BY : GULOJOWO NOVEL KE-7 😘
"Menikahlah dengan ku, aku pastikan ayah mu bisa melihat lagi."
Gluk!
"Dan jika kamu bisa membangunkan milik ku, maka aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan."
Gluk!
Lagi-lagi Kirana, gadis yang akrab dengan panggilan Kiran itu menelan ludahnya berkali-kali saat mendengar ucapan dari bosnya yang menurut rumor yang beredar di kantor tempatnya bekerja, bosnya itu mengidap impoten.
Apakah Kirana akan menerima tawaran bosnya itu dengan iming-iming yang dijanjikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GuloJowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 21
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kirana segera berpamitan kepada kedua calon mertuanya itu. Mama Davina tadi sempat memintanya untuk menginap di sana. Namun Kirana langsung menolaknya dengan halus, karena tidak mungkin dirinya tega meninggalkan ayahnya seorang diri di rumah dalam keadaan tidak dapat melihat. Meskipun jika ayahnya itu bisa melihat, belum tentu Kirana mau. Alasan apa yang nantinya akan digunakan oleh Kirana kepada ayahnya. Dirinya saja belum memberitahukan tentang rencana pernikahannya itu. Kirana yakin ayahnya pasti akan terkejut. Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba saja dirinya memberitahukan kepada ayahnya bahwa dirinya akan menikah dengan bosnya. Kirana saja tidak bisa membayangkan ekspresi keterkejutan ayahnya nanti saat dirinya mengatakan semua itu.
"Antarkan calon istri mu pulang Nio." Perintah Mama Davina kepada anak laki-lakinya.
"Bagaimana kalau sopir saja yang mengantarkan Kirana Ma? Nio capek mau istirahat." Nego Arsen. Bukan capek sebenarnya, hanya saja dirinya malas jika harus mengantarkan Kirana pulang. Kalau saja masih ada sekretaris Niko di sana, sudah pasti Arsen akan meminta sekretarisnya itu yang mengantarkan Kirana pulang.
"No! Kamu harus memastikan sendiri keselamatan calon istri mu sampai ke rumahnya." Ujar Mama Davina tegas tak terbantahkan. Mau tak mau Arsen pun segera beranjak dari duduknya. Meskipun dengan perasaan gondok, akhirnya Arsen sendirilah yang mengantarkan Kirana.
Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam membisu, tidak ada obrolan sama sekali yang menemani. Kirana menunduk takut sedangkan Arsen fokus menatap ke depan.
Kurang dari satu jam mereka sudah tiba di depan rumah Kirana. Jalanan lumayan lenggang malam ini karena malam sudah semakin larut.
"Terimakasih Tuan." Kirana hampir saja membuka pintu mobil yang ada di sampingnya namun urung saat mendengar suara bosnya itu.
"Ingat, lakukan tugas mu dengan sebaik mungkin. Jangan sampai keluarga ku tahu alasan yang sebenarnya kamu menikah dengan ku!" Ujar Arsen pelan namun penuh dengan penekanan di setiap ucapannya.
"Ba-baik Tuan." Memangnya apalagi yang bisa dilakukan oleh Kirana? Dirinya sudah memutuskan pilihannya untuk menikah dengan bosnya. Jadi dirinya harus bertanggung jawab dengan keputusannya itu.
"Turun sana!" Usir Arsen.
Kirana langsung turun dari mobil setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada bosnya yang sudah mau mengantarkannya pulang. Kirana langsung melangkahkan kakinya dengan lesu menuju ke teras rumahnya setelah mobil bosnya itu menghilang dari pandangannya.
Saat tiba di teras rumahnya, Kirana tak langsung membuka pintu rumahnya. Ia malah mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada di teras. Ia pandangi Langit malam ini yang nampak gelap, sesuram hatinya saat ini. Memikirkan bagaimana nanti nasib rumah tangga yang akan dijalaninya. Akankah pernikahannya nanti berjalan dengan semestinya? Namun saat dirinya mengingat bahwa pernikahan yang akan terjadi bukan atas dasar cinta, Kirana sudah pesimis duluan.
