NovelToon NovelToon
TARGET OPERASI

TARGET OPERASI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mata-mata/Agen / Keluarga / Persahabatan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Arga, lulusan baru akademi kepolisian, penuh semangat untuk membela kebenaran dan memberantas kejahatan. Namun, idealismenya langsung diuji ketika ia mendapati dunia kepolisian tak sebersih bayangannya. Mulai dari senior yang lihai menerima amplop tebal hingga kasus besar yang ditutupi dengan trik licik, Arga mulai mempertanyakan: apakah dia berada di sisi yang benar?

Dalam sebuah penyelidikan kasus pembunuhan yang melibatkan anak pejabat, Arga memergoki skandal besar yang membuatnya muak. Apalagi saat senior yang dia hormati dituduh menerima suap, dan dipecat, dan Arga ditugaskan sebagai polisi lalu lintas, karena kesalahan berkelahi dengan atasannya.
Beruntung, dia bertemu dua sekutu tak terduga: Bagong, mantan preman yang kini bertobat, dan Manda, mantan reporter kriminal yang tajam lidahnya tapi tulus hatinya. Bersama mereka, Arga melawan korupsi, membongkar kejahatan, dan... mencoba tetap hidup sambil menghadapi deretan ancaman dari para "bos besar".

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Di sudut klub malam itu, Ivan kembali ke meja VIP-nya, dengan ekspresi puas seperti baru memenangkan lotre—meskipun dia sebenarnya cuma menang dalam hal keberuntungan hukum. Sambil menenggak minuman mahal yang rasanya lebih pahit dari hati netizen soal kasusnya, Ivan memutar pandangan ke seluruh ruangan.

Tiba-tiba matanya menangkap sosok seorang wanita cantik yang duduk sendirian di bar. Rambutnya tergerai, wajahnya bercahaya meski di bawah lampu redup, dan dia terlihat seperti karakter utama dalam film noir. Wanita itu meminum martini-nya dengan anggun, seolah sedang syuting iklan minuman mahal.

Ivan tersenyum licik. "Ini dia. Malam ini bakalan makin sempurna." pikirnya sambil menunjuk wanita itu dengan dagunya—gaya klasik ala bos mafia wannabe.

Dia melirik salah satu temannya, Dodi, yang duduk di sebelahnya. "Eh, Dod. Bawa tuh cewek ke sini. Kasih tau aja, dia bakal dapet kesempatan nongkrong bareng pangeran Jakarta."

Dodi langsung menoleh dengan ekspresi seperti habis diminta melamar ke neraka. "Seriusan, Van? Kayaknya dia nggak tertarik deh. Lagian, kita nggak tau dia siapa..."

Ivan mengangkat alisnya, tampak tidak terkesan. "Lo pikir ada yang bisa nolak gue? Gue ini Ivan! Gue nggak cuma pangeran, gue raja!"

Dodi menghela napas panjang, lalu bangkit dengan setengah hati. Sambil berjalan menuju bar, dia memutar-mutar kepalanya seperti sedang menyiapkan diri menghadapi interogasi. Sampai di dekat wanita itu, Dodi mencoba tersenyum.

"Ehm, permisi, Mbak. Temen saya di sana, Ivan, ngajak Mbak buat gabung sama kami di meja VIP..." ucap Dodi dengan nada yang hampir terdengar seperti permohonan ampun.

Wanita itu berhenti minum sejenak, menoleh dengan ekspresi datar. "Ivan siapa?" tanyanya singkat.

Dodi mengusap tengkuknya. "Ivan, Mbak. Ya... Ivan yang terkenal itu."

Wanita itu mengangkat alis, tampak tidak terkesan. "Terkenal apa? Banyak kasus? Gue suka nonton berita kriminal, jadi nggak usah bohong."

Dodi keringat dingin. Sementara itu, dari meja VIP, Ivan terus melambaikan tangan seperti raja yang memanggil rakyatnya. Wanita itu akhirnya berdiri, tapi bukan untuk bergabung. Dia malah membawa martini-nya ke arah Ivan.

"Ivan, ya? Gue denger nama lo sering banget di berita," katanya sambil tersenyum tipis.

