NovelToon NovelToon
Room Service

Room Service

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Selingkuh / Model / Diam-Diam Cinta / Mengubah Takdir / Karir
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Yeppeudalee

Emily seorang model yang sukses dan terkenal. Namun, kesuksesan itu tidak dia dapatkan dengan gampang dan berjalan mulus. Mimpi buruk terjadi disaat dia menjadi boneka *** pribadi milik presedir di agensi tempat dia bekerja. Mulut terbungkam saat dia ingin berteriak, namun ancaman demi ancaman terlihat jelas di depan matanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeppeudalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sikap Yang Memalukan

“Akhh … kepalaku, sakit sekali,” keluh Emily, terbangun dari tidurnya. Matanya terpejam sejenak, merasakan pening yang datang begitu mendalam. “I-ini? D-dimana?” Dia menatap sekeliling ruangan yang terlihat asing. Tempat ini tidak familiar baginya. “Aduh, kepalaku sakit sekali…” keluhnya lagi, sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat nyeri, mengaburkan penglihatannya sejenak.

Tiba-tiba, suara husky memecah keheningan, membuat Emily terkejut.

“Ada apa?” suara itu bertanya pelan, dan Emily langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu, di mana seseorang baru saja masuk ke dalam kamar.

“P-pak Re-reymond?” suara Emily terkejut, bingung, dan kebingungannya semakin menjadi ketika melihat Reymond berdiri di ambang pintu. Kenapa pria itu bisa berada di ruangan yang sama dengannya.

“Kamu menghubungi saya semalam.” Reymond menjelaskan dengan nada tenang, meski matanya sedikit tajam.

“Aku?” Emily terdiam sejenak, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, namun kepalanya justru semakin pusing.

“Hm.” Reymond hanya mengangguk, menatapnya dengan serius.

Wajah Emily berubah seketika, ekspresinya penuh ketidakpercayaan dan rasa malu. “Apa yang udah aku lakukan?” keluhnya pelan, menghindari pandangan Reymond. “M-maafkan aku,” ucapnya hampir tak terdengar, wajahnya tertunduk, merasa malu dengan keadaan yang ada.

“Saya sudah siapkan sarapan dan membelikanmu obat penghilang mabuk. Ayo keluar,” Reymond berkata, tanpa menunjukkan ekspresi marah atau kecewa.

“S-sarapan?” Emily terkejut, masih merasa bingung dengan situasi yang dihadapinya.

“Hm.” Reymond hanya mengangguk, lalu berjalan keluar dari kamar, meninggalkan Emily yang masih terdiam.

Dengan hati penuh keraguan, Emily mengikutinya, pikiran dan perasaannya dipenuhi pertanyaan—kenapa dia bisa menghubungi Reymond? Mereka tidak dekat, bahkan canggung satu sama lain.

***

“Ayo dimakan.” Reymond meletakkan sepiring makanan di meja makan dan duduk di seberang Emily, menatapnya dengan tatapan penuh perhatian.

Emily menatap makanan itu dengan ragu. Suasana terasa canggung di antara mereka.

“Kenapa? Kamu gak suka?” Reymond bertanya, melihat kebisuan Emily.

“E-enggak kok.” Emily buru-buru menjawab, mengambil sendok dan mengeruk sup yang ada di mangkuknya, mencoba mengalihkan perhatian dari pikiran yang terus berputar.

Dia mulai menikmati supnya, berusaha melupakan rasa pusing di kepalanya. Reymond kemudian meletakkan botol kecil obat penghilang mabuk di meja.

“Apa yang terjadi?” Pertanyaan itu membuat Emily berhenti makan. Tangan yang memegang sendok terhenti di udara, lalu perlahan turun ke meja. Wajahnya menunduk, seolah mencoba menghindari pandangan Reymond.

“Emily?” Reymond memanggilnya, matanya menunggu penjelasan.

“E-enggak ada apa-apa,” jawab Emily cepat, namun suaranya bergetar.

“Kalau memang nggak ada apa-apa, kenapa kamu menangis?” Reymond menatapnya tajam, tidak percaya dengan reaksi yang dilihatnya.

“M-menangis?” Emily menatapnya dengan mata membulat, terkejut dengan kata-kata itu.

“Ya.” Reymond mengangguk, matanya tetap memerhatikan Emily dengan penuh perhatian.

“Aiiissssh! Bisa-bisanya aku menangis di depan orang lain,” Emily bergumam pelan, merasa malu dengan dirinya sendiri.

Reymond tetap diam, menunggu penjelasan lebih lanjut.

“Katakan, apa yang terjadi?” Reymond meminta dengan nada tegas, tapi tidak kasar.

“Itu … a-apa yang kulakukan selain menangis?” Emily menunduk lagi, menyembunyikan wajahnya dari pandangan Reymond.

Reymond mendesah, matanya kini tampak lebih serius. “Kamu meminta saya un—” Kalimatnya terhenti ketika dia menyadari ekspresi Emily yang tampak penuh kebingungan. Sesuatu yang aneh pasti terjadi semalam, dan dia mulai merasakan kegilaan apa yang telah dilakukan Emily dalam keadaan mabuk.

“P-pak Reymond?” Emily bertanya dengan suara pelan, tidak berani mengangkat wajahnya.

“Habiskan sarapanmu,” Reymond berkata dingin, seolah menutup pembicaraan. “Saya harus berangkat ke kantor, ada meeting.”

