Agnes menjalani kehidupan yang amat menyiksa batinnya sejak kelas tiga SD. Hal itu terus berlanjut. Lingkungannya selalu membuat Agnes babak belur baik secara Fisik maupun Psikis. Namun dia tetap kuat. Dia punya Tuhan di sisinya. Tapi seolah belum cukup, hidupnya terus ditimpa badai.
"Bagaimana bisa..? Kenapa Kau masih dapat tersenyum setelah semua hal yang mengacaukan Fisik dan Psikis Mu ?" Michael Leclair
"Apa yang telah Dia kehendaki, akan terjadi. Ku telan pahit-pahit fakta ini saat Dia mengambil seseorang yang menjadi kekuatanku. Juga, Aku tetap percaya bahwa Tuhan punya rencana yang lebih baik untukku, Michael." Agnes Roosevelt
Rencana Tuhan seperti apa yang malah membuat Nya terbaring di rumah sakit ? Agnes Roosevelt, ending seperti apa yang ditetapkan Tuhan untuk Mu ?
Penasaran ? Silakan langsung di baca~ Only di Noveltoon dengan judul "Rencana Tuhan Untuk Si Pemilik Luka"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ATPM_Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Agnes memejamkan kelopak mata. Dia harus diam di tempat tanpa pergerakan, tanpa suara, agar emosi Ayah dan Ibu nya tidak semakin menjadi-jadi.
“Dasar wanita j*lang! Dia menghancurkan keuntungan yang akan Kita dapatkan jika memiliki hubungan keluarga lewat pernikahan ini!” Teriak Fransiskus.
“Padahal Aku baru saja membicarakan bisnis produk wajah baru bersama Nyonya Paulina, tapi bagaimana sekarang ? Dia pasti tidak akan melakukan nya dengan Ku. Tapi dengan Ibu wanita J*lang itu! Arrgghh!” Sambung Sisilia.
“Bisnis Ayah dan Ibu pasti akan tetap berjalan lancar. Karena tadi Tuan Antonio jelas-jelas menekankan hal ini.” Tutur Agnes sambil menatap Ayah dan Ibu. Berharap perkataannya dapat dipahami oleh Mereka.
“Diam Kau! Kau pikir Kau tidak bersalah di sini ? Itu karena wanita murahan itu kau jadikan Sahabat. Hah! Sahabat apa yang tidur dengan tunangan milik Mu ?” Sambung Sisilia sambil menunjuk-nunjuk ke arah wajah Agnes.
Sisilia lanjut meneriaki Agnes. Mengatai dia Dungu, bodoh, Idiot, lelet, dan dilanjutkan dengan caci maki serta sumpah serapah.
“Haah.. Semua ini akan lebih baik kalau yang hamil itu diri Mu!”
Perkataan yang baru saja keluar dari mulut Sang Ayah berhasil merobek gendang telinga Agnes dan menciptakan belati yang menusuk sampai keulu hati. Sakit namun tak berdarah.
Tak cukup dengan itu, Sisilia lanjut bersuara “Dasar anak tolol! Kau itu selalu... Selalu saja ahli dalam mengecewakan Ibu. Pergi dari hadapan Ku! Kau membuat Ku muak!”
“Baik,” tutur Agnes pelan dengan bibir yang bergetar.
Dengan cekatan Dia menaiki anak tangga kemudian masuk ke kamar.
Brakh.
Pintu sudah tertutup. Kaki Agnes langsung lemas. Dia terduduk tepat di depan pintu.
“Haah..”
Bahkan helaan nafas itu tidak membantu rasa sesak di dada terasa sedikit longgar.
“Terimakasih Tuhan, amarah Mereka tidak berakhir dengan kekerasan Verbal—“
...“Apa yang terjadi dengan bibir Mu ? Astaga! luka nya cukup besar.”...
...“Apa seseorang memukul Mu, Nak ?”...
...“Nak Agnes. Kau baik-baik saja ?”...