Ivan langsung berdiri, yakin wanita ini tertarik padanya. "Oh, jadi lo tau gue? Gampang kan jadi gue terkenal? Duduk aja dulu, kita ngobrol..."

Namun sebelum Ivan selesai bicara, wanita itu meletakkan gelas martini-nya di meja dengan suara keras. "Gue tau lo, dan gue cuma mau bilang: Karma nggak pernah lupa alamat. Nikmatin aja hidup lo selagi bisa."

Semua orang di meja VIP langsung terdiam, bahkan Dodi terlihat ingin kabur. Ivan mencoba menyelamatkan muka, tapi wanita itu sudah pergi, meninggalkan mereka dengan keheningan yang canggung.

"Siapa dia, Ted?!" Ivan bertanya dengan wajah merah padam.

Dodi mengangkat bahu. "Mungkin utusan karma, bro."

...****************...

Wanita itu berjalan menjauh dengan langkah anggun, meninggalkan Ivan yang mendidih karena merasa harga dirinya direndahkan. Dia meneguk minumannya dengan kesal, lalu tiba-tiba berdiri dengan semangat seorang raja yang tersinggung di Game of Thrones. “Berani-beraninya dia ninggalin gue gitu aja?! Gak ada yang bisa nolak gue!”

Dengan langkah cepat dan penuh emosi, Ivan menyusul wanita itu. Begitu dia mendekat, tanpa banyak basa-basi, Ivan meraih pergelangan tangan wanita itu dengan gaya dramatis seperti dalam sinetron. “Hei, jangan pergi dulu. Lo harus tahu siapa yang ngajak lo tadi!”

Wanita itu menoleh dengan tatapan tajam yang bisa bikin macan kumbang ciut. Tapi Ivan, yang lagi dikuasai ego setinggi Monas, malah tersenyum sinis. “Lo harusnya berterima kasih. Gue, Ivan—orang paling berpengaruh di kota ini—ngajakin lo nongkrong bareng! Banyak yang ngantri buat duduk di meja gue, tau gak?”

Wanita itu mengangkat alisnya, lalu menatap Ivan dari ujung kepala sampai kaki, seperti sedang menilai barang di pasar loak. “Oh, gitu? Jadi menurut lo gue harus bersyukur karena lo, pangeran drama Jakarta, ngajakin gue? Wah, terima kasih, ya. Gue jadi merasa spesial banget.”

Suara sarkasnya membuat teman-teman Ivan yang melihat dari jauh mulai menahan tawa. Dodi bahkan sudah mengalihkan muka, pura-pura sibuk main HP.

Ivan tidak menyerah. “Duduk, sini. Kita ngobrol. Gue yakin lo bakal suka nongkrong sama gue. Semua orang suka gue.”

Wanita itu mendengus pelan. “Suka lo? Ya, paling buat bahan cerita di grup gosip!” katanya sambil berusaha melepaskan tangannya.

Tapi Ivan tetap keras kepala. Dia menarik kursi di dekatnya dan mendorong wanita itu untuk duduk. “Denger, ya. Gue ini anak orang penting. Dan lo nggak akan dapet kesempatan ini lagi. Jadi, duduk manis aja.”

Wanita itu akhirnya duduk, tapi ekspresinya seperti orang yang dipaksa makan tahu basi. Dia melipat tangannya dan menatap Ivan dengan santai. “Oke, Ivan. Gue duduk. Sekarang mau ngomong apa?”

Ivan tersenyum lebar, merasa telah menang. “Nah, gitu dong. Gue cuma mau bilang kalau gue ini orang yang nggak akan bisa lo tolak. Gue ini Classy.”

Wanita itu menatapnya lekat-lekat, lalu tiba-tiba tertawa kecil. “Classy, ya? Hmm, gue baru pertama kali lihat orang berkelas pake parfum yang baunya kayak ruangan karaoke.”

Ivan terdiam sejenak, lalu batuk kecil. Teman-temannya yang dari tadi diam langsung meledak tertawa. Ivan yang sudah tidak tahan lagi, akhirnya melepaskan wanita itu dengan wajah merah padam.

