SEASON 2 NOT CONSIDERED
Melewati masa kritis karena tragedi yang menimpanya, membuat seorang Elina trauma pada penyebab rasa sakitnya. Hingga dia kehilangan seluruh ingatan yang dimilikinya.
Morgan, dia adalah luka bagi Elina.
Pernah hampir kehilangan, membuat Morgan sadar untuk tak lagi menyia-nyiakan. Dan membuatnya sadar akan rasa yang rupanya tertanam kuat dalam hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WILONAIRISH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 12
Pagi ini terlihat lebih ramai dibandingkan kemarin, hanya karena kedatangan satu orang baru yang bergabung ikut serta sarapan bersama mereka.
Ya, dia adalah Rozer yang memang benar-benar menginap semalam di kamar tamu. Karakter Rozer yang memang hangat dan ceria, membawa kesan ceria pula di meja makan pagi ini. Karena semua orang banyak dibuat tertawa dan tersenyum karena kehadiran pria itu.
“Boleh juga, Tante Reta nyari calon buat El.” Bisik Bianca sepelan mungkin supaya tak terdengar yang lain, dan hanya Viola yang memang ia ajak berbicara.
Viola mengangguk pelan, ya kenyataannya memang begitu. Rupanya tak terlalu buruk juga pria yang dibawa pulang oleh mama sahabatnya itu. Untungnya semalam dirinya segera kembali ke rumah Elina, hingga sekarang bisa melihat sendiri bagaiman karakter Rozer. Dan ya, tidak begitu mengecewakan.
Namun, jika harus memilih lebih setuju dengan Morgan. Karena tampaknya hanya Morgan yang bisa membuat Elina bahagia, entahlah itu hanya feeling nya saja.
“Kayaknya lo gak usah terus-terusan berusaha buat El balikan sama Morgan, Vi. Gue rasa Rozer lebih baik dibanding cowok itu.” Bisik Bianca lagi dengan pelan.
Viola mengedikkan bahu. “Gue gak mau ikut campur sama perasaan El. Biar El yang nentuin sendiri, gue cuma bantuin Morgan aja kemarin, karena mungkin mau memperbaiki kesalahan dia.” Jelas Viola berbisik pula.
Bianca menghembuskan nafas, terlihat kesal mendengar jawaban Viola. “Lo kayaknya dukung Morgan banget, Vi. Kenapa sih? Lo ada kesepakatan tertentu sama dia, sampai lo belain dia kayak gini?” sarkas Bianca dengan tuduhannya.
Viola menggeleng. “Terserah lo deh, Bi. Pikiran lo kejauhan, udah fokus makan aja entar ganggu yang lain.” Bisik Viola dengan pelan.
“Kalian lagi bisik-bisik apa sih?” tanya Elina dengan pelan pula.
Nah, belum juga mulutnya tertutup, mereka sudah benar-benar mengganggu fokus yang lain. Hingga mengundang helaan nafas kasar Viola.
“Gak ada, El. Lagi bahas tugas yang mau dikumpul hari ini aja.” Jelas Viola berkilah.
Elina mengangguk paham. “Ehm gue boleh gak sih ikut kalian ke kampus, biar bisa bantuin gue juga nginget memori di kampus?” tanya Elina dengan nada memelas.
Bianca dan Viola saling pandang dan mengangguk pelan. “Boleh, El. Asalkan diizinin sama Tante Reta, sama Om Agam juga.” Jelas Bianca akhirnya.
“Oke, aman kalau itu.”
Setelah selesai dengan sesi sarapan mereka, Elina benar-benar meminta izin untuk ikut ke kampus bersama Viola dan Bianca. Dan setelah bujuk rayu yang Elina lakukan, akhirnya Elina diizinkan asalkan bersama Rozer yang akan setia menjaga dan mendampingi.
“Gak masalah kan ajak Rozer?” tanya Elina.
Bianca menggeleng, kemudian diperjelas oleh Viola. “Gak papa, El. Lebih rame lebih seru juga.” Jelas Viola.
Akhirnya merekapun berangkat ke kampus berempat, setelah berpamitan kepada kedua orangtua Elina. Rozer yang mengemudikan kendaraan, sementara di sampingnya ada Elina. Dan kedua sahabatnya ada di belakang, duduk berdua.
“Apa kita gak akan ganggu kalian nantinya?” tanya Rozer memecah keheningan diantara mereka.
“Santai aja lagi, kita juga sebentar mata kuliahnya. Cuma sejam kayaknya hari ini, dosennya masuk.” Jelas Bianca dengan ramah.
