Ara adalah seorang personal asisten Garvi, hubungan mereka cukup unik. Terkadang terlihat layaknya kawan sendiri tapi tak jarang bersikap cukup bossy hingga membuat Ara lelah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sebelas
💙💙💙💙
Tanpa menunggu balasan chat dari sang adik, Garvi memilih langsung mematikan ponselnya karena malas dispam sang adik. Pandangannya kemudian beralih pada sang personal asisten yang nampak serius dengan pekerjaannya.
"Zahra!"
Ara mengangkat wajahnya. "Ya, Pak? Butuh sesuatu?"
Garvi menggeleng. "Saya mau nanya, kunjungan untuk melihat proyek pembangunan gedung baru hari bukan?"
"Iya, Pak, hari ini, sebelum jam makan siang. Nanti kita langsung otw sekitar jam setengah sebelas."
Kali ini Garvi mengangguk paham. Ia kembali menyalakan ponselnya.
Saat hendak kembali mematikan ponselnya, tiba-tiba ada sebuah chat kembali masuk. Sebuah pesan dari sang kekasih. Batinnya bertanya-tanya, tumben sekali kekasihnya ini mengiriminya pesan singkat? Biasanya menelfon saja jarang.
Cepat-cepat ia mengetik balasan untuk sang kekasih.
Garvi benar-benar merasa aneh dengan sikap sang kekasih yang tak biasanya bersikap demikian. Selama berpacaran, Arin tipe yang jarang mengirim pesan pribadi kepadanya, jangankan mengirim pesan pribadi, menelfon saja jarang. Kalau mau bertemu keduanya lebih mengandalkan personal asisten dan manager mereka. Jadi, Garvi benar-benar merasa aneh.
Apakah ada sesuatu yang mengganggu kekasihnya itu? Kalau iya, apa?
"Pak Garvi!"
Lamunan Garvi buyar. "Ya?" Ia langsung menoleh ke arah sang personal asisten, "ada apa, Zahra?" tanyanya dengan wajah bingung.
"Bapak melamun?" Ara balik bertanya dengan ekspresi herannya. Pasalnya ia memang memanggil sang atasan dari tadi dan baru dapat respon barusan.
"Kamu memanggil saya?"
Ara menghela napas. Mau sampai kapan ini keduanya akan saling bertanya dan bukannya menjawab. Tak berapa lama kemudian ia mengangguk.
"Iya, Pak, saya panggil dari tadi. Tapi Pak Garvi malah asik melamun dan bukannya merespon panggilan saya. Bapak sedang kurang sehat atau bagaimana?"
Garvi menggeleng. "Tidak, saya baik-baik saja. Maaf, kenapa kamu memanggil saya? Mau berangkat sekarang?"
"Belum, Pak, kita berangkat masih sekitar satu jam lagi. Saya manggil Pak Garvi karena saya mau minta Bapak buat cek laporan yang Bapak minta tadi. Sudah saya kirim lewat email."
"Oh." Garvi manggut-manggut paham. Dengan segera, ia kemudian langsung mengecek email yang Ara maksud.
Awalnya Ara merasa sedikit heran dan aneh dengan sikap sang bos, namun, ia kemudian merasa kalau mungkin bosnya ini sedang butuh privasi. Jadi, ia tidak terlalu ambil pusing.
💙💙💙💙
Ara langsung mengalihkan pandangannya saat mendengar decakan samar keluar dari mulut sang atasan. Perasaan langsung was-was.
Waduh, habis melakukan kesalahan apa nih dirinya?
"Bapak haus?"
Garvi menoleh dan menatap sang personal asisten dengan tatapan datarnya. "Menurut kamu?"
Ara mengangguk cepat. "Baik, Pak, akan saya carikan--"
"Bukan itu yang saya mau, Zahra," potong Garvi dengan wajah yang terlihat sedang menahan jengkel.
"Lalu? Duh, Pak, tolong, to the point, saya kayaknya nyerah dan nggak bisa nebak deh."
"Perhatikan langkah kaki kamu!"
Ara mengerutkan dahi bingung. "Hah? Maksudnya?"
Decakan Garvi semakin terdengar kesal. "Kamu ini bodoh atau bagaimana sih?"
Di luar prediksi, kedua mata Ara tiba-tiba memerah. Sepertinya karena efek si merah yang mau datang tapi tidak kunjung datang, membuat Ara menjadi super sensitif. Terkadang ia memang mengalami hal demikian, ia bisa menjadi sangat emosional karena hal sepele jelang kedatangan si merah.
