“Baik, kalau begitu kamu bisa bersiap untuk menyambut kematian mama! Mama lebih baik mati!” Ujar Yuni mencari sesuatu yang tajam untuk mengiris urat nadinya.
Alika tidak percaya dengan apa yang di lakukan Yuni, sebegitu inginnya Yuni agar Alika mengantikkan kakaknya sehingga Yuni menjadikan nyawanya sebagai ancaman agar Alika setuju.
Tanpa sadar air bening dari mata indah itu jatuh menetes bersama luka yang di deritanya akibat Yuni, ibu kandung yang pilih kasih.
Pria itu kini berdiri tepat di depannya.
“Kamu siapa?” Tanya Alika. Dia menebak, jika pria itu bukanlah suaminya karena pria itu terlihat sangat normal, tidak cacat sedikitpun.
Mendengar pertanyaan Alika membuat pria itu mengernyitkan alisnya.
“Kamu tidak tahu siapa aku?” Tanya pria itu menatap Alika dengan sorot mata yang tajam. Dan langsung di jawab Alika dengan gelengan kepala.
Bagaimana mungkin dia mengenal pria itu jika ini adalah pertama-kalinya melihatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 30
Hujan deras sore itu membasahi rumah American klasik milik Daniel. Gelap di langit tidak menampakkan awan cerah.
Alika menatap keluar jendela kamar. Menatap hujan yang turun di iringi gemuruh gundala sesekali yang membuat Alika terkadang tersentak kaget. Dia benci di saat seperti ini. Karena hal itu mengingatkannya pada suatu ketakutan yang dia lupa.
Ada memori yang tidak dia ingat, memori selalu membuat dirinya gelisah . Sesuatu yang penting namun tidak bisa dia ingat.
Alika menengadah menatap langit gelap dengan kilatan yang membuat orang bergidik ngeri saat menatapnya. Lalu dia menghela nafas berat. Sangat tidak nyaman dia rasakan, perasaan itu begitu mengganggu hatinya.
Sementara Daniel, sama seperti Alika, dia juga menatap hujan yang turun dengan pandangan sesekali dia arahkan ke langit dengan pandangan murung dan sendu. Seperti menyimpan beban yang begitu berat.
Jika Alika menatap hujan dengan memori yang tidak dia ingat, berbeda halnya dengan Daniel. Dia mengingat memori itu, memori yang membuat dia merasa kesakitan.
Memori yang menyimpan luka yang membekas di hatinya, dan membuat dia terkadang benci pada hujan yang turun.
Karena dia pernah meringkuk kedinginan di ruang yang gelap dengan perut yang begitu lapar. Yang bisa Daniel dengar hanya suara hujan dan petir yang semakin membuatnya ketakutan.
Dan kenyataan yang paling pahit harus dia telan saat terbebas dari tempat menakutkan itu, adalah kehilangan kedua orang tuannya. Bahkan dia tidak sempat melihat wajah kedua orang tuanya untuk yang terlahir kalinya.
Mengingat kembali peristiwa itu hati Daniel bagaikan di iris pisau, luka itu kembali berdarah
Daniel mengusap kasar wajahnya. Namun ingatan akan masa lalu itu tidak ingin pergi, ataupun menghilang. Wajah kedua orang tuanya kembali muncul bak kaset yang terputar ulang.
Padahal, Daniel ingat bagaimana dulu di begitu membenci ayahnya karena menikah lagi dan membuat ibunya terluka. Dia pikir selamanya dia akan membuat ayahnya hidup dalam rasa bersalah, tapi sayangnya justru dia lah yang dalam rasa bersalah.
“Daniel kamu di dalam?” Teriak Alika dari luar kamar.
“Ya,” Jawab Daniel pendek.
“Boleh aku masuk?” Tanya Alika.
“Tidak, aku ingin tidur.”
Dia tidak mungkin mengizinkan Alika masuk, walaupun dia akan sangat senang jika di saat seperti ini ada Alika di sisinya.
Daniel jadi menyesal dengan keputusan yang diambil, menyamar sebagai Brian dan juga menjadi Daniel yang cacat membuat dia sendiri kerepotan, dan kehilangan kesempatan berduaan dengan Alika sebagai sepasang suami istri.
Dia sendiri tidak menyangka dan tidak pernah berpikir jika dia bisa menyukai Alika, awalnya dia melakukan itu, agar Alika tergoda dengan dirinya sebagai Brian lalu dia memiliki kesempatan untuk menceraikan Alika sebagai Daniel karena telah berselingkuh dengan adiknya.
Tapi sayangnya semua tidak berjalan seperti yang dia rencanakan. Alika tidak begitu muda untuk tergoda, bahkan meskipun dia mengetahui suaminya pria cacat dia tetap bersikap baik. Bahkan memasak makanan yang enak untuk dirinya sebagai Daniel si suami cacat.
