Apa yang kamu rasakan, jika pernikah impian yang kamu gadang gadang akan menjadi first and last marriage, ternyata hanya bertahan kurang dari 24 jam?
Kenyataan pahit itulah yang sedang dirasakan oleh Nara. Setelah 8 tahun pacaran dan 6 tahun dilalui secara LDR, Akhirnya cintanya dengan Abi berlabuh juga di bahtera pernikahan.
Kejadiaan memilukan itu mempertemukan Nara dengan pemuda bernama Septian. Pikirannya yang kacau membuatnya tak bisa berpikir logis. Dia menghabiskan waktu semalam bersama Septian hingga mengandung janin dari pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DATING
Nara sudah siap dengan jaket tebalnya. Malam ini, setelah memastikan cuaca cerah. Septian memutuskan mengajaknya jalan jalan naik motor. Selama ini, Nara memang belum pernah dibonceng oleh suaminya itu.
"Sini biar aku aja yang pakaiin." Septian mengambil helm dari tangan Nara lalu memakaikannya.
Setelah keduanya siap, Septian segera naik ketas motor dan menyalakan mesin. Tapi sebelum menarik gas, dia menarik tangan Nara agar berpegangan dipinggangnya.
"Kita jalan pelan pelan aja, biar kamu gak kedinginan." Ujar Septian saat mulai melajukan motornya. Sebelum keluar, dia menyempatkan menyapa dua satpam yang bertugas.
"Den, makasih martabaknya."
"Sama sama bang." Jawab Septian sambil berteriak.
"Dingin gak?" Teriak Septian sambil menoleh sebentar saat mereka baru keluar dari kawasan perumahan.
"Enggak kok." Jawab Nara sambil mendekatkan wajahnya ke telinga Septian.
"Kalau dingin bilang." Ujar Septian sambil mengusap punggung tangan Nara yang ada diperutnya.
Nara tiba tiba menarik tangannya dan berganti memegang jaket Septian. Perlakuan Septian, mengingatkannya pada Abi. Pada apa yang selalu Abi lakukan saat mereka pacaran dulu.
Air mata Nara meleleh. Dulu, Abi selalu memboncengnya dengan motor besar kesayangan pria itu. Selalu memegangi tangannya dan mengusap lembut seperti yang barusan Septian lakukan.
"Ra, aku pengen bisa megang tangan kamu selamanya. Jangan pernah lepasin aku ya Ra. Kamu adalah tujuan hidupku. Jangan bikin aku kehilangan arah." Ujar Abi.
"Gak akan pernah. Selamanya, kita akan selalu bergandengan. Kamu cinta pertamaku Bi. Dan aku selalu berharap, jika kamu cinta terakhirku."
"Ra, kalau lagi nganter kamu pulang gini. Aku berharap, jarak rumah kita sejauh kutub utara dan selatan."
"Kenapa?"
"Biar gak nyampek nyampek."
Nara makin terisak mengingat semua ucapan Abi. Hatinya kembali sakit. Luka itu seperti kembali terbuka.
"Aku gak pernah ngelepasin kamu Bi. Tapi kenapa justru kamu yang ngelepasin aku." Ujarnya dalam hati sambil menepuk nepuk dadanya yang terasa sakit.
"Ra, are you ok?" Tanya Septian yang samar samar seperti mendengar isak tangis.
Nara diam saja, dia masih larut dalam kenangan Abi. Membuat dia seperti hilang sejenak dari dunia ini dan kembali ke masa lalu.
Merasa ada yang tak beres, Septian menepikan motornya lalu berhenti.
Septian menoleh kebelakang lalu menarik ketas kaca helm Nara. Wanita itu menangis, pipinya basah. Bahkan bahunya masih naik turun karena isakan.
"Kenapa?"
Nara menggeleng sambil menyeka air matanya. Tak mungkinkan, dia bilang menangisi Abi pada Septian.
"Aku bikin salah ya?"
Lagi lagi Nara menggeleng.
"Kamu gak nyaman naik motor?"
Dan lagi lagi, hanya menjawab dengan gelengan kepala.
"Mau pulang apa lanjut?"
"Lanjut."
Septian menyalakan kembali motornya dan melaju menuju sebuah pasar malam yang cukup ramai.
Setibanya disana, Septian membantu Nara membuka helm. Dan disaat bersamaan, dia melihat melihat wajah sembab Nara.
"Kenapa tadi nangis? Nggak suka ya aku ajak jalan? Atau gak suka sama tempat ini. Atau kita ke mall aja?" Tawar Septian.
"Enggak kok."
"Ada apa apa, diomongin ke aku. Jangan tiba tiba nangis aja. Aku tuh gak bisa baca pikiran kamu." Ujar Septian sambil merapikan rambut Nara yang sedikit berantakan karena angin saat berkendara.
"Aku gak papa kok." Jawab Nara dengan perasaan bersalah karena sudah membuat Septian cemas. "Ayok jalan." Lanjutnya sambil berusaha tersenyum.
Septian meraih tangan tangan Nara lalu menautkan jari jari mereka. Nara yang diperlakukan demikian langsung mendongak untuk menatap wajah Septian.
"Tempatnya ramai, aku gak mau sampai kita terlepas lalu kamu hilang. Nyari kemana lagi cobak istri secantik kamu, budos lagi." Goda Septian sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Ish, apaan sih." Nara melotot sambil memukul lengan Septian.
"Let's have an adventure." Seru Septian bersemangat.
"Heh advanture? orang ke pasar malem dibilang advanture." Nara menyebikkan bibirnya.
"Bagiku, setiap bersamamu, adalah sebuah advanture. Biarpun hanya ke pasar malam, Hehehehe." Seloroh Septian penuh semangat.
