Hati Yang Kau Sakiti

"Aku tidak bermaksud jadi anak durhaka bu. Tapi....tapi mana mungkin aku menikahi perempuan lain, sedangkan aku memiliki istri dan anak. Dan kenapa harus aku yang menikahi anak pak Wirya?. Masih banyak lelaki lajang di luar sana."

"Iya Alfian, tapi yang di inginkan pak Wirya menjadi menantunya adalah kamu. Lagi pula, apa salahnya mempunyai dua istri?. Kamu tahu sendiri, di luar sana pun banyak laki-laki yang memiliki dua istri."

"Apa? Bu, apa ibu sadar dengan yang ibu katakan?. Ibu itu seorang perempuan, sama seperti Arini. Bagaimana seandainya ibu berada di posisi Arini?."

"Kalau ibu di posisi Arini, ibu akan izinin kamu buat nikah lagi, apalagi ini semua demi menyelamatkan nama baik mertuanya. Kalau istri kamu memang menantu yang baik, dia pasti tidak keberatan. Ibu berani jamin, kamu tidak akan rugi menikah dengan anak pak Wirya, karena dia berjanji akan menanggung biaya hidup kamu, hidup Arini dan anak kalian. Lagi pula selama ini kamu dan Arini hidup susah kan."

"Astagfirullah bu!!

"Sudahlah Alfian. Ibu nggak mau berdebat. Sekarang ibu mohon sama kamu, tolong kamu mau melakukannya, demi bapak dan demi ibu. Kamu boleh melakukan apapun setelah nanti bapakmu bebas. Kalau kamu mau menceraikannya pun, ibu tidak akan menghalangi, yang penting sekarang bapakmu bisa bebas."

"Kalaupun seandainya aku mau melakukannya, apa yang harus aku katakan pada Arini?. Aku nggak mungkin tega menyakitinya."

"Ya sudah kalau begitu, Arini nggak perlu tahu. Kamu bisa menikah tanpa sepengetahuan Arini."

"Enggak bu. Aku nggak bisa."

"Ya sudah, kalau kamu mau jadi anak durhaka, terserah. Kamu lebih memilih istri kamu daripada orangtua kandungmu sendiri. Kalau begitu mulai sekarang jangan pernah lagi kamu menganggap ibu sama bapak sebagai orang tua kamu." Pungkas bu Ratih lalu pergi meninggalkan Alfian di ruang tamu.

Alfian nampak bingung dan frustasi memikirkan permintaan pak Wirya yang disampaikan bu Ratih tadi. Dia bertanya-tanya dalam hati, kenapa harus dirinya yang menikahi anak pak Wirya yang hamil di luar nikah itu. Kenapa pak Wirya memilih dirinya, yang notabene hanya seorang sopir pengantar ayam ternak, bawahannya sendiri.

Alfian memang sudah pernah beberapa kali bertemu dengan anak pak Wirya, yang bernama Sandra, saat dia mengantar atau mengambil keperluan peternakan ke kantor pusat, karena anak pak Wirya yang mengurus dan mengawasi disana. Bahkan Alfian pun pernah melihat Sandra dan kekasihnya disana.

Dari segi penampilan, dan segi apapun anak pak Wirya tentu saja jauh lebih berkelas dibanding Arini dan juga dirinya, lalu kenapa harus Alfian yang menikahinya.

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

Malamnya.

Alfian semakin bingung dan gelisah saat dia ingat ucapan bu Ratih yang menyebutnya anak durhaka. Dia tidak mau jdi anak durhaka, tapi dia juga tidak mau menyakiti Arini yang dia cintai dan sangat mencintainya. Alfian bisa merasakan itu, merasakan cinta Arini yang besar terhadapnya. Lalu apakah Alfian tega menyakitinya?.

"Mas!! Suara Arini menyadarkan Alfian dari lamunannya.

"Kamu melamun?." Tanya Arini.

"Eh...enggak kok." Jawab Alfian.

"Jangan bohong. Aku lihat sepertinya kamu lagi mikirin sesuatu. Mikirin apa sih?."

"Bener kok, aku nggak ngelamun. Aku cuma lagi mikirin bapak."

"Oh ya mas, ngomong-ngomong apa yang ibu bicarakan sama kamu?." Tanya Arini.

"Oh ..itu ...anu...ibu....ibu tadi cuma ngomongin bapak. Iya, ibu tadi minta aku mikirin cara buat ngeluarin bapak dari penjara." Jawab Alfian.

"Ohh." Balas Arini.

"Udah malam. Sebaiknya kita tidur. Aku juga udah ngantuk." Kata Alfian lalu berbaring, menarik selimut lalu memejamkan mata.

Arini menatap suaminya sebentar, sebelum akhirnya dia ikut berbaring disampingnya, walau dia belum merasa ngantuk.

Arini memiringkan badan, memunggungi Alfian.

"Aku tahu kamu bohong mas. Asal kamu tahu, aku mendengar percakapan kamu dan ibu." Ucap Arini, membuat Alfian terkejut dan langsung membuka matanya. Dia membalikan badan menghadap ke arah Arini yang memunggunginya.

"Kamu...."

"Maaf mas, aku tidak bermaksud menguping pembicaraan kalian. Tadi aku lihat dompet kamu ketinggalan, dan aku hanya berniat mengantarkan dompet kamu ke rumah ibu. Jadi, aku tak sengaja mendengar semuanya." Ucap Arini dengan mata berkaca-kaca.

"Rin...."

"Kamu nggak akan melakukannya kan mas?. Kamu nggak akan menikahi perempuan itu? Kamu nggak akan tega menduakan aku kan?." Tanya Arini dengan air mata yang mulai menetes di pipinya.

"Rin....aku....."

"Kamu tahu mas, aku juga nggak tega melihat bapak di penjara. Tapi apa tidak ada cara lain yang bisa kita lakukan untuk mengeluarkan bapak selain kamu menikahi anak pak Wirya?. Aku nggak mau mas. Aku nggak mau. Atau bagaimana kalau kita jual saja tanah pemberian ibuku, untuk menebus bapak, aku rela. Asal kamu tidak menikahi perempuan itu." Ujar Arini yang sudah tidak bisa menahan tangisnya.

Alfian terenyuh mendengar ucapan istrinya itu, apalagi melihat wajahnya yang berlinang air mata. Dia benar-benar iba, dan ikut merasakan sakit yang di rasakan Arini.

Alfian berjanji tidak akan menuruti permintaan bu Ratih. Dan sebagai gantinya, Alfian setuju dengan ide Arini yang akan menjual tanah pemberian atau tanah warisan dari bu Dasima, untuk menebus pak Hardiman dari penjara. Alfian berjanji, dia akan menggantinya suatu hari nanti.

...****************...

.

.

BERSAMBUNG 🌺