Di usianya ke 32 tahun, Bagaskara baru merasakan jatuh cita untuk pertama kalinya dengan seorang gadis yang tak sengaja di temuinya didalam kereta.
Koper yang tertukar merupakan salah satu musibah yang membuat hubungan keduanya menjadi dekat.
Dukungan penuh keluarga dan orang terdekat membuat langkah Bagaskara untuk mengapai cinta pertamanya menjadi lebih mudah.
Permasalahan demi permasalahan yang muncul akibat kecemburuan para wanita yang tak rela Bagaskara dimiliki oleh wanita lain justru membuat hubungan cintanya semakin berkembang hingga satu kebenaran mengenai sosok keluarga yang selama ini disembunyikan oleh kekasihnya menjadi ancaman.
Keluarga sang kekasih sangat membenci seorang tentara, khususnya polisi sementara fakta yang ada kakek Bagaskara adalah pensiunan jenderal dan dirinya sendiri adalah seorang polisi.
Mampukah Bagaskara bertahan dalam badai cinta yang menerpanya dan mendapatkan restu...
Rasa nano-nano dalam cinta pertama tersaji dalam cerita ini.
HAPPY READING.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
NIAT HATI
Diluar cafe terlihat seorang lelaki berperawakan tinggi tegap dengan potongan cepat tampak melihat kekanan dan kekiri mencari sosok yang tadi menghubunginya.
Begitu melihat rekannya datang, Bagaskara pun segera mengajak Audry keluar dari coffe shop menuju tempat dimana motornya terparkir.
Dihadapan Audry, kini berdiri lelaki tinggi gagah dengan kulit kuning langsat memiliki potongan rambut cepat mirip Bagaskara sehingga dirinya yakin jika lelaki tersebut juga merupakan anggota kepolisian seperti Bagaskara.
“Audry, kenalkan ini juniorku, Rendra. Dan Rendra, ini Audry”,ujar Bagaskara memperkenalkan keduanya.
“Siap Ibu. Mobil mana yang harus saya bawa”, ucapnya hormat.
"Ibu ?", batin Audry bingung.
Audry yang melihat Bagaskara dan Rendra menatapnya penuh tanya segera bersuara “Audi warna kuning”, ujarnya sambil menunjuk kearah mobil yang terparkir apik di sebelah motor Bagaskara.
Keduanya membulatkan matanya dengan sempurna karena tak percaya jika Audry mengendarai Audi R8 yang harganya fantastis tersebut.
“Aku sudah mengira, jika Audry bukanlah orang biasa. Meki dia tampil sederhana namun auranya tak bisa membohongi semua orang”, guman bagaskara dalam hati.
"Wah gila...pacar komandan memang nggak kaleng-kalang", batin Rendra penuh kekaguman.
Apa yang Bagaskara dan Rendra rasakan saat ini sama dengan yang Gladys rasakan sehingga begitu dia melihat dan menelisik Audry, restu untuknya pun langsung turun tanpa diminta.
“Eh, kenapa kalian bengong seperti itu ?”, tanya Audry bingung melihat keduanya terdiam dengan wajah syok.
“Ijin komandan. In-ini...tak apa ndan jika saya bawa”, ujar Rendra panik.
“Iya, kamu bawa ke rumahmu dulu. Besok pagi aku ambil”, ujar Bagaskara mulai bisa mengatasi rasa terkejutnya sambil menyerahkan kunci mobil ke tangan Rendra.
Audry yang memahami kepanikan Rendra hanya tersenyum tipis “ Nggak usah tegang gitu mas. Meski nanti tergores, aku nggak akan marah kok...”, ucapnya menghibur.
Perkataan yang Audry ucapkan sebagai penghibur nyatanya ditanggapi lain oleh Rendra yang menganggap jika ucapan Audry sebagai peringatan agar lelaki itu berhati-hati membawa mobil mewah miliknya jika tak ingin nyawanya melayang.
“Siap ibu. Saya akan berhati-hati membawa mobil milik ibu komandan”, ucapan Rendra sontak membuat Audry menatap kearah Bagaskara dengan penuh pertanyaan karena sedari tadi Rendra terus memanggilnya dengan sebutan ibu.
Namun bukan penjelasan yang diberikan, Bagaskara justru langsung memasangkan helm diatas kepalanya dan mengajaknya naik.
“Ayo cepat naik, keburu malam semakin larut”, ucapan Bagaskara membuyarkan lamunan Audry akan panggilan yang disematkan Rendra untuknya.
Brummm.....
Begitu Audry naik, Bagaskara langsung meng gas motornya hingga Audry berteriak “Ehhh...”, ucap Audry kaget dan spontan memeluk Bagaskara dari belakang.
Setelah kedua tangan Audry berada diperutnya, Bagaskara pun melajukan motornya sambil tersenyum senang karena usahanya untuk membuat Audry memeluknya berhasil.
Audry yang tak sadar jika dirinya kembali di modusi oleh Bagaskara memeluk tubuh lelaki tersebut dengan erat sambil menghirup aroma tubuh Bagaskara yang cukup menenangkan .
***
Sejak insiden pulang bareng malam tersebut, hubungan Audry dan Bagaskara menjadi lebih dekat daripada sebelumnya.
Keduanya sering berkirim pesan diwaktu senggang dan tak jarang melakukan panggilan telepon dimalam hari.
Bahkan Audry juga menyanggupi tawaran Bagaskara untuk datang ke pesta pernikahan sang kakak dimana Veli akan menjadikannya brisemade diacara spesialnya itu.
