"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Pekerjaan Baru?
Pagi itu, Karuna terbangun lebih awal dari biasanya. Meskipun matanya masih terasa berat karena kurang tidur, ia tahu bahwa hari ini adalah titik balik. Satu-satunya harapan yang tersisa adalah membuat keputusan yang sulit, yang bahkan terasa seperti mengorbankan sesuatu untuk masa depan mereka. Dengan rasa berat, ia beranjak dari tempat tidur dan mengalihkan pandangan ke arah ruang tamu, tempat satu-satunya harta yang ia bawa. Mobil itu, diparkir di luar.
Mobil itu, adalah satu-satunya harta yang ia miliki. Sejak ia mulai bekerja di toko, mobil itu menjadi alat yang memungkinkan ia pergi ke tempat kerja dan sesekali mengantar Ethan ke tempat-tempat yang lebih menyenangkan. Mobil itu juga menjadi simbol kebebasan yang masih ia rasakan.
Namun, dalam situasi yang semakin mendesak ini, Karuna sadar bahwa mobil itu mungkin adalah satu-satunya cara untuk keluar dari kebuntuan. Ia harus menjualnya. Meskipun ia tahu betul bagaimana perasaan Ethan setiap kali mereka pergi bersama, tak ada pilihan lain. Tanpa uang yang cukup untuk membayar kontrakan dan menutupi kebutuhan dasar mereka, Karuna tahu bahwa mobil itu harus dilepaskan.
Dengan langkah yang lebih mantap, Karuna menyusun rencana. Setelah menyiapkan sarapan untuk Ethan, ia mengajak anaknya duduk di meja makan.
“Sayang,” kata Karuna dengan suara lembut, berusaha menenangkan diri. “Mama harus pergi sebentar untuk mengurus sesuatu. Kamu tinggal di rumah ya, nanti mama balik lagi.”
Ethan yang masih mengunyah roti memandang Karuna dengan penasaran. “Ke mana, Mama?”
Karuna tersenyum, meskipun senyum itu terasa sangat dipaksakan. “Mama cuma akan pergi sebentar, sayang. Kamu nggak usah khawatir, ya?”
Ethan mengangguk, meskipun tampak ada sedikit keraguan di wajahnya. Karuna tahu bahwa anaknya merasakan ketegangan yang ada di udara, tapi ia tak bisa menjelaskan lebih banyak. Ethan terlalu kecil untuk memahami beban yang tengah ia pikul.
Dengan hati yang berat, Karuna keluar rumah dan berjalan menuju mobil yang terparkir di depan. Mesin mobil itu sudah sering bermasalah, tetapi ia tahu, ada satu atau dua orang di kota ini yang mungkin tertarik membelinya. Harga jualnya tidak akan banyak, tetapi cukup untuk menutupi sebagian besar dari uang yang diperlukan untuk membayar kontrakan.
Saat ia sampai di mobil, Karuna menatapnya sejenak, mengingat semua kenangan yang tersimpan di dalamnya. Ada banyak perjalanan bersama Ethan, bahkan saat-saat sederhana seperti pergi ke taman atau ke pasar. Tetapi hari ini, mobil itu harus pergi. Jika itu bisa memberi mereka secercah harapan, maka itu adalah harga yang harus dibayar.
Dengan tekad yang bulat, Karuna menghubungi seorang pria yang dulu pernah ia kenal, yang bergerak di bidang jual beli mobil bekas. Nama pria itu adalah Budi, dan ia sering membeli mobil bekas dengan harga yang lumayan.
“Halo, Pak Budi? Ini Karuna. Saya ingin menanyakan apakah Anda masih membeli mobil bekas. Saya punya mobil yang ingin saya jual,” ujar Karuna, berusaha menjaga suaranya tetap tenang meskipun hatinya penuh kecemasan.
Budi di ujung telepon terdengar agak ragu sejenak, mungkin karena mendengar nada suara Karuna yang tertekan, tetapi ia akhirnya setuju untuk datang melihat mobil tersebut.
Kurang dari satu jam kemudian, Budi datang dengan seorang temannya, dan mereka mulai memeriksa mobil itu. Karuna berdiri di samping mereka, menahan napas, mencoba menenangkan diri meskipun di dalam hatinya ada ribuan pertanyaan dan rasa takut.
Budi menilai mobil itu sejenak, lalu mulai berbicara dengan temannya. "Mobil ini masih bisa dipakai, meskipun perlu beberapa perbaikan. Tapi, kalau kita lihat kondisi pasar, saya bisa tawarkan harga segini." Ia menyebutkan angka yang jauh lebih rendah dari yang Karuna harapkan, dan Karuna merasa seolah ada yang mencengkeram hatinya.
