NovelToon NovelToon
MENGAMBIL KEMBALI

MENGAMBIL KEMBALI

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Berbaikan / Percintaan Konglomerat / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Wanita Karir
Popularitas:638
Nilai: 5
Nama Author: Vandelist

Segalanya yang telah ia hasilkan dengan susah payah dan kerja keras. lenyap begitu saja. kerja keras dan masa muda yang ia tinggalkan dalam menghasilkan, harus berakhir sia-sia karena orang serakah.borang yang berada di dekatnya dan orang yang ia percayai, malah mengkhianatinya dan mengambil semua hasil jerih payahnya.

Ia pun mulai membentuk sebuah tim untuk menjalankan rencana. dan mengajak beberapa orang yang dipilihnya untuk menjalankan dengan menjanjikan beberapa hal pada mereka. Setelah itu, mengambil paksa harta yng dikumpulkan nya dari mereka.

"Aku akan mengambil semuanya dari mereka, tanpa menyisakan sedikitpun!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vandelist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Selamat membaca

Malam itu terus merayap, membawa kegelapan yang semakin pekat. Waktu terasa berhenti, meninggalkan kesunyian dan kesedihan yang mendalam. Suasana hati yang sedih itu bagai oase kering, yang dahulu pernah menjadi sumber kebahagiaan, kini telah berubah menjadi gurun tandus dan sunyi.

Angin malam berhembus pelan, membawa bisikan kenangan pahit yang terus menghantui. Dedaunan pohon bergoyang, seolah-olah berusaha untuk menghilangkan kesedihan yang menghimpit. Namun, semuanya terasa sia-sia.

Pekarangan rumah yang tidak begitu besar, saat ini menjadi saksi baginya untuk bersedih setelah sekian lama. Dengan seorang teman yang baru dikenalnya. Duduk berdampingan. Keheningan dan kesedihan kali ini, sangat berbeda dari kesedihannya dulu-dulu.

Saat ini, ada seseorang yang menemaninya untuk bersedih dan mendengarkan tangisnya. Air mata yang terus berjatuhan dan tak ingin berhenti beristirahat, ketika mengingat formasi lengkapnya dulu. Yang saat ini sudah tiada.

Kenangan akan setiap malam seperti ini, selalu membawanya untuk kembali ke masa itu. Masa dimana dirinya bercerita tentang aktivitas keseharian bersama formasi lengkapnya. Begitu seterusnya, hingga kejadian yang tak pernah ada di bayangan menghantui nya hingga saat ini.

Formasi lengkapnya, telah hilang dan hanya menyisakan dirinya sendiri. Sendirian. Tanpa ada seseorang yang menemaninya. Berjuang sendiri dengan berbagai tantangan yang sulit untuk dilakukannya. Hingga dirinya harus mengalah dalam banyak hal.

“Nenek ku, entah aku harus menyebutnya keluargaku satu-satunya atau parasit dalam hidupku. Wanita tua itu, selalu memanfaatkan apa saja untuk membuat diriku lemah. Aku bukanlah orang yang pemberani untuk melakukan sesuatu hal,”ucapnya dengan menolehkan kepalanya. “Aku selalu mengalah dalam banyak hal Rika, aku selalu lemah ketika berurusan dengan orang lain. Apalagi kalau menyangkut keluargaku.”

Ia menghembuskan napasnya kasar. “Aku selalu dimanfaatkan oleh orang-orang, aku bukanlah orang yang suka marah-marah dan menolak permintaan orang. Ketika ada yang meminta tolong padaku. Aku selalu menerimanya. Walaupun pada akhirnya aku harus ditipu dan berakhir menjadi pembantu mereka.”

Dia memandangi pohon mangga yang ada di depannya, perasaan tenang sekarang menyelimuti dirinya setelah berbicara hal ini. Dan ada yang mendengar keluhannya.

“Kalau boleh aku tahu… mengapa kamu mau melakukan hal itu? Kalau kamu nggak mau jawab nggak papa kok, lupakan aja”seloroh Erica untuk mencairkan suasana.

“Sendiri,”ungkapnya “aku takut sendirian. Formasi lengkap ku sudah tidak ada, dan aku hanya hidup seorang sendiri selama ini. Maka dari itu, aku harus mengorbankan diriku menjadi pembantu mereka agar aku tidak sendirian. Walaupun masih ada keluarga terdekatku, namun aku masih tetap merasa sendiri.”

Erica tersenyum tipis mendengarnya, orang seperti Sabia ini. Menurutnya bukanlah takut sendirian, melainkan ia belum ingin mengandalkan dirinya sendiri. Dia sudah banyak menemui banyak orang dengan sifat seperti Sabia, bahkan karyawannya sendiri ada yang memiliki sifat seperti Sabia.