Netra nya melebar saat kata-kata Feliks dan Theresia terlampir di benak. Agnes mengerjab beberapa kali, dan mengingat perkataan yang keluar dari Orang Tua kandungnya.
...“Haah.. Semua ini akan lebih baik kalau yang hamil itu diri Mu!” ...
...“Dasar anak tolol! Kau itu selalu... Selalu saja ahli dalam mengecewakan Ibu. Pergi dari hadapan Ku! Kau membuat Ku muak!”...
“Hahaha,” tawa yang sangat hambar keluar dari mulut Agnes.
“Ya Tuhan, ini memang berjalan sesuai dengan rencana Ku. Terimakasih karena tidak menggagalkan apapun. Tapi reaksi Orang Tua macam apa ini ? Lebih baik Aku yang hamil ? Bahkan setelah mengetahui kebobrokan sikap Charles, Mereka masih ingin Aku yang hamil dan menikah dengan Nya ? Hanya untuk keuntungan Mereka ?”
Bibir Agnes bergetar. Dia menangis tanpa suara.
Walau liquid bening tengah membludak saat ini, Agnes sudah berdiri dan menggati pakaian. Dia merasa sesak dan berpikir mengganti pakaian akan membuat Dia sedikit merasa rileks. Namun yang di harapkan tidak terjadi. Dia tetap merasa sesak. Perkataan Sang Ayah yang menggelegar dan tertuju hanya untuknya itu sungguh bak belati yang tertancap. Dan bodohnya, Agnes membiarkan hal itu terjadi. Dia membiarkan belati itu tertancap dan menangis seorang diri di kamar.
“Bagaimana jika orang tua Ku adalah Mereka ?” Monolognya membayangkan wajah Feliks dan Theresia.
“Ah, Mereka pasti akan memeluk Ku saat tiba di rumah. Mengatakan bahwa ini kehendak Tuhan, dan ini adalah jalan terbaik untuk masa depan Ku. Mengatakan bahwa Aku pasti akan mendapatkan pasangan yang lebih baik di masa mendatang. Ughh.. Inilah kebodohan yang mengakar kuat dalam diri Ku...”
“...Haahh. Lagi, Aku berhalusinasi pada hal-hal membahagiakan yang selalu memandang Ku dari ketinggian. Enggan sekali untuk mendekati Ku. Sungguh Aku tak iri, tapi Aku ingin.. Sekali saja, Aku ingin Mereka khawatir pada Ku. Memberikan kata-kata baik dan bukannya caci maki dengan teriakan-teriakan seperti tadi.. Tuhan, Aku ingin sekali.” Rengeknya sambil meremas selimut.
Dia biarkan air mata itu keluar. Dia sedang berada di kamar, tidak mungkin ada yang akan mendatangi kamar nya meski tidak di kunci. Tubuh mulai bergetar bergetar, sampai sesengukan Dia menangis.
Kondisi psikis Agnes saat ini sungguh perlu di pertanyakan. Apa yang membuat Dia masih berharap lebih pada keluarga Nya ? Pada kedua orang tua yang dengan kesadaran penuh melemparnya masuk ke dalam kubangan lumpur saat Dia berusia 17 tahun ? Walau waktu memang bertugas untuk mengobati luka, namun luka Agnes belum sembuh. Dia masih berpelukan erat dengan masa lalu, dengan trauma yang tercetak jelas dalam ingatan.
Tapi setelah semua itu, Dia masih memberi ruang bagi kedua orang tua di lubuk hati Nya. Dia membiarkan semua terjadi sesuai keinginan Mereka. Semua yang Dia rasa saat ini, karena Dia yang mengijinkannya. Apa mungkin ini kutukan ? Kutukan yang tidak bisa lepas dari orang yang membuat Agnes lahir ke dunia ini ?
Entah apa jawabannya, namun di tengah tangis itu, Handphone nya berdering. Agnes abai akan hal itu dan lanjut menangis. Namun deringan itu kembali terdengar lagi sebanyak lima kali. Menandakan Sang penelepon di seberang sana kekeh untuk menyuruh Agnes menjawab panggilan.
