Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 5
"Ra, gue tau benar kalo Arya itu memang rese. Tapi gue juga tahu persis bagaimana dia begitu perhatian sama orang-orang di sekelilingnya. Lagian kalau sudah menikah, dia juga paham kok kalo dia gak boleh menyakiti hati isterinya", ucap Zaki sungguh-sungguh.
"Dan lo Ar, gue mungkin yang paling sering diomelin Tiara. Tapi kita berdua juga tahu kalau itu karena gue yang salah. Dan gue yakin dia juga paham kalau dia harus menjaga ucapan terhadap suaminya. Intinya setelah menikah, gak akan ada rese dan judes lagi di antara kalian", Zaki berlagak seolah-olah dirinya adalah seorang psikolog pernikahan.
"Kalian nikah aja dulu. Masalah pendekatan dan lain-lainnya, Insya Allah sambil jalan juga bisa. Orang tetangga gue yang dijodohin aja anaknya bisa delapan kok".
"Eh, apa-apaan lo ngomongin anak segala. Urusan mau gak mau aja belum selesai nih", Arya melotot galak, menyembunyikan rasa malunya mendengar ucapan Zaki yang berlebihan.
Sementara Tiara wajahnya sudah bersemu merah, untunglah kedua lelaki itu tak bisa melihatnya.
"Ck, apa lagi sih? Sekarang gue tanya lo berdua. Lo berdua yakin kalau menolak ini, suatu saat bisa ketemu jodoh yang lebih baik? Lo Ar, lo sering digodain sama cewek-cewek ganjen yang pecicilan kan? Sementara lo Ra, lo gerah kan tiap hari diganggu sama Mario yang entah beneran naksir lo atau sekedar mau ngusilin lo", Zaki mulai kesal dengan kedua orang di hadapannya.
"Oke, gini aja. Lo berdua pikirin dari sekarang. Kalau sudah dapat keputusan, segera chat gue buat konfirmasi. Gue tunggu paling lambat malam ini jam tujuh. Titik", Zaki berdiri menuju kasir meninggalkan Arya dan Tiara yang kini kehabisan kata-kata.
**********
"Assalamualaikum..", ucap Arya saat memasuki rumahnya dengan lesu.
"Wa'alaikumussalam.. Eh, Arya... Sini nak. Nih, Ariana VC", ibunya tersenyum senang melihat kedatangan Arya.
Arya: Assalamualaikum bocil.. pa kabar?
Ariana: Wa'alaikumussalam. Ariana bukan bocil lagi Mas. Ariana sudah emak-emak.
Ariana, adik Arya yang tinggal di Sidney memamerkan putra kecilnya pada Arya.
Arya: Iya deh.. iya.. emak..
Arya terkekeh.
Arya: Duh.. ponakan Om Arya lucu banget. Ke sini dong.. biar nanti Om ajak naik motor keliling Jakarta ya..
Ariana: Eh, enak aja. Mana boleh anak kecil begini dibawa naik motor mas, bahaya.
Arya: Halah, kamu itu sudah ketularan sama bule di sana. Terutama bule yang ada di rumahmu itu. Di sini biasa aja kali emak-emak bawa anak kecil begitu naik motor.
Ariana: Ya terserah aku dong mas. Anak, anak aku. Kalau Mas mau, bawa aja anak Mas sendiri. Tapi, Mas belum punya kan... isteri aja belum ada, apalagi anaknya..
Ejek Ariana yang sukses membuat Arya kesal sementara ibunya tak bisa menahan tawa.
Arya: Sebentar lagi juga ada kok. Tunggu aja.
Ariana dan ibunya sontak terdiam.
"Serius Ar, kamu sudah ada niat mau nikah?", tanya ibunya semangat.
"Lagi proses bun, doain aja moga lancar", Arya hanya menyahut malas, seraya berdiri dan melangkah menuju lantai atas.
Ariana: Beneran tuh bunda?
Aisyah: Kayaknya sih dia serius. Mudah-mudahan beneran kalau Arya mau nikah. Kalau sudah gitu, kan Ayah sama Bunda bisa tenang.
Sementara dalam kamarnya, Arya mengetik pesan kepada seseorang.
Arya: Oke deh Zack. Bismillah, gue mau.
Tak perlu lama pesan itu berbalas.