Erica memandang Sabia dengan tatapan tenang. “Menurutku kamu bukanlah orang yang takut sendirian Sabia. Maaf kalau ucapanku menyinggung mu.”

Mendengar hal itu, Sabia menolehkan pandangannya dan menatap Erica dengan bingung. “Apa maksudmu?”

Erica menatap pekarangan rumahnya dan tersenyum. “Kamu bukan takut sendirian, tapi kamu belum mau mengandalkan diri sendiri. Kamu hanya belum menemukan keberanian dirimu saja. Dan juga, kamu belum terlalu berani untuk menolak semua permintaan orang.”

“Benarkah begitu?”gumam Sabia dengan ucapan Erica.

“Terkadang kita tidak bisa mengandalkan orang lain untuk beberapa hal. Hanya diri sendiri lah yang harus diandalkan. Maka dari itu, banyak yang harus kamu ketahui tentang dirimu sendiri.”

“Sabia”panggilnya dengan menatap temannya itu. “Mengandalkan diri sendiri bukanlah sesuatu yang egois. Menolak semua permintaan orang itu juga sesuatu yang egois. Bisa dibilang itu adalah pembelaan diri agar tidak mudah untuk dimanfaatkan. Terkadang diri sendiri juga butuh waktu untuk merenungkan banyak hal, dan memanjakan diri sendiri agar tak mudah untuk dimanfaatkan orang lain. Termasuk keluarga.”

Sabia merenungkan pernyataan Erica. Ia selama ini tidak pernah mengandalkan dirinya sendiri, dan selalu mengandalkan banyak hal pada orang lain. Dirinya tidak pernah memanjakan diri sendiri, dan selalu menerima permintaan orang lain. Dia baru menyadari, bahwa dirinya tidak pernah mengandalkan dirinya sendiri.

Bahkan impian yang sering menjadi di mimpikan nya saat itu. Sekarang harus menjadi teman tidur malamnya.

“Aku dulu selalu bermimpi untuk meraih cita-cita yang kuinginkan. Apalagi ada kedua orang tuaku yang mendukung semua keputusanku. Aku selalu bermimpi bahwa apa yang dicita-citakan akan menjadi kenyataan. Itu sebelum formasi lengkap ku menghilang dan menyisakan diriku saja saat ini.”

“Mengapa kamu tidak mewujudkannya sekarang? Bukankah sekarang adalah waktu yang tepat untuk meraih nya?”

“Nggak semudah itu Erica, ada beberapa hal sulit untuk ku meraihnya. Apalagi sekarang aku belum bisa percaya dengan diriku sendiri, dan masih mengandalkan orang lain.”

Erica mengangguk-anggukan kepalanya, ‘mungkin Sabia memang harus beradaptasi dengan kepercayaan dirinya sendiri’ pikirnya.

Beradaptasi dengan diri sendiri, memang akan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Apalagi wanita itu tidak benar-benar bisa percaya dengan apa yang dilakukannya. Dan wanita itu masih mengandalkan orang lain. Sifat seperti ini, pernah ada di dalam diri Erica. Dan ia sangat membencinya.

Dulu ia juga selalu mengandalkan orang lain dalam segala hal. Apalagi dengan latar belakangnya yang bisa dibilang sangat mumpuni dalam meraih apa yang diinginkan nya. Tapi setelah itu, dirinya sadar bahwa apa yang dilakukannya dulu. Adalah sesuatu yang sangat fatal.

Setelah semua hal berubah dalam sekejap dengan mereka mengambil semua miliknya.

“Jika kamu mau berubah dalam mengandalkan diri sendiri, aku akan mendukungmu sampai kapanpun. Tenanglah kamu nggak sendirian lagi sekarang. Kamu bisa mengandalkan ku mulai sekarang, tapi dengan syarat kamu harus berani menolak tawaran dari orang-orang yang ingin memanfaatkan mu”ujar Erica dengan memegang pundak Sabia.

Dia pernah di posisi seperti Sabia, sendirian dan tak ada yang menemani. Hingga suatu kali, ia bertemu dengan nenek Amita. Wanita tua yang memberinya kasih sayang serta perhatian dengan tulus. Hal yang tak pernah ia dapatkan dari keluarganya.

Dan sekarang, ia akan menjadi orang seperti nenek Amita. Membantu orang lain yang sulit untuk menemukan jati diri sendiri. Sesuai dengan janjinya pada nenek Amita dulu.

