Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 7
"Serius mbak?!", tanya Arya sumringah.
Intan hanya mengangguk, tapi senyuman bahagia tak hilang dari bibirnya.
"Kalian pasti senang kan rencana kalian berhasil?", Intan berlagak sinis seraya berdiri meninggalkan makam ibunya diikuti Arya di belakangnya.
"Rencana apa maksudnya mbak?", giliran Arya yang berlagak tak mengerti, padahal dia tahu betul yang dimaksud Intan.
"Terima kasih banyak ya Ar. Kamu seharusnya gak perlu berbuat sejauh ini. Gara-gara mbak dan Bang Irwan, kamu terpaksa menikah dengan Tiara"
"Mbak ngomong apa sih?! Gak ada paksaan kok. Saya menerimanya dengan ikhlas. Cepat atau lambat, saya kan suatu saat memang harus menikah"
"Ya tapi paling tidak kamu pasti berharap bisa menikah dengan seseorang yang kamu sukai kan?! Mbak hanya takut kalau hati kamu menolak Tiara sebagai calon isterimu", Intan terlihat khawatir.
Mereka kini sudah tiba di parkiran.
"Gak kok Mbak, saya sudah menerima Tiara. Yang saya takutkan malah Tiara yang belum bisa menerima saya", ucap Arya sendu, teringat ucapan Hanif tadi siang.
Intan malah terkekeh mendengar ucapan Arya.
"Ngomong apa sih kamu?! Ya gak mungkin lah, secara dia merasa dapat durian runtuh gitu kok", Intan malah tertawa.
Arya mengerutkan dahinya.
"Maksudnya apa mbak?!"
Intan hanya tersenyum.
"Sudah, gak perlu khawatir. Intinya Tiara gak keberatan kok nikah sama kamu"
"Mbak yakin? Soalnya saya tahu persis kalau Tiara menyukai seseorang. Hanya saja orang itu juga akan menikah, bahkan sebelum kami"
"Siapa?"
"Hanif", jawab Arya pendek dan terlihat agak kesal.
"Hanif? Manajer HRD?"
Arya hanya mengangguk.
"Eng.. kayaknya gak deh. Mbak pasti tahu semua cowok yang pernah dia suka dan Hanif bukan salah satunya" Intan terlihat sangat yakin.
"Dia yang ngomong sendiri ke aku sama Zaki mbak. Malahan Hanif calon pertama usulan dari dia sendiri, tapi ternyata sudah punya calon isteri. Baru setelah nyari ke sana kemari gak ada yang cocok, akhirnya aku yang maju mbak. Gitu ceritanya"
"Waduh, kasian bener Tiara. Gak ada yang mau sama adikku sampai-sampai kamu jadi sukarelawan"
"Ya.. itu karena kami gak ngomongin di awal siapa ceweknya sama peserta audisi mbak. Mau dilihat dulu profilnya, baru ditanyakan ke Tiara. Ternyata gak ada yang cocok"
Intan tersenyum geli. Entah apa maksudnya.
"Jadi kamu curang dong, kamu kan kenal sama ceweknya"
"Ya.. ya gak gitu juga mbak. Itu.. aduh gimana ya?", Arya serba salah, dalam hatinya membenarkan ucapan Intan.
"Iya.. mbak paham kok. Kamu juri yang merangkap jadi peserta dan memanfaatkan informasi rahasia untuk memenangkan kompetisi, gitu kan?"
"Gak mbak, demi Allah saya gak ada maksud begitu", Arya panik mendapat tuduhan dari Intan.
Intan tak bisa menahan tawa melihat Arya kelabakan.
"Oke.. oke maaf. Mbak keterlaluan bercandanya. Pokoknya begini Ar, mbak senang karena kamu yang akan menikah dengan Tiara, bukan yang lain. Jadi, tolong jaga adik mbak baik-baik. Bahagiakan dia, dan cobalah untuk tidak membuatnya terluka. Mbak sangat menyayanginya Ar", kini mata Intan mulai berkaca-kaca.
"Insya Allah mbak. Tolong tegur saya kalau ada yang kurang pas dalam memperlakukan Tiara. Saya juga perlu belajar banyak tentang Tiara"
"Tentu saja, Insya Allah. Makasih ya Ar", ucap Intan tersenyum seraya menghapus air matanya.
