyengat menyerangnya, dan tanpa bisa ditahan, dia mual. "Iu... darah... aku tidak suka darah, ewk..." Dia terbatuk, mencium bau busuk yang menyengat dari para prajurit yang baru saja dihabisinya.
"Wah... kau sangat kuat, Reina!" Ashinamaru, suara lembutnya mengalir dalam pikiran Reina, penuh kekaguman.
"Ini semua berkat kekuatanmu, Ashinamaru," jawab Reina, masih terpesona dengan apa yang baru saja terjadi.
Kei berlari menyusul Reina, napasnya terengah-engah. "Reina..." panggilnya, terkejut melihat kekuatan yang baru saja ditunjukkan Reina. "Kau benar-benar luar biasa!"
"Eh... Hai Kei," Reina menjawab dengan senyuman manis, sedikit membungkuk seolah merayu. "Bagaimana dengan kekuatan Ashinamaru milikku?"
Kei tertegun, "Hah... hanya sekali serangan..." Matanya berbinar penuh kekaguman.
"Baiklah," Kei berkata, suaranya kembali tegas. "Di depan sana ada kamp musuh. Aku akan maju melawan kapten kamp, sedangkan kamu mengawasi dari belakangku. Serang semua prajurit yang tersisa."
"Siap laksanakan, Kei!" jawab Reina, semangatnya kembali membara. Dia merasa terhubung dengan kekuatan di dalam dirinya, bertekad untuk melindungi Kei dan mengubah jalannya pertempuran.
Dengan keberanian yang tak tergoyahkan, Kei dan Reina nekat memasuki kamp musuh, menyerang tanpa rasa takut meskipun prajurit kecil Liu Bei tidak sempat bersiap. Setiba mereka di gerbang kamp musuh, suasana tegang menyelimuti.
"Kei... sekarang!!" teriak Reina, berlari cepat mundur ke belakang Kei, bersiap untuk memberikan dukungan.
"Baiklah, mohon bantuannya, Reina," jawab Kei, berlari dengan sangat laju, pedang di tangan siap untuk menyerang.
Dari atas menara kayu, seorang pemanah Yellow Turban berteriak, "Siapa itu? Mereka berani sekali menyerang tanpa prajurit!" Suaranya penuh kebingungan dan ketakutan.
"Semua! Tembak ke arah mereka berdua!" sorak kapten pemanah, suaranya menggelegar perintah. Ratusan panah melesat, berkilau di bawah sinar matahari, menuju Kei dan Reina.
"Reina, awas!" Kei berteriak, namun Reina sudah siap. Dengan sigap, dia mengeluarkan katana-nya, mengambil ancang-ancang untuk merobohkan menara pemanah. "Kei... berlari ke depan, kalahkan kapten kampnya! Biarkan aku urus para pemanah ini..." sorak Reina, semangatnya tak terbendung.
Kei mengangguk, berlari maju dengan dua pedang kegelapan di tangan. "S... si. Siapa mereka...?" tanya salah satu prajurit Yellow Turban, ketakutan melihat Kei yang melesat.
Kei, dengan mata yang mulai memancarkan aura kegelapan, berlari ke arah prajurit garis depan. "Kei... gunakan skill jarak jauhmu, 'X Ray Darkness' untuk menyapu habis pasukan garis pertama!" perintah Ashura, suaranya berat namun penuh semangat.
"Baiklah..." Kei menjawab, berhenti sejenak. Dengan gerakan cepat, dia melompat dan berputar 360 derajat sebelum kakinya menyentuh tanah. Setelah itu, dia mengayunkan kedua pedangnya dalam bentuk huruf X, menciptakan aura kegelapan yang melesat cepat.
WHOOSH! Semua prajurit garis depan terpental, terjatuh tak berdaya, menyisakan hanya kapten kamp dan delapan bodyguard-nya.
Di belakang Kei, Reina bersiap. "Reina, gunakan skill jarak jauhmu, 'Light Wind Attack'. Arahkan ke atas dan ayunkan katana-mu dengan garis horizontal!" instruksi Ashinamaru.
"Baiklah..." Reina menjawab, berlari mengambil ancang-ancang. Tanpa ragu, dia mengayunkan pedangnya ke atas dengan kekuatan penuh. Cahaya lebar berbentuk sabit menyebar, mengenai semua menara pemanah dan membuatnya roboh dengan sekali serangan. CRASH! Suara kayu patah dan teriakan panik memenuhi udara.
Kini, Kei siap bertarung dengan kapten kamp. Melihat Kei maju, kapten kamp ketakutan. "Hei, anak-anak bodoh! Serang bocah ingusan itu!" teriaknya kepada bodyguard-nya, yang berlari dengan gelisah.
Kei menangkis serangan kedelapan bodyguard itu dengan kemarahan yang mulai meluap. "Bocah ingusan, katamu?" ucapnya, suaranya penuh emosi. Dengan satu dorongan kuat, dia mendorong kedelapan bodyguard hingga terjatuh tak berdaya.
Dalam keadaan marah, Kei mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah, melepaskan gelombang kejut beraurakan kegelapan yang melesat lurus menembus tubuh delapan bodyguard dan kapten kamp. BAM! Semua tewas seketika setelah terkena gelombang kejut tersebut.
Kei berdiri tegap, memasukkan kedua pedang kegelapan itu ke dalam sarungnya. "Wah, wah... amarahmu membuatmu membuka skill baru, 'Darkness Shockwave'," ucap Ashura, suaranya berat dengan nada sedikit tawa.
Reina mendekat ke tempat Kei berdiri. "Kei!" serunya dari kejauhan, wajahnya bersinar dengan kebanggaan.
Kei mendengar suara Reina, dan menghadap ke belakang, berjalan ke arahnya. "Wah Kei, tadi itu sangat keren..." ucap Reina, terpesona oleh kehebatan Kei.
"Terima kasih..." jawab Kei santai, namun matanya menyapu sekeliling. "Tapi... apakah kamu yang merobohkan semua menara ini?" tanyanya, penasaran.
"Itu semua berkat aku..." Reina menjawab, menunjuk dirinya dengan jari jempol.
"Kau sangat mengerikan di dunia ini, Reina..." Kei berkata dengan suara datar, namun senyum tipis tersungging di wajahnya. "Seharusnya, Liu Bei, Zhang Fei, Guan Yu dan prajuritnya sudah menyerang kamp ini. Sepertinya kita terlalu cepat menghancurkannya..."
"Iya sih... ya sudah, mari kita ke tempat pohon persik, di mana Liu Bei, Zhang Fei, dan Guan Yu mengucapkan sumpah persahabatan mereka. Aku sangat penasaran dengan tempat itu..." kata Reina, semangatnya kembali berapi-api saat membayangkan pohon persik tersebut.
"Baiklah, Reina," ucap Kei dengan senang hati.
Mereka berdua pun berjalan santai menuju pohon persik, tempat di mana sejarah akan diukir dengan sumpah persahabatan yang abadi. Dengan hati yang penuh harapan, mereka melangkah menuju takdir yang lebih besar, bertekad untuk menciptakan kisah mereka sendiri dalam sejarah.
Kei mengangguk, siap dengan pedangnya di tangan, menunggu sinyal dari Reina. Dalam sekejap, Reina melesat maju, menyerang dengan semua kekuatan yang dia miliki. "Ayo kita akhiri ini!" teriaknya, suara penuh semangat menyatu dengan suara pertempuran yang menggelegar di sekeliling mereka. Pertarungan baru saja dimulai.