Walau sesengukan, Agnes mengatur nafas dan menyeka wajah. Perlahan Dia mengambil layar pipih itu, dan langsung bergetar hati nya saat tertera ‘Michael Lecllair’ di layar.
Agnes bimbang. Apa harus Dia angkat ? Saat mood nya sedang berantakan saat ini ?
Saat tengah menimang-nimang, panggilan sudah berakhir. Agnes lega dan sebelum Dia meletakkan Handphone nya, benda itu kembali berdering. Masih dengan penelpon yang sama. Agnes pun menjawab panggilan itu.
“Selamat malam, Tuan Michael.” Sapa Agnes dengan suara yang sudah di samarkan sebaik mungkin untuk menutup keadaan Nya saat ini.
“Hm ? Apa yang terjadi dengan suara Mu ?” Tutur Michael dari seberang sana.
“...” Agnes terdiam dan bersuara di dalam batin “Bedebah ini kenapa sepeka itu padahal mendengar suara lewat telepon ?”
“Agnes, apa yang terjadi pada Mu ?”
“Tidak terjadi apa-apa, Tuan Michael. Suara malam Ku memang terdengar seperti ini.”
Tutt.
Michael mematikan sambungan telefon. Agnes bertanya-tanya, lalu kenapa Dia menelfon tadi ? Kenapa tidak mengatakan maksud dan tujuan nya terlebih dahulu ?
“Sudahlah.” Agnes membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Handphone itu Dia taruh diatas perut.
Dia bingung harus melakukan apa sekarang. Tangis nya berhasil di interupsi oleh Michael, dan kini Dia kehilangan mood untuk menangis tersedu-sedu seperti sebelumnya.
15 menit Agnes tenggelam dalam kekosongan. Mata nya masih melek untuk melihat langit-langit kamar.
Ting
Bunyi pesan masuk.
Hal ini mengalihkan atensi Agnes dan Dia kembali membuka Handphone.
Notifikasi masuk itu dari Michael. Terpampang dengan jelas kata-kata yang baru saja di kirim oleh Nya.
‘Aku di depan gerbang Mu. Keluarlah.’
Tubuh Agnes reflek melompat dari tempat tidur dan berlari keluar. Dia tidak memakai alas kaki yang akan menciptakan bunyi saat berlari. Dia pun membuka pintu dengan sangat pelan sampai tidak menciptakan bunyi.
Nafas nya ngos-ngosan, ingin membuktikan benar tidaknya pesan yang Michael kirimkan. Tapi menilik jauh tentang sifat Michael selama ini, pesan itu bukanlah sekedar omong kosong belaka.
“Haahh.. Haahh...” Agnes sudah berhenti berlari.
Atensi nya dan atensi Michael beradu dalam kegelapan malam yang hanya di terangi lampu jalan yang remang-remang.
Mereka berdua terhalang oleh gerbang besi yang menjulang tinggi. Di seberang gerbang, nampak jelas sosok Michael dengan Motor Cycles merek BMW hitam pekat yang terparkir di belakang tubuh berotot Nya yang masih dibaluti Suit Rapi.
Dia baru saja pulang dari meeting, dan penampilan rapi itu berhasil di buat berantakan oleh angin saat Dia mengendarai Motor berkecepatan tinggi ke Kediaman Agnes.
...*** ...
Jangan lupa like dan komen ya, Btw, Cover judul sebelum nya di Janti sama Pihak Noveltoon ya teman-teman. sekarang lagi di diskusikan dengan Editor Aku. Entah apa yang terjadi, berita selanjutnya bakal Author kasih tau kalau dah ada perkembangan. Soalnya Author kurang suka sama Cover yang baru. Gimana menurut Kalian Guys ? Komentar dong, cover mana yang lebih bagus ?
\=> Ini Cover dari Author sendiri
\=> Kalau ini yang dari pihak Noveltoon
Gimana pendapat kalian guys ? Author butuh pertimbangan. Kalau berkenan boleh lah komentar ya, thank you so much Darling~♡