********
Arya mendatangi ruangan HRD untuk mengambil surat cutinya. Kemungkinan dititip Hanif pada stafnya karena terhitung mulai hari ini dia sudah tidak masuk kantor.
"Assalamualaikum.. selamat pagi.. mau nanya surat cuti punyaku sama punya Tiara dititip Hanif ke siapa ya?", tanya Arya pada staf di situ.
"Ehm.. Pak Hanif gak ada nitip apa-apa Mas. Mungkin Mas Arya bisa langsung tanyakan ke beliau. Beliau ada di ruangannya"
Arya mengerutkan keningnya.
"Lho? Bukannya dia cuti mulai hari ini karena lusa mau nikah?"
"Gak tahu Mas, Pak Hanif hari ini masih ngantor tuh"
Arya mulai tak karuan, memandang sebentar ke arah pintu ruangan Hanif yang tertutup rapat.
"Ya udah, makasih banyak"
"Eh, Mas, beneran nih Mas Arya sama Tiara mau nikah?", tanya staf yang lain.
"Yo ii.., doain supaya lancar ya?"
"Wah.. ada yang patah hati nih", ucapnya lagi seraya melirik teman di sampingnya.
Temannya jadi salah tingkah lalu mendorong lengannya dengan wajah cemberut. Arya hanya tersenyum kemudian permisi ke ruangan Hanif.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumussalam", jawab Hanif dengan ekspresi datar, cenderung kesal.
"Nif, surat cutiku sama Tiara sudah siap?", Arya duduk di hadapan Hanif.
"Belum", jawab Hanif pendek.
"Belum? Kapan bisanya Nif? Kalau hari ini belum, takutnya nanti malah lo keburu cuti jadi susah urusannya"
"Aku gak jadi cuti"
Arya jadi bingung dibuatnya.
"Gak jadi? Maksudnya gimana?"
Hanif menghela nafas lalu menatap Arya.
"Aku sudah membatalkan pernikahanku dan bertekad untuk mengejar Tiara demi kebahagiaan kami sebelum kamu menikahinya" jawab Hanif ketus.
Arya terperangah, tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya.
"Lo, serius Nif?"
Dia tak percaya dengan apa yang telah dilakukan Hanif. Sementara Hanif mengangguk mantap.
"Lo betul-betul gila ya Nif. Gue gak ngerti dengan jalan pikiran lo. Bisa-bisanya lo ngebatalin rencana pernikahan lo yang sudah di depan mata", Arya kesal, benar-benar kesal.
"Lebih baik begitu, daripada nanti aku menyesal seumur hidup"
Arya hanya bisa ternganga mendengar perkataan Hanif.
"Jangan bilang kalau lo sengaja gak nyiapin surat cuti kami karena rencana gila lo itu", Arya mau tak mau jadi curiga.
"Memang", sahut Hanif seenaknya.
"Astaghfirullah.. Hanif! Lo benar-benar..", Arya tak mampu meneruskan kalimatnya.
Dia berdiri lalu keluar ruangan Hanif karena kekesalannya sudah sampai di ubun-ubun. Dia takut kalau dia tetap di sana dan tak bisa mengendalikan dirinya malah akan membuat keadaan jadi tambah parah.
Arya lalu menuju ruang kerjanya. Zaki yang melihat wajah Arya yang merah padam sontak menjadi heran.
"Kenapa tu muka? Habis dipake ngulek sambel?", tanya Zaki sambil matanya mengikuti pergerakan Arya hingga duduk di kursinya.
Arya hanya diam. Mengambil botol minumnya kemudian minum untuk mengurangi panas di hatinya.
"Ya udah. Nanti kalau sudah siap ngomong, beritahu gue", Zaki kemudian kembali ke kegiatannya semula.
"Ikut gue ke kantin, sekarang", ajak Arya yang berdiri lagi menuju pintu.
"Lo lapar Ar? Belom sarapan?", Zaki masih tak beranjak dari tempatnya.
"Gak usah banyak tanya Zack, ikut aja. Cepetan!"
Zaki terpaksa mengalah. Mereka menuju ke kantin yang pada jam ini masih sepi. Setelah memesan minuman dan makanan kecil, mereka lalu duduk di pojokan.
"Kenapa Ar? Ada masalah? Lo ribut sama Tiara?"