Zaki: Alhamdulilah. Kalau begitu beres dong. Moga lancar.
Arya: Beres gimana? Bukannya musti nunggu konfirmasi dari Tiara juga?
Zaki: Tiara sudah bilang oke dari tadi siang bro.. lo yang ketinggalan.
Arya kaget, Tiara sudah setuju bahkan sebelum dirinya. Itu berarti, dia benar-benar akan menikah?
Entah bagaimana perasaannya sekarang. Keputusan yang tiba-tiba, jujur membuatnya sedikit ragu. Tapi teringat ucapan adiknya tadi, membuat dia menguatkan tekadnya kalau dia bisa melakukannya.
*********
"Bang, gambar kerja sama perhitungan gedung olahraga dah selesai semua. Kalau nanti ada yang gak sesuai, Bang Irwan konfirmasi ke Mbak Intan aja ya. Soalnya saya mau ijin pulang dulu, mau antar Chika imunisasi", ucap Zaki mengedipkan mata seraya melirik ke arah Intan.
Irwan sedikit bingung dengan sikap Zaki.
"Iya Zak, ga papa. Makasih"
Setelah Zaki pulang, Irwan segera membuka file yang dimaksud Zaki tadi. Dia periksa semuanya dengan teliti. Sedikit banyak dia berharap ada kesalahan, supaya ada bahan pembicaraan dan diskusi dengan Intan.
Setelah beberapa saat, Irwan melihat jam tangannya. Masih ada waktu 15 menit sebelum waktu istirahat makan siang.
Tiba-tiba Irwan mengerutkan dahi. Mengapa ada beberapa file yang perhitungannya benar-benar amburadul. Dan itu adalah file hasil perhitungan milik Zaki. Irwan merasa heran, tidak biasanya Zaki melakukan kesalahan separah ini.
Hampir saja ia kesal sebelum menyadari bahwa memang ini yang dia harapkan. Dan kini ia paham dengan isyarat Zaki tadi. Irwan menggeleng-gelengkan kepalanya. Senyum pun terbit di wajah tampannya.
"Intan, bisa kemari sebentar?"
Intan menatapnya kemudian berdiri untuk menghampiri Irwan.
"Ya, ada apa?"
Irwan kemudian menyampaikan tentang masalah file perhitungan Zaki pada Intan.
"Padahal harus sudah siap nanti sore, malah kacau nih si Zaki", Irwan seolah kesal dengan Zaki.
"Ya udah, gak papa. Kalau kita kerjain sama-sama, Insya Allah bisa selesai sebelum sore kok. Yang penting harus segera"
"Tapi.. sebentar lagi waktu makan siang nih. Gini aja, bawa laptop kamu. Kita kerjainnya sambil makan siang aja. Di dekat simpang jalan sana ada cafe baru. Menunya Italian food. Kita di sana aja ngerjainnya", tawar Irwan sedikit gugup.
Sikapnya lebih mirip mengajak kencan makan siang ketimbang mengajak bekerja.
Intan diam sejenak sambil memandang Irwan dengan tatapan ragu. Kemudian seperti menimbang-nimbang terutama masalah Italian food favoritnya, akhirnya ia pun mengangguk lalu kembali ke mejanya untuk bersiap. Irwan pun tersenyum puas..
********
"Jadi gimana prosedurnya? Aku datang ke Mbak Intan sendirian atau sama Ayah dan Bunda?", Arya bicara setengah berbisik pada Tiara pas jam makan siang di kantin kantor.
"Kata Mbak Intan kalau bisa sama orang tua Mas Arya, biar sekalian bisa kenalan sama mereka", sahutnya sambil menghirup minumannya lewat sedotan.
"Pakai seserahan kan? Yang aku pernah dengar sih begitu"
"Itu nanti, kalau diterima baru ada acara seserahan"
"Kalau diterima? Memangnya ada kemungkinan enggak? Kalau begitu, batal aja deh. Aku gak mau orang tuaku malu gara-gara lamarannya ditolak"
Tiara mendengus kesal.
"Maksudnya itu formalitas aja Mas, bukan kemungkinan. Aku sudah ngomong ke Mbak Intan kok, dan dia setuju"
"Ya sudah, berarti sabtu malam nanti acara lamaran ya. Nanti kamu mau minta mahar apa?"