Wanita itu berdiri dan membetulkan rambutnya dengan elegan. “Thanks for the show, Ivan. Semoga malam lo menyenangkan. Gue balik dulu ke dunia nyata.” Dia pun melenggang pergi, meninggalkan Ivan yang termangu, sambil mencoba menyelamatkan sisa harga dirinya di tengah tatapan teman-temannya yang nyaris terguling karena menahan tawa.

...****************...

Di lantai tiga klub malam itu, suasana jauh lebih tenang dibanding lantai bawah yang penuh dengan Ivan dan dramanya. Helen berjalan dengan langkah mantap menuju sebuah meja di pojokan. Di sana duduk seorang pria dengan ekspresi sekeras batu dan aura yang bisa bikin tukang parkir kabur tanpa minta uang receh. Pria itu adalah Chandra, kakak Jessica, yang sedang menatap minumannya seperti ada strategi perang terselip di antara es batunya.

“Gimana?” tanya Chandra tanpa basa-basi begitu Helen duduk.

Helen mendesah panjang, mengibas rambutnya dengan dramatis. “Gimana apanya? Anak itu, Ivan, benar-benar… aduh, nggak bisa gue ungkapkan pake kata-kata. Orang paling menjijikkan yang pernah gue temui. Serius, gue rasa kecoak pun bakal geleng-geleng liat dia.”

Chandra mengerutkan kening. “Jadi dia di bawah masih asyik dengan hobinya?”

Helen mengangguk. “Minum, nge-bong, terus nyombong kayak dia itu ketua geng dunia bawah. Sumpah, Chandra, kalau bukan karena misi kita, gue udah timpuk kepalanya pake gelas barusan.”

Chandra menatap Helen dengan tajam. “Tenang, Helen. Kita nggak mau dia mati sekarang. Gue nggak mau dia lolos gitu aja. Gue mau dia nge-rasain”

Helen mengangkat alis. “Nge-rasain? Chandra, lo tahu kan, cowok kayak Ivan itu nggak punya hati. Palingan dia cuma ngerasain lapar sama haus.”

Chandra menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap kosong ke arah meja Ivan di bawah. Dari kejauhan, dia bisa melihat Ivan tertawa keras sambil menepuk-nepuk bahu temannya yang kelihatan udah setengah mabuk.

“Dia bakal merasain,” gumam Chandra pelan, tapi nadanya dingin seperti es serut yang lupa diberi sirup. “Dia bakal kehilangan semuanya. Kekayaan, reputasi, teman-teman penjilatnya. Gue mau dia jatuh sampai titik di mana dia cuma bisa ngerangkak, minta ampun, dan nyesel pernah dilahirkan.”

Helen menyipitkan matanya. “Wow, Chandra. Lo kayak gabungan Sherlock Holmes sama Joker. Rencana lo udah sejauh mana?”

Chandra mengangguk pelan, lalu dengan suara rendah dia berkata, “Helen, ini bukan cuma rencana. Ini seni. Lo ikutin aja apa kata gue”

Helen mendengus, lalu mengambil minuman Chandra tanpa izin. “Ya, seni yang bakal bikin lo dipenjara kalau kita nggak hati-hati.” Dia menyesap minuman itu dan menatap Chandra. “Tapi oke, gue di pihak lo. Ivan harus hancur. Gue nggak peduli gimana caranya. Tapi janji, Chandra, kita nggak gegabah.”

Chandra mengangguk, tapi di dalam pikirannya, dia sudah memvisualisasikan Ivan menangis di trotoar, rambutnya acak-acakan, dan kehilangan semua yang dia punya. “Santai aja, Helen. Gue tahu apa yang gue lakukan.”

Tepat saat itu, suara Ivan terdengar dari bawah, memekik seperti pahlawan sinetron. “Semua minuman di sini gue traktir! Gue Ivan! Gue bayarin semuanya!"

Helen dan Chandra saling pandang. Helen menutup wajahnya dengan kedua tangan. “Tuh kan, dia makin jadi. Lo yakin nggak mau biarin gue timpuk kepalanya? Paling nggak biar dia diam.”

Chandra hanya menghela napas panjang. “Tenang, Helen. Semakin tinggi dia terbang, semakin keras dia jatuh.”

Helen mendecak. “Yah, terserah. Tapi kalau nanti dia jatuh, gue mau ngambil foto. Buat kenang-kenangan.”

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!