"Bapak bisa nggak sih kalau karyawannya berbuat salah ditegur dan dikasih tahu baik-baik, atau minimal kalau mau marah-marah, ya marah sekalian jangan disuruh nebak begini. Nyebelin banget sih, Pak."
"Kamu sedang periode? Tumben nggak cuti?"
Berhubung terkadang tidak ada weekend di kamus hidup Ara, biasanya kalau periode di hari pertama ia akan mengambil cuti sehari. Selain karena ia sering seperti orang pesakitan saat periode, terkadang rasa mager benar-benar membuatnya tidak bisa melakukan pekerjaan dengan baik. Maka demi kelancaran pekerjaannya, Garvi selalu memberi jatah cuti periode untuk sang asisten.
"Belum. Tapi udah hampir."
Garvi meringis sungkan. Ia meminta maaf lalu menghela napas sejenak. "Tunggu sebentar, coba kamu cari tempat duduk yang nyaman. Saya pergi dulu."
"Bapak mau ke mana?"
"Enggak akan lama, Zahra. Cuma sebentar. Nanti saya ke sini lagi."
"Saya belum butuh kiranti, Pak."
Garvi mendengus. "Saya mau cari tisu buat lap ingus kamu. Tunggu sebentar."
"Pak!" teriak Ara memanggil sang atasan.
Kesambet setan penghuni gedung baru kah atau gimana itu si bosnya. Ara yakin 101% Garvi pasti hafal kalau selalu ada tisu di dalam tasnya. Mau itu tisu basah dan kering, semuanya ada. Lalu kenapa bosnya itu pergi begitu saja.
Lumayan lama menunggu, Garvi kembali tak lama kemudian.
Ara langsung mendengus samar saat menyambut sang bos. "Dapet tisunya, Pak?" tanyanya dengan nada menyindir.
Dengan wajah santai, Garvi menggeleng. "Ingus kamu udah nggak ada, ngapain saya ngabisin uang buat beli tisu."
"Astaga, Pak, harga tisu berapa sih sampai Bapak bilang 'ngabisin uang'? Bapak beli pabrik tisu juga uang Pak Garvi masih nyisa buat jajan saham. Jangan bersikap sok miskin deh, Pak, kalau faktanya anda sultan. Kesel banget saya dengernya sebagai orang miskin beneran."
Garvi hanya terkekeh samar lalu meletakkan kantong plastik bawaannya dan duduk di sebelah Ara. Tanpa mengeluarkan kata-kata, ia hanya mengambil botol mineral, membuka lalu menegaknya hingga sisa setengah.
Berhubung Ara sadar diri kalau sang bos agak Tsundere dikit, maka dari itu Ara berinisiatif untuk langsung membuka plastik yang dibawa Garvi tadi. Ia tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua bola mata kagetnya.
"Bapak nyariin saya sendal?"
"Saya juga belikan obat untuk luka kamu yang lecet. Saya tuh suka heran sama kamu, kalau berurusan dengan keperluan saya, kamu itu benar-benar teliti dan gesit, tapi kalau untuk diri kamu sendiri, kenapa selalu ceroboh sih? Heran banget saya. Zahra, saya benar-benar tidak suka sifat kamu yang ini. Saya tahu, saya memang yang menggaji kamu, tapi yang melakukan pekerjaan ini-itu tubuh kamu. Jadi, tolong, bersikap baiklah terhadap tubuh kamu sendiri. Saya paling malas kalau disuruh menggulang kalimat, kamu paham?"
Sambil meringis dan merasa sedikit bersalah. Ara langsung mengangguk cepat. "Baik, Pak, terima kasih dan maaf." Ia kemudian melepas heels-nya dan menggantinya dengan sendal swallow yang dibeli di warung depan.
Bosnya benar, karena terlalu sering mengurus Garvi. Ara memang sering kali melupakan kebutuhannya sendiri. Seperti hari ini, harusnya sebelum berangkat ia membawa sepatu kets-nya agar saat datang ke lapangan untuk meninjau proyek seperti sekarang, ia tidak terlalu tersiksa dengan heelsnya.
"Ngomong-ngomong ini kapan balik, Pak?" tanya Ara sambil membuka tutup botol air mineral yang Garvi beli. Masuk hitungan lumayan jarang soalnya dibeliin minum sama si bos. Kalau dibayarin sih sering.
"Nunggu adik saya."
"Hah?!"
💙💙💙💙
🙏 ...awal yg asyik u baca terus