Namun, tidak ada pilihan lain. Jika harga yang ditawarkan itu bisa memberi mereka sedikit ruang untuk bernapas, ia harus menerimanya. Ia mengangguk pelan.
“Terima kasih, Pak Budi. Itu sudah cukup,” jawabnya dengan suara yang bergetar.
Setelah transaksi selesai, mobil itu berpindah tangan. Karuna merasa seperti melepaskan sebagian dari dirinya. Ada perasaan kehilangan yang mendalam, tetapi juga ada rasa lega. Setidaknya, hari ini mereka bisa bertahan sedikit lebih lama.
Karuna kembali ke rumah dengan langkah yang lebih ringan, meskipun hatinya masih terasa kosong. Saat ia membuka pintu rumah, Ethan yang sedang bermain di ruang tamu langsung berlari menghampirinya.
“Mama, mobil kita kok dibawa mereka?” tanya Ethan dengan polos, matanya yang besar menatap Karuna dengan penasaran.
Karuna membungkuk untuk memeluk anaknya, mencoba menyembunyikan air matanya. “Iya, sayang. Mobil itu bukan punya kita lagi, suatu saat kita beri yang lebih bagus oke?”
Ethan tampak sedikit bingung, tetapi ia tidak mengajukan pertanyaan lebih lanjut. Ia hanya tersenyum dan melingkarkan tangannya di leher Karuna, seperti memberi dukungan yang ia tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya.
Hari itu berakhir dengan Karuna duduk di meja makan bersama Ethan, meskipun mereka hanya makan makanan yang sederhana. Karuna merasa lebih tenang, meskipun masih ada ketidakpastian yang terus menghantuinya. Ia tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir, tetapi ia juga tahu bahwa mereka masih memiliki satu sama lain.
Dan dalam keheningan malam itu, Karuna bertekad untuk terus berjuang. Apa pun yang terjadi, ia akan bertahan. Untuk Ethan, untuk masa depan mereka. Karena bagi Karuna, menyerah bukanlah pilihan.
Pagi itu, Karuna terjaga lebih awal dari biasanya. Di luar, udara masih dingin, dan suara burung mulai terdengar di antara kesunyian pagi. Meski tubuhnya lelah, pikirannya terus berputar tentang bagaimana cara ia bisa mendapatkan uang tambahan. Uang hasil penjualan mobil bukanlah tempat harapan utamanya, waktu terus berjalan. Kontrakan harus terus segera dibayar, dan semakin hari, beban yang ada di pundaknya semakin berat.
Ethan masih tertidur lelap di kamarnya, dan Karuna mengalihkan perhatiannya untuk menyiapkan sarapan. Setelah menghidangkan roti untuk Ethan, ia duduk sejenak di meja makan, menghadap ke tumpukan tagihan yang tergeletak di sudut meja. Meskipun ia berusaha tetap tenang, kecemasan terus merayap masuk ke dalam pikirannya. Waktu tinggal dua hari lagi, dan apa yang bisa ia lakukan dengan uang yang hampir habis?
Sambil menunggu Ethan selesai makan, Karuna teringat pada percakapan dengan Pak Hasan, pemilik toko tempat ia bekerja. Beberapa kali Pak Hasan menyebutkan bahwa di sebelah toko ada proyek bangunan yang sedang berjalan. Pekerjaan itu adalah proyek renovasi rumah kecil milik seorang pemilik tanah yang baru membeli bangunan lama. Mereka membutuhkan beberapa pekerja tambahan untuk membantu mengangkat material, merapikan sisa-sisa pembangunan, dan melakukan pekerjaan ringan lainnya. Dan Karuna, meski wanita, bisa jadi salah satu pekerja yang dibutuhkan.
Sebenarnya, bekerja di proyek bangunan bukanlah hal yang ia bayangkan sebelumnya. Selama ini, Karuna hanya bekerja di toko kecil sebagai kasir dan petugas kebersihan. Namun, situasi yang semakin mendesak membuatnya berpikir ulang. Jika itu bisa memberi sedikit tambahan uang, ia harus mencobanya. Lagi pula, pekerjaan ringan seperti mengangkat bahan bangunan tidak membutuhkan keterampilan khusus—dan ia cukup kuat untuk itu, meski harus bekerja dengan tangan yang kasar.
Karuna memutuskan untuk pergi melihat proyek tersebut setelah mengantar Ethan ke sekolah. Ia berpikir bahwa jika pekerjaannya tidak terlalu berat, ia bisa melakukannya dalam beberapa jam setelah bekerja di toko. Dengan demikian, ia bisa mendapatkan tambahan penghasilan tanpa mengabaikan anaknya.