"Apa ya? Aku juga bingung mas"
"Ya sudah, botol minum aja biar gampang", putus Arya, walaupun maksudnya hanya untuk bercanda.
"Ih, gak ah. Masa botol minum sih, memangnya aku anak PAUD apa?!", kini Tiara yang protes.
Arya terkekeh mendengarnya.
"Terus maunya apa? Kayak di novel-novel religi? Kupinang kau dengan hamdalah, basmalah atau astaghfirullah?"
Tiara jadi kesal.
"Aku mintanya Surah Al Baqarah", sahut Tiara ingin membuat Arya jera.
"Al Baqarah? Oke, siapa takut?!"
Tiara tersenyum usil.
"Bukan bacaan Mas, tapi hafalan", Tiara menjadikannya terdengar sulit bagi Arya.
Dia tak bermaksud serius. Itu hanya agar Arya tak lagi berkata semaunya.
"Oke", Arya terdengar percaya diri.
Tiara sedikit bingung kemudian menatap Arya menyelidik.
"Mas Arya, sanggup?"
Arya mengangguk.
"Insya Allah. Aku ikut sekolah Tahfiz, sampai sekarang alhamdulillah masih aktif. Dulu waktu masih kecil harus hadir tiap hari. Sekarang tinggal murajaah rutin aja, bisa langsung ke rumah Tahfiz atau lewat VC kalo gak bisa hadir"
Tiara mengangguk tanda paham.
"Memangnya Mas Arya sudah hafal berapa juz?"
"30. Tapi ya gitu, musti rajin mengulang biar gak lupa"
Tiara jadi terpana mendengarnya. Dibalik cadarnya, terbit segaris senyuman di bibirnya.
*********
"Jadi, kita sepakat ya nak Intan. Waktu pernikahannya satu bulan lagi. Acara seserahan dua hari sebelumnya", ucap Aisyah.
"Insya Allah Bu. Dan semoga rencana kita lancar"
"Bunda mau melihat wajah Tiara. Apa boleh?"
Tiara menoleh pada Intan karena sedikit gugup tapi kemudian mengangguk pelan.
Aisyah, Intan dan Tiara masuk ke ruang tengah yang terlindung dari ruang tamu, meninggalkan Arya dan ayahnya.
Sesaat kemudian.
"Masya Allah..", Aisyah terdengar mengucap dzikir.
Arya sontak kaget. Maksudnya apa itu?
Wajah ibunya muncul di balik gorden yang memisahkan kedua ruangan.
"Cantik banget Ar, cantik.. banget. Ibu suka", wajah Aisyah berbinar.
Arya terperangah.
********
Saat perjalanan pulang.
"Bun, ehm.. beneran nih, Tiara cantik. Bunda gak bohong kan?"
"Ya gak lah.. Buat apa bunda bohong?"
"Ya siapa tahu bunda mau melebih-lebihkan, supaya Arya gak ragu-ragu"
"Gak tuh. Kalau kamu gak percaya, kenapa kamu gak lihat sendiri aja. Kan kalau sudah dilamar, boleh lihat mukanya"
"Gak ah, takut niatnya jadi melenceng. Arya kan sudah yakin"
"Ehm memangnya secantik apa sih bun? Kayak Mbak Intan ya?"
"Kalau menurut bunda sih, lebih cantik Tiara. Untung dia pakai cadar, jadi aman dari mata-mata gak jelas"
Arya terdiam. Lebih cantik dari Mbak Intan? Masa sih?
***********
"Gimana persiapan nikahan lo bro? Beres? Perlu bantuan gue gak?", tawar Zaki.
"Kayaknya gak deh. Mbak Intan sama Bunda yang handle semuanya. Gue sama Tiara cuma ngurusin seperlunya aja"
Arya meregangkan tubuhnya yang pegal karena hampir empat jam berhadapan dengan komputer.
Dia melirik jam tangannya.
"Makan yuk, hari ini gue yang traktir", ajak Arya seraya berdiri dari kursinya.
Mereka kemudian menuju ke kantin kantor. Di sana terlihat Tiara tengah duduk makan dengan tak nyaman. Di hadapannya ada Mario yang entah sedang asyik berbicara apa pada Tiara.
"Ar, cewek lo digangguin tuh"
Arya kemudian menghampiri meja Tiara.