Rozer tersenyum dan mengangguk, baguslah kalau tidak akan mengganggu. Karena jika mengganggu, akan tidak enak rasanya.
“Lagi mikiran apa, El?” tanya Rozer yang beralih fokus pada Elina yang tampak diam memandang keluar.
Elina menggeleng. “Gak tau, lagi kepikiran apa nanti gue bakal bisa inget sama suasana kampus gue dulu.” Jelas Elina dengan jujur.
***
Elina dan Rozer tampak duduk berdua di taman kampus, sementara Viola dan Bianca sedang masuk kelas. Terlihat kedua insan itu saling berbincang dan terlihat tertawa bersama. Sekilas, terlihat seperti pasangan yang saling berbincang mesra.
Tanpa mereka sadari, dari kejauhan sorang wanita tengah dengan teliti mengamati kedua insan itu. Karena rasa penasaran yang membuncah, akhirnya ia semakin mendekat dan ingin mencuri dengar pembicaraan dua insan itu.
“Apa cowok itu yang Morgan suruh buat gue selidiki?” gumam Shella lirih, dengan langkah semakin mendekat kearah mereka.
Sesampainya di dekat mereka, naasnya Shella tersandung hingga terjatuh ke rerumputan yang hijau. Membuat kedua manusia yang tengah asik berbincang itu menoleh seketika.
“Shella kan?” tanya Elina yang masih mengingat saat Shella datang ke rumahnya untuk meminta maaf.
“Ehm iya, sorry gue gak sengaja lewat terus gue kesandung. Sorry gue ganggu ya.” Ujar Shella mulai dengan aktingnya.
“Enggak kok, Shel. Duduk aja sini sama kita.” Ajak Elina menggeser tempat duduknya.
“Lo ada kuliah juga hari ini?” tanya Elina berbasa-basi.
“Iya, El. Eh ini cowok lo ya?” tanya Shella mulai mencari tahu kebenarannya.
“Gue temen, El. Rozer.” Ujar Rozer sembari mengulurkan tangan.
“Oh .. kok gue gak pernah liat lo tapi ya?” tanya Shella lagi.
Rozer tersenyum. “Wajar, gue memang tinggal di Inggris selama ini. Bokap nyokap memang punya bisnis di sana.” Jelas Rozer dengan ramah, ya memang karakternya ramah dan hangat kepada siapapun.
“Oh pantesan, gue kira cowok El.” Tukas Shella dengan santainya.
Rozer terkekeh pelan, begitupun Elina yang tersipu malu. Hingga Rozer mengeluarkan kembali suaranya, yang memancing rona merah di pipi Elina semakin terlihat jelas.
“Doain aja, jadi beneran.” Ujar Rozer tersenyum manis melirik Elina.
Shella mengangguk sembari mengulas senyumannya. Waw fakta yang mengejutkan, Morgan pasti sangat terkejut mengetahui fakta ini. Tapi hatinya entah mengapa juga merasa bahagia, apa karena nantinya tak akan ada yang bisa menghalanginya lagi untuk mendapatkan Morgan karena Elina sudah ada yang baru.
“Emm iya gue doain semoga beneran jadian ya bentar lagi.” Kekeh Shella dengan senyuman puasnya. “Ya udah gue masuk kelas dulu deh, kayaknya udah mulai juga.” Ujar Shella pamit pergi, karena melihat Viola dan Bianca yang terlihat mendekat ke arah mereka.
“Ngapain si Shella?” tanya Bianca dengan nada galaknya.
“Gak ada cuma nanyain Rozer aja, karena mungkin dia ngerasa asing.” Jelas Elina.
Bianca melirik Viola yang ternyata juga tengah menatapnya. Mereka saling bertukar tatap seolah berkomunikasi lewat tatapan itu. Tak mungkin rasanya kalau Shella tak punya rencana kali ini. Karena mereka sudah begitu hafal tabiat Shella.
“Gimana, El ada inget sesuatu tentang kampus kita?” tanya Viola yang berusaha mengalihkan topik, sekaligus penasaran pada keadaan Elina.
Elina menggeleng. “Gue gak inget apapun, mungkin gue emang gak bakal inget deh.” Keluh Elina yang tampak putus asa.
Viola mengusap bahu Elina, menguatkan.
“Gue yakin lo bisa kok, El. Belum waktunya aja sekarang.” Kekeh Viola yang yakin kepada Elina.
Elina mengangguk berusaha untuk yakin pula. “Ya, gue pasti bisa gue yakin.”
Next .......