"Ah sudahlah, biarkan nanti mengalir seperti halnya air yang mengalir." Kirana bangkit kemudian segera membuka pintu rumahnya.
Pada putaran kedua, kunci pintu rumahnya berhasil ia buka. Kirana menyeret langkahnya memasuki rumah yang lampunya masih menyala terang. Dan betapa terkejutnya dirinya saat mendapati sang ayah tertidur di atas kursi kayu yang ada di ruang tamu. Kirana segera berjalan menghampiri ayahnya.
Kirana berjongkok di samping sang ayah. Dengan pelan dirinya mencoba membangunkan ayahnya. Disentuhnya tangan sang ayah yang terlipat di atas perut. "Ayah," Lirih Kirana karena tidak ingin membuat ayahnya terkejut. "Yah," Ulang Kirana seraya memberikan sedikit guncangan.
Akhirnya Pak Irwan membuka matanya perlahan. "Ana? Ana kah itu?"
"Iya yah, ini Ana." Kirana langsung meraih kedua tangan ayahnya dan langsung menempelkannya pada kedua pipinya.
Pak Irwan terkekeh. "Kenapa pulang selarut ini?" Pak Irwan bangkit kemudian mendudukkan tubuhnya.
"Tadi ada salah satu karyawan kantor yang lembur dan minta ditemani sama Kirana. Jadi Kirana dan Mei menunggunya hingga pulang." Maaf ayah. Batin Kirana yang sebenarnya tak sampai hati harus membohongi ayahnya.
"Owh, apa sudah makan?" Pak Irwan mengelus lembut kepala anaknya. Dia tak henti-hentinya bersyukur di dalam hati memiliki anak seperti Kirana.
"Sudah di kantor. Apa Ayah sudah makan?"
"Sudah, Ayah tadi makan duluan karena nunggu kamu kelamaan."
"Iya tak apa, maaf ya Ana nggak bisa nemenin Ayah makan."
Pak Irwan lagi-lagi terkekeh. "Ya sudah sana, mandi terus istirahat."
"Iya, Ayah juga istirahat ya. Ayo Ana bantu masuk ke dalam kamar." Kirana segera membimbing ayahnya dan membawanya masuk ke dalam kamar. Kemudian Kirana masuk ke dalam kamarnya sendiri setelah memastikan ayahnya tidur dengan nyaman.
"Ya ampun....." Kirana menepuk jidatnya saat masuk ke dalam kamar mandi dan dirinya baru menyadari baju yang masih melekat di tubuhnya. "Ya sudahlah, besok biar aku laundry dulu, baru setelah itu aku kembalikan kepada Tuan Arsen." Kirana segera membuka baju yang melekat di tubuhnya dengan hati-hati karena takut robek. Sayang kan jika baju semahal itu robek. Dirinya tidak akan mampu mengganti harga baju itu jika sampai baju itu robek. Butuh empat bulan gajinya hanya untuk harga sebuah dress.
Kirana sudah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur saat ponselnya berdering. Nama Mei tertera di sana. Kirana segera mengangkatnya karena dirinya tahu pasti saat ini Mei sedang mengkhawatirkannya.
Setelah memberitahukan kepada sahabatnya itu bahwa dirinya sudah berada di rumah, Kirana segara mengakhiri sambungan teleponnya. Namun hingga larut matanya tak kunjung bisa terpejam. Kepalanya berdenyut sakit saat memikirkan kejadian yang baru saja dialaminya hari ini hingga berakhir dirinya harus menerima tawaran dari bosnya untuk menikah. Semua terasa mendadak. Bahkan Kirana tidak tahu harus menjelaskan kepada ayahnya dari mana.
Karena kelelahan dan juga kepalanya yang semakin berdenyut, akhirnya tanpa sadar Kirana tertidur dengan posisi meringkuk memeluk guling kesayangannya. Pasti setelah menikah nanti dirinya akan merindukan gulingnya itu yang sudah menemani malam-malam panjangnya.
*****
*****
*****
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏
Terimakasih
rasain luuu