Setelah mengantar Ethan, Karuna berjalan menuju proyek renovasi yang letaknya tidak jauh dari toko tempatnya bekerja. Ketika sampai di sana, ia melihat sekelompok pria tengah bekerja, mengangkat batu bata dan papan kayu, sambil berdiskusi dengan seorang pria yang sepertinya adalah mandor. Karuna berdiri sebentar, mencoba mencari-cari keberanian dalam dirinya. Meskipun pekerjaan ini terasa sangat jauh dari rutinitasnya, ia tahu ini adalah kesempatan yang harus ia ambil.
Ia melangkah mendekat dan bertanya dengan hati-hati. "Permisi, Pak. Saya mendengar kalau kalian butuh pekerja tambahan. Apakah saya bisa membantu?"
Seorang pria yang sedang mengangkat batu bata menoleh dan tersenyum, lalu menunjuk ke arah mandor yang sedang berdiri di samping tumpukan semen. "Coba tanya langsung ke Pak Joni itu. Dia yang bertanggung jawab."
Karuna mengangguk dan berjalan menuju mandor, Pak Joni, yang sedang memeriksa tumpukan bahan bangunan. Pak Joni menatapnya sejenak, tampak agak terkejut melihat seorang wanita mendekat dengan niat bekerja di proyek ini. Namun, ia tidak langsung menolak. "Kamu ingin bekerja di sini?" tanya Pak Joni dengan nada datar.
"Iya, Pak. Saya butuh pekerjaan tambahan. Saya bisa membantu dengan pekerjaan ringan seperti mengangkat bahan-bahan atau merapikan sisa-sisa pembangunan. Saya tidak masalah bekerja keras," jawab Karuna dengan suara mantap meskipun sedikit gemetar.
Pak Joni terdiam sejenak, kemudian memandang Karuna dari ujung kepala hingga kaki, menilai. "Kalau kamu sanggup, kita butuh tangan ekstra. Pekerjaan di sini memang berat, tapi kalau kamu bisa bertahan, saya bisa bayar per hari. Nanti coba saja lihat dulu bagaimana."
Tanpa banyak bicara, Karuna langsung mengangguk dan mulai bekerja. Pekerjaan pertama yang diberikan adalah mengangkat beberapa papan kayu yang cukup besar dan menatanya di sisi bangunan. Karuna merasakan tangannya bekerja keras, mengangkat dan memindahkan barang-barang, namun ia tidak mengeluh. Setiap kali keringat mengalir, ia hanya berfokus pada tujuan—uang yang bisa ia bawa pulang untuk membayar kontrakan.
Hari pertama bekerja di proyek bangunan terasa sangat melelahkan. Tubuhnya sakit, dan tangannya terasa perih akibat gesekan dengan kayu dan besi. Namun, ia tidak menyerah. Setiap kali ia merasa lelah, bayangan Ethan yang tersenyum dan membutuhkan rumah untuk tinggal membuatnya kembali menemukan semangat.
Pada akhir hari, Pak Joni menghampirinya dan memberikan upah hari pertama. "Kamu cukup cepat bekerja, meskipun masih harus banyak belajar. Tapi, kalau kamu ingin terus bekerja di sini, kita bisa atur jadwalnya."
Karuna tersenyum lega, meski tubuhnya masih lelah. "Terima kasih, Pak. Saya akan kembali besok."
Setelah menerima uang yang cukup untuk membeli beberapa kebutuhan rumah tangga, Karuna berjalan pulang dengan langkah yang lebih ringan. Ia merasa bangga dengan dirinya sendiri. Pekerjaan ini mungkin keras dan tidak seperti yang ia bayangkan, tetapi itu adalah langkah yang ia butuhkan.
Sesampainya di rumah, Ethan sudah kembali dari sekolah. Ketika melihat ibunya yang kelelahan, Ethan langsung berlari menghampiri dan memeluknya. "Mama, kenapa kelihatan capek banget?" tanyanya dengan khawatir.
Karuna tersenyum lelah, meskipun ia merasa hangat di dalam hatinya melihat perhatian anaknya. "Mama cuma capek sedikit, sayang. Tapi nggak apa-apa, semuanya akan baik-baik aja."
Ethan mengangguk, lalu duduk di pangkuannya. "Mama bisa istirahat, kan?"
"Iya, Mama akan istirahat nanti. Tapi sekarang, kita makan dulu, ya?" jawab Karuna sambil mencoba menenangkan hatinya.
Malam itu, meskipun tubuhnya terasa sakit sekali, Karuna merasa ada harapan baru. Pekerjaan di proyek bangunan mungkin bukan sesuatu yang ia rencanakan, tetapi itu memberi jalan keluar yang ia butuhkan. Kini, ia memiliki tambahan penghasilan yang bisa membantu mereka bertahan lebih lama. Meskipun perjalanan masih panjang dan penuh tantangan, Karuna tahu bahwa ia akan terus berjuang.