“Setiap orang mempunyai masalah masing-masing, dan masih sulit untuk mengandalkan diri sendiri. Mereka sulit untuk memeluk dirinya sendiri karena terlalu mengandalkan orang dan lupa pada dirinya yang tersiksa. Tugasmu jika bertemu orang seperti itu, peluklah mereka dan rangkul. Karena orang seperti itu butuh dukungan dari orang baik seperti kamu”kata nenek Amita. Ketika mereka masih bersama menatap langit malam seperti yang dilakukannya sekarang.

Menolak berbagai hal dari orang lain, itu bukanlah sesuatu yang egois menurutnya.

Ada beberapa hal untuk menolak setiap permintaan orang lain dalam mengatur waktu diri sendiri. Dan Erica sering menekankan itu pada dirinya sendiri. Agar menyaring setiap permintaan tolong dari orang-orang terdekatnya.

μμ

“Sabia, kalau makan yang banyak ya nggak usah sungkan-sungkan. Anggap aja kayak rumah sendiri”ujar Bulek pada Sabia.

“Bener iku mbak, kayak mbak Rika kalau makan selalu ngabisin nasi. Awalnya yang penuh jadi setengah setelah itu habis”celetuk Fahmi anak bulek Erica.

Erica yang mendengar itu pun memelototkan matanya ke arah ponakannya. Ucapan yang dilontarkan anak itu, tidak salah dan juga tidak benar. Tangannya yang penuh dengan nasi beserta lauk masakan Buleknya pun terhenti, ketika dirinya sedang mengumpulkannya menjadi satu.

“Diem bocah, makan tuh jangan banyak ngomong. Udah gede makan masih berantakan”ketus Erica pada ponakannya.

“Ye, daripada mbak makan ngabisin nasi. Bapak aja sampe nggak kebagian nasi karena dihabisin mbak.”

“Masih mendinglah, gini-gini aku ikut bantu bulek buat ngabisin nasinya. Daripada mubazir dibuang-buang, kayak awakmu iku.”

Fahmi yang mendengar hal itu mencebikkan bibirnya. Perkataan Erica selalu tepat sasaran dan ia sulit untuk melawannya. Dan setelah ini ia akan menggunakan senjatanya untuk membuat Erica meminta maaf padanya.

Dengan mata berkaca-kaca dan bibir yang dimajukan ke depan, serta mulut yang terbuka untuk memanggil pelindungnya dalam membelanya. “Ibu_”

“Nggak usah nangis. Udah gede masih aja nangis, kebiasaan kamu itu!”potong Bulek sebelum Fahmi menyelesaikan ucapannya.

Erica yang melihat hal itu pun tertawa terbahak-bahak. Keponakannya yang ingin mengadukannya, harus terhenti karena ucapan ibunya sendiri. Sampai dirinya tersedak, ia baru berhenti menertawakan Fahmi.

Dan Fahmi yang melihat itu, balik menertawakan Erica. Bahkan dirinya sampai memegang perutnya sendiri karena menertawakan Erica. Sabia yang melihat mereka berdua, hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Kelakuan Tante dan keponakan seperti ini, adalah pemandangan yang jarang dilihatnya. Berada di tempat ini, ia merasakan begitu banyak kehangatan yang diberikan penghuni rumah sini. Hal yang sudah tak pernah di dapatnya setelah formasi lengkapnya hilang. Ia bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang seperti ini.

Terutama Erica, wanita itu menyadarkan banyak hal pada dirinya yang terus menyiksa diri. Wanita itu, memberikan banyak pelajaran dalam hidupnya. Dan memberinya sebuah kepercayaan diri yang selalu disembunyikan nya selama ini.

μμ

“Oh iya Sabia, kalau kamu mau. Kamu bisa ikut aku ke tempatku, itu kalau kamu mau”tawar Erica pada Sabia.

“Nanti aku pikir-pikir dulu ya”jawab Sabia.

“Kamu nggak perlu merasa nggak enak hati padaku, kita bisa saling membantu nantinya”ucap Erica.

Sabia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Untuk saat ini, dirinya masih perlu mencari pekerjaan yang menerimanya di luar. Walaupun Erica sudah menawarkannya, ia masih perlu untuk mengandalkan dirinya sendiri. Sesuai janjinya pada diri sendiri, ia akan berubah untuk tidak bergantung pada orang lain.

Meskipun Erica orang terdekatnya saat ini, namun ia harus tetap mengandalkan dirinya sendiri. Dia ingin membuktikan pada orang-orang yang pernah memanfaatkannya, bahwa Sabia yang sekarang bukan orang seperti dulu lagi.

“Kamu pasti bisa Sabia, kamu harus bisa”yakinnya dalam hati.

Meskipun itu terasa sulit baginya, tapi dia akan tetap berubah. Dirinya sudah terlalu lama untuk berdiam dan menerima semua permintaan mereka. Serta menyiksa diri.