“Pergilah, jangan mengangguku!” Teriak Daniel dari dalam kamarnya
“Baiklah.” Alika menelan kekecewaan dan kembali ke kamarnya
Ternyata sampai saat ini Daniel belum juga bisa menerima dirinya sebagai istri, apakah wajahnya sejelek itu? Alika menatap pantulan dirinya di cermin hias lalu melepas kacamata tebal yang di pakainya setiap hari itu.
Ya, dia memang terlihat sangat jelek. Alika mendengus, harusnya dulu dia tidak memutuskan untuk mengalah pada Helen dan membuat wajahnya terlihat begitu jelek. Atau, mungkin dulu dia hanya menghias wajahnya sed8kit jelek saja, tidak berlebihan seperti sekarang. Jadi dia tidak akan terlihat terlalu jelek begini.
Hufff.... Menyesal tiada gunanya.
“Atau apa aku perlihatkan saja wajah asliku?” Alika bertanya sendiri.
“Tidak, aku tidak bisa melakukan itu.” Ucapnya lagi.
Dia tidak mungkin langsung memperlihatkan wajah aslinya, bagaimana jika Daniel marah karena merasa di bohongi. Ahhh... Dia merasa serba salah.
Tok! Tok! Tok!
“Kakak ipar kamu di dalam?” Suara ketukan pintu dan suara Brian dari luar kamar membuat Alika kembali memakai kacamatanya.
“Ada apa?” Tanya Alika saat membuka pintu kamarnya.
“Ketus sekali kakak ipar. Ada apa? Kenapa wajahnya terlihat kesal begitu?” Tanya Brian pura-pura tidak tahu jika dia adalah penyebabnya.
“Bukan urusanmu!” Kata Alika mendongak melihat Brian.
“Ada apa? Mau apa? Cepat katakan! Jika kamu tidak punya urusan penting sebaiknya pergi! Aku sedang tidak punya tenaga untuk melayani keusilanmu!” Alika menatap Brian dengan tatapan beringas pemangsa, dia benar-benar sedang kesal saat ini.
“Wah, melihatmu seperti ini membuatku jadi...” Brian menggantung ucapannya.
“Apa! Apa otakmu itu korslet lagi hah! Apa kamu memikirkan hal yang tidak masuk akal lagi!” Jengkel Alika.
Brian selalu saja membuat dia darah tinggi. Lama-lama bisa terkena strok gara-gara adik ipar kurang ajarnya itu.
“kamu membuat jadi merasa lapar.” Sambung Brian.
“Oh, jadi maksudmu itu ya?”
“Memangnya apa yang kamu pikirkan?” Tanya Brian.
“Ti...tidak ada, memangnya apa yang aku pikirkan.” Alika merasa malu dengan pemikirannya tadi.
“Jangan-jangan kamu memikirkan hal yang kotor?” Brian memicingkan matanya.
“Tidak! Aku tidak.” Alika mengelak.
“Kamu ketahuan kakak ipar, kenapa kamu berpikiran negatif sekali padaku.” Tanya Brian.
“Itu karena kami selalu membuatku berpikiran negatif padamu!” Ucap Alika lalu berjalan pergi.
“Kamu keterlaluan sekali kakak ipar.” Brian mengikuti Alika yang menuju dapur.
“Kamu mau makan apa?” Tanya Alika ketika keduanya berada di dapur.
“Sesuatu yang ringan dan cocok di cuaca ini.” Jawab Brian.
Padahal, sebenarnya dia tidak ingin makan apa pun. Tadi, dia memang bicara ke arah yang lain, seperti yang Alika pikirkan. Tapi, karena hari ini dia tidak ingin membuat Alika kesal, jadi dia terpaksa mengatakan jika ingin makan sesuatu.
Alika berjalan ke rak dapur untuk melihat apakah ada tepung di sana. Dan ternyata ada, dia pun memutuskan untuk membuat sesuatu yang enak di makan saat cuaca dingin.
“Bagaimana kalau bakwan saja, kamu suka?” Tanya Alika.
“Terserah saja.” Jawab Brian. Apa pun yang di buat oleh Alika dia tidak masalah, karena dia tahu itu pasti enak.
“Kalau begitu aku akan membuat bakwan.” Kata Alika lalu mengambil beberapa sayuran dan jagung yang dia butuh kan.
“Aku heran, kenapa bahan-bahan di rumah ini lengkap sekali.” Kata Alika mengingat jika di rak dapur bahan, seperti tepung dan yang lainnya begitu banyak persediaannya. Padahal, di rumah ini hanya ada Daniel dan Brian sebelum dia datang beberapa bulan lalu.
“Itu karena Zicko yang membelinya.” Jawab Brian.
Sebenarnya sebelum Alika datang ke rumah itu, ada beberapa pembantu rumah di sana, tapi Brian menyuruh semuanya pulang ke rumah kakek Admanegara saat mengetahui jika dia akan menikah.
...****************...
Support author dengan like,komen dan vote ya. Terima kasih. :)
trus tidak helen yg terkejut akan fakta ttg daniel