Mereka memasuki pasar malam dengan jemari yang terus bertautan. Dengan senyum yang terus terkulum, dan dengan perasaan yang tak terdefinisikan.
"Itu apaan sih?" Nara menunjuk orang yang sedang berjalan sambil menikmati jajanan mirip pentol goreng tapi ditusuk kayak sate. "Kayaknya enak."
"Itu pentol korea. Kamu gak tahu?"
Nara menggeleng, membuat Septian tak bisa menahan tawa.
"Gak update banget sih Ra." Ledek Septian sambil tergelak.
"Ih, ngetawain aku. Aku tuh lama diluar negeri Sep." Nara membela diri sambil memberengut.
"Mau?" Tanya Septian.
"Enak gak?"
"Enak itu relatif Ra. Gak semua lidah orang sama. Satu bilang enak, yang lain belum tentu." Septian mengedarkan pandangannya mencari si pedagang pentol korea.
"Tuh Ra. Kita beli yuk." Septian menarik Nara menuju penjual pentol korea lalu membeli beberapa tusuk.
Setelah mencicipi pentol korea, mereka lanjut membeli cumi crispi dan es jeruk peras.
"Em.... cumi krispinya enak banget." Ujar Nara sambil menikmati jajanan renyah nan gurih itu.
"Ak." Nara menyodorkan sebuah cumi kedepan mulut Septian dan langsung dilahap oleh pria itu. "Enakkan? "
"Banget." Jawab Septian sambil mengacungkan jempolnya. "Ini cumi terenak yang pernah aku makan."
"Masak sih?" Nara mengernyit. Menurutnya cumi langgannnya dimall lebih enak.
"Hem.. terenak karena langsung dari tangan kamu."
"Ish.. gombal mulu." Ucap Nara sambil memutar kedua bola matanya.
"Hahaha.... beneran Ra. Kalau kamu yang nyuapin, tempepun rasa ayam."
"Dih, gak jelas." Septian makin tergalak melihat kekesalan Nara.
"Ra, lihat deh, itu bagus." Septian menunjuk kearah penjual daster. Yang membuatnya tertarik adalah gambar baby yang mengintip keluar dengan tulisan, baby otw. Terlihat sangat mengemaskan. Apalagi kalau Nara yang memakainya saat perutnya sudah buncit nanti.
Septian langsung melihat lihat daster lucu yang berjajar rapi di gantungan. Ada banyak pilihan warna, gambar dan kata kata lucunya.
"Ini bagus Ra." Septian mengambil daster warna kuning bergambar baby dengan tulisan, I have a miracle here. Dia menempelkan daster tersebut didepan tubuh Nara. Tapi Nara diam saja, membuat Septian seketika tersadar.
"Sorry, gak suka ya." Septian menarik kembali daster tersebut lalu mengembalikan ke cantelan. "Kamu gak biasakan beli baju ditempat gini." Lanjut Septian sambil tersenyum absurd dan menggaruk garuk belakang kepalanya.
"Kata siapa aku gak suka, suka kok." Nara mengambil kembali daster tersebut lalu menempelkan ketubuhnya. "Gimana, cantik gak?" Lanjutnya sambil tersenyum. Dia diam tadi bukannya tak suka. Hanya saja, dia terharu melihat Septian yang tampak bahagia dengan kehamilannya. Sedangkan dulu, dia justru berniat menggugurkan janin itu.
"Gak usah deh Ra. Kapan kapan kita beli dimall aja." Septian tak ingin Nara terpaksa hanya untuk menyenangkannya.
"Apaan sih Sep, aku suka." Nara lalu memilih milih lagi. Dia mengambil daster warna pink bertuliskan I'm pregnant and I'm beautifull. "Kayaknya ini yang paling cocok buat aku deh." Ujarnya dengan bangga.
"Absolutely. Itu yang paling cocok buat kamu." Septian mengacungkan dua jempolnya.
"Aku ambil 3 ya Sep. Lucu lucu semua soalnya." Sudah ada dua daster ditangan, Nara masih antusias memilih satu lagi.
"Boleh, asal jangan semua aja. Duitku gak cukup." Bisik Septian sambil tertawa.
"Buk, ambil 3 dikasih diskon ya." Tawar Septian.
"Gak bisa mas. Udah pas harganya."
"Gak usah beli disini deh Ra." Septian mengembalikan daster ditangan Nara ketempat semula. Nara melotot mendengarnya.
"Ya udah deh Mas, saya kasih diskon sepuluh ribu."
"Gitu dong buk."
Septian mengambil kembali ketiga daster itu dan menyerahkannya pada penjual agar dibungkus.
Nara masih menatap Septian cengo. Bingung dengan apa yang barusan terjadi. Padahal udah tertera harga pas. Tapi Septian dengan pedenya minta diskon. Dan dikasih pula.
"Kamu tadi__"
"Modus." Bisik Septian.
"Ish." Nara melotot sambil memukul lengan Septian.
siapa suruh dia kegatalan
kalau di rumahnya pasti jadi anak manja, apalagi bapaknya MODELAN gitu.
di tempat Septian dapat nasehat2 gitu kan enak
GAK KAYAK SI BAPAK, ANAK SALAH MALAH DI BELA
Bapak sama anak sama2 egois.
GIMANA ANAKNYA GAK EGOSI, BAPAK NYA PUN MODELAN MACAM INI
ANak salah MALAH DI BELA BUKAN DI NASEHATI.
kacau
cewek egois, laki2 ngalah
ntar kejadian apa2 laki2 disalahkan. padahal gak ngaca itu cewek egois.
gak bisa menghargai
kalau septian milih ninggalin Nara, gue dukung. sia2 Lo s2, jadi dosen tapi otak Lo gak dipakai.