NovelToon NovelToon
PENGANTIN MERAH : KUTUKAN BUNGA MAWAR

PENGANTIN MERAH : KUTUKAN BUNGA MAWAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

Deskripsi:
Di sebuah ruang sunyi yang dihiasi mawar merah dan lilin-lilin berpendar redup, seorang pengantin dengan gaun merah darah duduk dalam keheningan yang mencekam. Wajahnya pucat, matanya mengeluarkan air mata darah, membawa kisah pilu yang tak terucap. Mawar-mawar di sekelilingnya adalah simbol cinta dan tragedi, setiap kelopaknya menandakan nyawa yang terenggut dalam ritual terlarang. Siapa dia? Dan mengapa ia terperangkap di antara cinta dan kutukan?

Ketika seorang pria pemberani tanpa sengaja memasuki dunia yang tak kasat mata ini, ia menyadari bahwa pengantin itu bukan hanya hantu yang mencari pembalasan, tetapi juga jiwa yang merindukan akhir dari penderitaannya. Namun, untuk membebaskannya, ia harus menghadapi kutukan yang telah berakar dalam selama berabad-abad.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 34: JEBAKAN DI BAWAH BULAN

Malam itu, meskipun langit dipenuhi bintang-bintang, ada hawa aneh yang bikin Raka dan timnya enggak tenang. Batu kristal merah di tangan Raka seperti berdenyut pelan, seakan hidup. Di sekitar mereka, hutan yang biasanya penuh suara jangkrik mendadak sunyi. Sunyi yang bukan sekadar sepi, tapi bikin bulu kuduk berdiri.

Lando duduk bersandar di pohon, memutar-mutar tombaknya sambil terus mengawasi sekeliling. "Gue enggak suka ini, bro. Kayak ada yang ngintip kita dari tadi."

Raka menatap Lando dengan alis terangkat. "Ngintip? Lo yakin itu bukan perasaan lo aja? Lo paranoid banget sih."

Lando membalas tatapan Raka dengan tatapan datar. "Paranoid itu yang bikin gue masih hidup sampai sekarang. Percaya deh, ada yang salah di tempat ini."

Wanita penjaga, yang akhirnya memperkenalkan dirinya sebagai Zarra, memeriksa senjatanya. "Gue setuju sama Lando. Hutan ini... ada auranya. Enggak normal."

Pria tua yang mereka panggil Pak Imran duduk diam di dekat api unggun, tatapannya penuh kecemasan. "Aura kegelapan belum hilang. Batu itu mungkin sudah memusnahkan inti dari kekuatan tadi, tapi dampaknya... masih tersisa. Kalian harus tetap waspada."

Raka mendesah panjang, mengangkat kristal merah itu. "Ini kan cuma batu. Masa iya bisa bikin hal-hal aneh kayak gini?"

Sebelum ada yang menjawab, angin dingin tiba-tiba berembus, membawa bisikan-bisikan pelan yang terdengar seperti suara anak kecil tertawa di kejauhan.

"Gue bilang juga apa," bisik Lando, berdiri dengan tombaknya siaga. "Kita enggak sendiri."

---

Serangan dari Kegelapan

Tanpa peringatan, sesuatu melesat dari kegelapan. Sebuah bayangan hitam melompat ke arah Raka dengan kecepatan yang bikin mata hampir enggak sempat menangkapnya. Tapi Raka bereaksi cepat, mengangkat pedangnya tepat waktu untuk menangkis serangan itu.

"Gue kena serang!" teriak Raka sambil melangkah mundur.

Bayangan itu jatuh ke tanah, dan akhirnya terlihat jelas. Makhluk itu berbentuk seperti manusia, tapi wajahnya menyerupai serigala dengan mata merah menyala. Cakar-cakarnya tajam, dan tubuhnya penuh dengan luka yang terlihat seperti bekas terbakar.

"Serigala-zombie? Serius?" Lando memutar tombaknya sambil siap menyerang. "Siapa lagi yang iseng bikin makhluk kayak gini?"

Makhluk itu melolong keras, dan dari balik pohon, lebih banyak makhluk serupa muncul. Puluhan, mungkin ratusan. Mereka melingkari tim Raka, menggeram dengan air liur menetes dari mulut mereka.

Zarra menarik busur dari punggungnya, memasang anak panah. "Ini bakal jadi malam panjang, guys."

"Enggak ada waktu buat mikir!" Raka berseru, menghunus pedangnya. "Hajar mereka sebelum kita yang jadi makan malam!"

---

Perlawanan yang Brutal

Pertarungan itu pecah seperti badai. Raka melompat ke depan, pedangnya berkilauan di bawah sinar bulan. Ia memotong satu makhluk tepat di leher, tetapi tubuh makhluk itu seperti meleleh dan mengeluarkan bau busuk yang menusuk hidung.