Arya menatap Zaki dengan tatapan tajam kemudian menutup matanya sebentar seraya menghela nafas. Arya lalu menceritakan kejadian di ruangan Hanif.
"Apa?! Tu orang udah gila kali, bisa-bisanya dia sampai berbuat kayak gitu. Otaknya udah kebalik kayaknya"
"Hush! Lo jangan ikutan asal ngomong Zack"
"Ya memang kan. Masih mending gue bilang kebalik, bukan hilang"
Arya menyerah dan membiarkan Zaki.
"Gue jadi bingung Zack. Gimana kalau misalnya Tiara.."
"Stop, lo jangan ngomong yang nggak-nggak Ar. Entar otak lu ikutan kebalik. Omongan gila begitu jangan diambil hati Ar. Lo bentar lagi nikah sama Tiara. Titik. Kalau ada yang coba bikin jadi koma, biar nanti gue yang hapus ekornya tuh koma biar jadi titik lagi. Lo tenang aja bro", sahut Zaki berapi-api.
Arya tersenyum mendengar kisah titik dan koma dari Zaki.
"Gak bro, gue benar-benar khawatir sama Tiara. Gimana kalau dia juga membatalkan rencana pernikahan kami dan menerima Hanif", Arya mengusap kasar wajahnya.
"Gak bakalan bro, gue yakin Tiara bukan orang yang kayak gitu"
Arya sekali lagi hanya menghela nafas.
********
Tiara kini berada di ruangan Hanif. Ia datang ke situ atas panggilan dari Hanif dan mengira itu berkaitan dengan surat cutinya. Tapi ternyata Tiara salah. Hanif menceritakan pembatalan pernikahannya dan meminta Tiara melakukan hal yang sama supaya mereka berdua bisa menikah.
Tiara terperangah tak percaya. Dia mengutuk dirinya sendiri atas apa yang dikatakannya pada Arya dan Zaki saat mereka hendak mencarikan calon suami untuknya.
"Mm..maaf Mas. Aku.. aku sebenarnya tidak bermaksud begitu. Aku.. gak nyangka kalau Mas Hanif bertindak sejauh ini gara-gara ucapanku. Ya Allah.. astaghfirullah.. Apa yang sudah kulakukan", ucap Tiara lirih dengan mata berkaca-kaca.
"Maksud kamu apa Ra? Ucapan yang mana?"
"Aku.. aku memang menyebut Mas Hanif saat mereka bertanya apa aku punya rekomendasi untuk calon suami. Tapi, aku bilang begitu karena aku yakin Mas Hanif pasti menolak karena aku tahu Mas Hanif akan menikah. Itu.. cuma akal-akalanku saja, soalnya mereka terus-terusan maksa aku"
"A..apa?! Akal-akalan?! Maksud kamu, kamu tidak benar-benar punya perasaan sama aku Ra? Itu cuma sebuah kebohongan? Begitu?", Hanif terdengar emosi.
"Maaf mas..", Tiara kini terlihat takut akan reaksi Hanif.
"Maaf? Kamu bilang maaf? Kamu tahu apa yang sudah kamu perbuat Ra? Kamu sudah menghancurkan semuanya. Kamu keterlaluan Ra. Aku tidak peduli, kamu harus menikah denganku untuk bertanggung jawab atas perbuatanmu. Toh kamu memang mau menikah kan? Apa bedanya kamu menikah dengan siapa", bentak Hanif dengan nada penuh emosi dan mata yang memerah.
"Aku..aku tidak bisa mas. Maafkan aku", Tiara mulai terisak.
Staf HRD yang mendengar bentakan dari dalam ruangan Hanif sontak merasa kaget. Khawatir akan apa yang terjadi karena Tiara juga ada di dalam, salah seorang dari mereka kemudian menghubungi Arya.
Beberapa saat kemudian, Arya dan Zaki sudah masuk ke ruangan Hanif dan mendapati Tiara tengah menangis tertahan.
"Tiara, keluar. Pergi ke Mbak Intan"
Arya menatap tajam ke arah Hanif.
"Mas Hanif, sekali lagi maaf", ucap Tiara lirih sembari meninggalkan ruangan itu.
Zaki menutup pintu kemudian bergabung dengan Arya yang bersiap menginterogasi Hanif atas kejadian barusan.
Bagus...