Bukan hanya Bagaskara saja yang senang dengan kabar tersebut, namun seluruh keluarga Purnomo pun antusias karena pada akhirnya bujang lapuk dikeluarga mereka akan memiliki gandengan diacara pernikahan kakaknya.
“Bagaimana Resti, apa menurutmu gaun ini pas untuk Audry”, tanya mami Gladys yang hari ini sedang melakukan fitting pakaian di butik langganannya.
“Kurasa bagian dadanya diperbesar sedikit deh mi...tapi untuk bagian lainnya aku rasa udah ok”, ujar Resti memberi saran.
Gladys hanya mengangguk dan segera menyuruh pegawai butik untuk merubah gaun sesuai dengan ukuran yang Resti berikan.
Bukan hanya keluarga Purnomo saja yang saat ini tengah bersiap, Ningsih yang juga akan hadir dalam acara pernikahan tersebut tengah mempersiapkan segala hal yang akan dia bawa kesana dengan baik.
“Bagaimana nduk, apa kamu yakin akan melakukan hal ini ?”, tanya mandor Darma was-was.
“Bapak tenang saja. Aku tak akan bertindak jauh jika mereka mau menerimaku dengan baik. Jika tidak, maka terpaksa aku akan menggunakan cara keras yang akan mereka sesali seumur hidup”, ujar Ningsih penuh tekat.
Mandor Darma hanya bisa mengelus dada melihat kekeraskepalaan sang anak dan dia berharap Ningsih tak bertindak nekat yang nantinya bisa berimbas buruk kepadanya.
“Istighfar nduk...eleng...Sebaiknya, lepaskan ambisimu itu nduk. Entah kenapa, bapak memiliki firasat buruk akan hal ini”, mandor Darma masih berupaya membujuk anaknya untuk mengurungkan niatnya menggunakan cara kotor tersebut dalam mendapatkan keinginannya.
“Ah Bapak ini kolot.Sudahlah pak...bapak diam saja dan jangan ikut campur lagi dengan urusanku”, hardik Ningsih penuh amarah.
Mandor Darma sekali lagi hanya bisa mengelus dadanya berulang kali sambil beristighfar dengan harapan anaknya bisa segera bertobat sebelum terjerumus semakin dalam.
Sementara Ningsih yang kekeh pada rencananya kali ini sudah menaiki ojek khusus yang memang sering dipergunakan oleh orang-orang yang ingin bertemu dengan ki ageng Goni di hutan jati.
“Saya nanti hanya mengantar sampai depan hutan ya mbak karena nggak berani masuk terlalu dalam jika sudah menjelang maghrib seperti ini”, ujar supir ojek sambil merinding ketakutan.
“Iya, kang nanti turunkan saya didepan hutan jati. Selebihnya saya masuk jalan kaki saja”, ujar Ningsih santai.
Tukang ojek tersebut tak mengerti kenapa Ningsih ingin pergi menemui ki ageng Goni yang terkenal sebagai dukun santet.
Melihat jika selama ini jika Ningsih merupakan gadis cantik yang polos dan baik hati, maka tukang ojek tersebut sama sekali tak mengira jika wanita muda itu akan melakukan hal yang melanggar syariat agama seperti itu.
“Memang benar ya, seseorang tak bisa dilihat dari penampilannya”, batinnya bermonolog.
Dua setengah jam berlalu dan kini keduanya telah tiba didepan hutan jati seiring matahari yang hampir tenggelam disebelah barat.
“Ini kang. Terimakasih sudah diantar. Ingat ya, akang jangan pernah cerita kesiapapun jika saya pernah minta antar kesini”, ujar Ningsih tajam.
“Beres...akang akan tutup mulut”, ujarnya sambil memperagakan mulutnya ditutup seperti resleting.
Melihat gepokan uang merah ditangannya, tukang ojek tersebut tak lagi perduli akan nasib Ningsih karena baginya itu tak ada hubungan apapun dengannya dan diapun segera pergi.
Sambil menggunakan senter diponselnya, Ningish berjalan masuk kedalam hutan jati dimana tempat ki ageng Goni berada, dukun santet terkenal di desa yang didatanginya itu.
Ningsih rela bersekutu dengan iblis dan menjadi murid ki ageng Goni serta menyerahkan keperawanannya demi bisa mendapatkan Bagaskara, lelaki yang sang sangat dicintainya sejak lama.
Ki ageng Goni yang sudah bisa merasakan kehadiran Ningsih sejak masuk kedalam hutan segera menyuruhnya masuk kedalam rumah kayunya begitu wanita muda itu tiba.
“Masuklah”
Ningsih yang awalnya sedikit ragu langsung membuka pintu kayu dihadapannya begitu terdengar suara lelaki dari dalam.
“Duduklah. Bagaimana, apa kamu sudah menyiapkan semua barang yang akan dipergunakan untuk ritual ”, tanya ki ageng Goni tanpa basa basi.
Ningsih yang sudah mendengar cerita dari kenalannya jika ki ageng Goni akan langsung tahu apa maksud dan tujuan tamu yang datang mengunjunginya tak terlalu terkejut begitu lelaki tua tersebut menanyakan kelengkapan bahan yang akan dia gunakan untuk melakukan ritual malam ini.
“Sudah ki. Saya juga sudah siap untuk melakukan ritual malam ini”, ujar Ningsih.
“Ingat. Kamu tak bisa mundur jika sudah memutuskan untuk melakukan ini semua”, ujar ki ageng Goni penuh peringatan.
“Saya tak akan pernah mundur ki, apapun yang terjadi”, Ningsih berujar penuh keyakinan membuat ki ageng Goni tersenyum puas.