"Bau apaan nih? Kayak tong sampah yang dijemur seminggu!" Raka berkomentar sambil melompat menghindari serangan cakar makhluk lain.

Di sisi lain, Zarra dengan lincah melepas anak panah bertubi-tubi, menancapkannya tepat di kepala para makhluk itu. "Aim gue masih top-tier, untungnya," gumamnya sambil tersenyum kecil.

Lando tidak mau kalah, berputar dengan tombaknya seperti balerina, tapi versi yang mematikan. "Mereka ini enggak ada habisnya! Apa kita salah masuk film zombie atau gimana?"

Pak Imran, sementara itu, berdiri di tengah lingkaran pertempuran, melantunkan mantra perlindungan. Cahaya biru lembut melingkupi mereka, menahan beberapa makhluk yang mencoba menyerang dari belakang.

"Fokus! Mereka cuma pengecoh!" seru Pak Imran. "Ancaman sebenarnya belum muncul!"

Raka memutar matanya. "Oh, bagus. Jadi ini baru pemanasan?"

---

Ancaman Baru

Saat mereka mulai berhasil mengurangi jumlah makhluk, sesuatu yang jauh lebih besar muncul dari bayangan. Sosok itu setinggi dua kali manusia biasa, dengan tubuh yang tertutup duri dan cakar raksasa. Matanya bersinar merah terang, dan dari mulutnya keluar suara geraman rendah yang mengguncang tanah.

"Oke, ini udah kelewatan," kata Lando, menelan ludah. "Kita enggak siap buat bos level ini."

Raka maju ke depan, menatap makhluk itu dengan pedang di tangan. "Siapa yang peduli? Kita enggak punya pilihan. Kalau dia mau ngajak ribut, gue bakal kasih dia ribut!"

Sosok besar itu mengayunkan cakarnya ke arah Raka dengan kekuatan yang bisa menghancurkan pohon. Raka berguling ke samping, menghindar tepat waktu. Namun, saat ia mencoba menyerang balik, makhluk itu bergerak jauh lebih cepat dari yang ia kira.

Cakar besar itu berhasil mengenai Raka, melemparkannya ke udara. Ia jatuh keras di tanah, terbatuk-batuk sambil mencoba berdiri.

"Bro, lo baik-baik aja?" Lando berteriak, melompat ke depan untuk menahan makhluk itu.

"Cuma sedikit patah hati... eh, maksudnya tulang," Raka balas bercanda, meskipun wajahnya menunjukkan rasa sakit.

---

Menyatukan Kekuatan

Melihat situasi yang semakin buruk, Pak Imran mengangkat tangannya, menciptakan lingkaran cahaya yang membatasi pergerakan makhluk besar itu.

"Cepat! Aku tidak bisa menahannya lama-lama!" teriaknya.

Raka bangkit, menggenggam pedangnya dengan kedua tangan. "Zarra! Lo bisa bikin dia enggak bergerak sebentar?"

Zarra mengangguk. Ia mengambil beberapa anak panah khusus dari kantongnya, memasangnya di busur, dan melepasnya berturut-turut. Anak panah itu menancap di kaki dan tangan makhluk itu, membuatnya mengerang kesakitan.

"Lando, ini giliran lo!" seru Raka.

Lando mengangguk, melompat dengan tombaknya yang berkilauan oleh cahaya mantra Pak Imran. Dengan satu serangan kuat, ia menusuk dada makhluk besar itu. Makhluk itu menjerit, tubuhnya mulai bergetar hebat sebelum akhirnya meledak menjadi abu hitam.

---

Akhir dari Malam

Saat semuanya berakhir, mereka berdiri terengah-engah di tengah hutan yang kembali sunyi.

"Gila, ini kayak misi game level akhir," kata Lando, menyeka keringat dari wajahnya. "Tapi bedanya, gue cuma dapet luka, enggak ada XP."

Zarra tersenyum kecil. "Lo dapet pengalaman, dan itu lebih berharga dari XP, kan?"

Pak Imran menatap mereka dengan serius. "Ini baru permulaan. Batu itu... semakin banyak makhluk yang ingin memilikinya, semakin kita akan menghadapi hal seperti ini. Kita harus bersiap."

Raka menggenggam kristal merah itu erat, menatapnya dengan penuh tekad. "Kalau mereka mau datang, gue bakal siap. Tapi kali ini, kita yang bakal ngejar mereka duluan. Gue capek terus dikejar-kejar."

Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan, dengan luka baru, kelelahan, tetapi juga tekad yang lebih besar untuk menghadapi apa pun yang menanti di depan.

1
Airin Livia
bagus. semangat thor! 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!