"Ra, pindah yuk. Ada yang mau kami omongin"
Arya lalu tersenyum pahit ke arah Mario.
Tiara yang memang sudah jengah dengan Mario pun berdiri. Arya mengambil piring dan minuman Tiara kemudian membawanya ke meja yang sudah ditempati Zaki. Sementara Tiara mengekor di belakangnya.
"Kok makan sendirian sih, Mbak Intan mana?"
"Mbak Intan ada meeting di luar kantor bareng Pak Nandar sama Bang Irwan"
Tiara mulai meneruskan lagi makannya.
"Mulai besok, kamu makannya bareng kita berdua aja. Jam makan siang jangan kemana-mana, tunggu kami jemput ke ruangan"
"Buset lo Ar. Kenapa jadi posesif gini? Belom juga nikah, main atur-atur aja lo"
"Ya gak gitu maksudnya Zack. Kalo bukan gue yang jagain dia pas di kantor, siapa lagi? Masa elo? Lo kan yang maksa kita buat nikah? Sekarang kenapa malah lo yang protes?"
Dalam hatinya Tiara merasa senang mendengar ucapan Arya. Baru kali ini dia merasa ada seorang lelaki yang memperhatikannya. Maksudnya dengan tulus, tidak seperti Mario.
"Iya deh.. iya.. Memang harusnya begitu sih. Kan bentar lagi dah jadi suami isteri. Harus mulai belajar saling memperhatikan", Zaki tersenyum geli.
Beberapa saat kemudian dari ambang pintu kantin muncul sosok Hanif yang juga bermaksud makan siang. Sontak mata Tiara dan beberapa mata yang lain melihat ke arahnya. Tak lama, cuma sebentar, tapi entah kenapa cukup membuat Arya sedikit gerah. Hanif yang walaupun sebentar lagi akan menikah, tapi merupakan sosok suami ideal menurut Tiara.
Arya yang kini merasa insecure dengan kehadiran Hanif di sana tiba-tiba berdiri.
"Kita ke warung depan aja yuk, sekali-sekali makan menu yang lain. Bosan kalau makan yang itu-itu terus", ajak Arya yang memang belum memesan apapun, begitu juga Zaki.
"Tumben? Biasanya kan lo yang gak mau makan di tempat lain. Menu di sini paling enak lah.. Di tempat lain gak jamin kebersihannya lah.. Kenapa sekarang ujug-ujug malah ngajakin ke warung depan sih?"
"Lo mau ditraktir gak? Terserah yang traktir lah, mau ngajak makannya dimana"
Zaki mencebik, dengan malas dia berdiri mengikuti Arya.
"Kenapa masih duduk? Ayo..", ajak Arya pada Tiara yang masih menikmati makannya.
"Aku juga?"
"Ya iyalah, kan ada yang perlu aku omongin ke kamu. Jadi kamu ikut juga, ayo"
"Tapi aku sudah hampir selesai makannya Mas. Lagian habis ini mau menghadap Mas Hanif, ngurus cuti. Mumpung dia masih ada soalnya mulai besok dia sendiri juga sudah cuti"
"Gak usah, nanti bareng aku aja ngurusnya. Sekarang ikut ke warung depan dulu", ucap Arya yang terlihat tak sengaja melirik ke arah Hanif yang tengah menunjuk-nunjuk pilihan menu makan siangnya.
Zaki yang kini paham dengan gelagat Arya hanya tersenyum.
"Udah Tiara.. Nurut aja napa sih? Latihan dari sekarang jangan membantah ucapan Arya. Jadi kalau udah nikah, gampang adaptasi. Ayo.. cepetan Ra.."
Dengan malas Tiara minum kemudian berdiri.
"Sudah bayar?"
Tiara menggeleng.
Arya menuju kasir kemudian mengeluarkan dompetnya.
"Punya Tiara berapa Bu?", tanyanya pada kasir.
Hanif yang masih berdiri di situ sontak menoleh. Pada saat yang sama Arya juga melihat ke arahnya. Keduanya hanya tersenyum sambil mengangguk.
Setelah membayar, Arya kemudian melangkah menuju keluar kantin diikuti Zaki dan Tiara.
Salam kenal
Terus semangat Author
Jangan lupa mampir ya 💜
Bagus...