“O-oh, i-iya...” Emily menjawab dengan suara pelan, merasa sangat canggung.

Dengan hati-hati, Emily melanjutkan makannya, berusaha menghabiskan sarapan yang telah disiapkan Reymond untuknya, meskipun pikirannya masih terperangkap dalam kebingungannya sendiri.

***

📍Dallas Law Company

-Ruangan Reymond -

Reymond sedang duduk di kursi kerjanya, tengah memeriksa beberapa dokumen penting. Ketika suara lembut memanggil namanya, dia langsung mengangkat wajahnya.

"Sayang?" suara itu membuat Reymond menoleh, dan di ambang pintu, Rein berdiri dengan ekspresi yang tidak terlalu senang.

"Rein? Kenapa kamu kemari?" Reymond berdiri dari kursinya, merasa sedikit terkejut.

Rein melangkah masuk dan mendekati Reymond, bibirnya tergerai dalam bentuk cemberut yang jelas. "Kamu janji denganku, kamu akan kembali ke rumah. Tapi, kamu malah gak pulang semalam." Keluhan itu keluar dengan nada sedikit kesal, namun juga menunjukkan kecemasan.

"Maaf kalau saya gak tepati janji itu. Tiba-tiba saja, saya harus menyelesaikan pekerjaan, semalaman." Reymond menjelaskan dengan nada yang seolah berusaha meyakinkan Rein, meskipun ada sedikit rasa bersalah dalam dirinya.

"Kamu begitu sibuk, hm?" Rein menatapnya dengan ragu, menilai apakah alasan itu cukup meyakinkan.

"Iya, Rein." Reymond mengangguk, meski hatinya tahu bahwa dia sedang berbohong.

Rein menatapnya sejenak, lalu menghela napas panjang, tetap merasa tidak puas dengan penjelasan tersebut, namun memilih untuk tidak menambah perdebatan lebih lanjut.

***

-Mobil Van-

Di dalam van hitam, Emily duduk gelisah, meremas ponselnya dengan kuat. Dia membuka layar dan melihat nama Reymond muncul di daftar panggilan masuk.

"Sial! Aku benar-benar menghubunginya. Kenapa bisa seperti ini?" Emily bergumam dengan wajah tegang, cemas. "Semalam, aku menangis, terus… apa lagi yang aku lakukan?" Dia memejamkan mata, mencoba mengingat kejadian semalam. "Perasaan ku mulai gak enak, apa yang ku lakukan setelahnya?" Pikirannya mulai kabur, dan tiba-tiba wajahnya berubah, kedua bola matanya membelalak seketika.

Dengan refleks, dia menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Pak Reymond, mau tidur denganku? Bapak pasti tidak akan menolaknya. Benarkan?"

"G-gak mungkin? Gak mungkin aku ngomong gitu ke dia? Aaaaaaaaaaaa!" Emily menundukkan wajahnya dalam cemas, menutupnya dengan kedua tangan, merasa malu setengah mati. "Sial! Bisa-bisanya aku ngomong seperti itu. Dan yang memalukan, aku berada di kamar asing, terus, dia juga buatkan sarapan untukku! Aaaaaaaaaaa! Otakmu dimana Emily?"

Dia berteriak dalam hati, semakin tenggelam dalam rasa malunya. Saat itu, suara Yubin memanggilnya, membuat Emily terkejut dan seketika terjaga dari pikirannya.

"Emily?" Yubin bertanya dengan nada khawatir, melihat ekspresi Emily yang kacau.

"E-eonnie..." Emily cepat-cepat mengangkat wajahnya, berusaha menutupi rasa malu yang sangat terasa.

"Apa yang terjadi?" tanya Yubin lagi, tidak puas dengan jawaban sebelumnya.

"Enggak, gak ada." Emily mencoba menyembunyikan kegelisahannya.

"Udah waktunya kamu take." Yubin mengingatkannya, seolah tidak ingin Emily semakin terjebak dalam pikirannya.

"Iya eonnie." Emily mengangguk, meskipun pikirannya masih terombang-ambing.

Dengan langkah terburu-buru, Emily keluar dari van hitam dan berjalan menuju lokasi syuting yang sudah disiapkan.

"Emily sudah siap?" tanya salah satu kru syuting yang menunggu.

"He’em, sudah siap kak." Emily mengangguk sambil memberikan senyum manis, meskipun di dalam hatinya masih penuh kekhawatiran.

****

Namun, bukan hanya Emily yang dipenuhi kegelisahan. Reymond, yang kini berada di kantornya, juga tidak bisa melepaskan ucapan Emily yang terngiang-ngiang di pikirannya, meskipun sikapnya tetap terlihat tenang di luar.

"Pak Reymond, mau tidur denganku? Bapak pasti tidak akan menolaknya. Benarkan?"

"Membingungkan." Reymond bergumam, seakan hanya kata itu yang bisa menggambarkan apa yang dirasakannya.

Pikirannya terfokus pada satu pertanyaan yang terus berputar: Kenapa gadis itu sampai mabuk? Kenapa dia menghubunginya semalam? Dan yang lebih penting, apa yang sebenarnya terjadi pada Emily saat itu?

Reymond mencoba mencerna semua yang terjadi, namun semakin banyak pertanyaan yang muncul tanpa jawaban.

1
Pandagabut🐼
pak Presdir, kamu mengerikan...
Miralee
🫶🏻🫶🏻🫶🏻
Kairawu
Yeay aku baca disini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!