Itu sangatlah tidak enak, dan membuat tubuhnya cepat lelah. Sekarang sudah saat nya ia, menjadi dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain.

“Kamu tahu Sabia, hidup yang kujalani selama ini adalah impian dalam hidupku. Hidupku dulu tak pernah ada warna dan kehangatan yang ada dalam kehidupanku. Kaku, dingin, egois, arogan dan datar adalah hal yang kujalani sehari-hari”ujar Erica.

Ketika melihat Sabia, ia seperti mengingat dirinya yang dulu. Meskipun dengan keadaan yang berbeda, tapi ada beberapa hal yang memiliki kesamaan. Terutama dalam bersikap pada diri sendiri. Ketakutan dan trauma lah yang menjadi landasan dirinya sulit untuk menghargai diri sendiri dan selalu menggantungkan pada orang lain. Dan ia selalu bermimpi untuk bisa bebas dari genggaman orang-orang yang mengekangnya.

“Dulu diriku yang sekarang, bukanlah Erica yang seperti kamu kenal. Hidupku dulu penuh dengan kekangan dan kekerasan agar aku bisa menuruti keinginan kedua orang tuaku. Tanpa dukungan, dan benar-benar harus berjuang sendiri”ucapnya terhenti dan menarik napas dalam-dalam.

“Dulu aku pernah hampir menyerah dengan keadaan. Terlalu sakit dan tak mampu untuk menahannya. Hingga aku bertemu dengan seseorang yang membuatku kembali menjadi diri sendiri. Bisa dibilang, orang ini adalah alasan diriku untuk tetap hidup sampai sekarang.

Orang ini lah, yang membantuku untuk menerima semuanya dengan lapang dada dan melunakkan sifatku. Meskipun dalam hatiku sulit untuk menerimanya. Dan menjengkelkan. Tapi orang ini, memberiku banyak pelajaran dalam hidup,”lanjutnya. Ia pun memandangi jalanan yang ada di jendela ruang tamunya. Tempat yang sering dibukanya untuk melihat keadaan sekitar.

“Diri sendiri adalah hal utama dari semua rutinitas yang berkaitan. Kehidupan diri sendiri adalah hal utama dalam semua aspek kehidupan. Itu yang diucapkan orang itu padaku saat itu”ujar Erica.

“Kalau boleh tahu, siapa orang yang kamu maksud?”tanya Sabia.

Erica tersenyum tipis. “Dia adalah nenek Amita. Nenek Amita bukanlah dari keluarga kandungku. Tapi nenek Amita adalah orang yang memberiku banyak ketulusan. Hal yang tak pernah kurasakan dari keluargaku”jawab Erica. Bayangan nenek Amita yang ada di depannya dengan senyuman tulus. Yang selalu ditampilkan nya ketika ia berkunjung.

“Kamu kenal nenek Amita dimana? Pasti kamu sangat beruntung bertemu dengannya”ujar Sabia.

“Ya. Suatu keberuntungan yang kudapat ketika bertemu dengan nenek Amita. Dulu aku hampir loncat dari jembatan karena tidak kuat dengan orangtuaku. Tapi ketika akan meloncat nenek Amita menarikku, dan memarahiku_”

“Karena tindakanmu terlalu bodoh”sela Sabia dengan kekehan.

“Benar tindakanku terlalu bodoh saat itu, hingga nenek Amita memakiku”selorohnya dengan tertawa kecil.

Ia mengingat bagaimana nenek Amita memarahinya, bahkan memakinya di depan banyak orang. Tak peduli dengan orang-orang yang melihatnya. Tubuhnya yang penuh dengan luka lebam dan darah terus menetes dari kepalanya. Apalagi dengan tarikan nenek Amita yang kasar. Membuat darah yang mengalir itu terus bertambah.

Nenek Amita malah semakin memarahinya saat itu setelah melihat darah terus mengalir dari kepalanya. Hingga nenek Amita membawanya ke rumahnya untuk diobati lukanya.

Berbagai ucapan khawatir terus berbunyi dari mulut orang tua yang menyelamatkannya saat itu. Dan ia terenyuh dengan perhatian yang dilakukan nenek Amita padanya. Serta juga ketulusan yang diberikan orang tua itu padanya. Padahal ia saat itu tidak mengenal siapa orang tua itu.

“Sabia, percayalah di dunia ini akan selalu ada orang baik di antara orang-orang jahat. Jika tidak menemukannya, kamu bisa menjadi salah satunya. Dan jangan pernah merasa sendiri. Terlebih tetap harus mengutamakan diri sendiri ketika ingin melakukan kebaikan.”

1
QueenRaa🌺
Keren ceritanya kak✨️ Semangat up!!
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!