Tiga tahun lalu, Agnia dan Langit nyaris menikah. Namun karena kecelakaan lalu lintas, selain Agnia berakhir amnesia, Langit juga divonis lumpuh dan mengalami kerusakan fatal di wajah kanannya. Itu kenapa, Agnia tak sudi bersanding dengan Langit. Meski tanpa diketahui siapa pun, penolakan Agnia justru membuat Langit mengalami gangguan mental. Langit kesulitan mengontrol emosi sekaligus kecemburuannya.
Diam-diam, Agnia sengaja menyuruh Dita—anak dari pembantunya yang tengah terlilit biaya pengobatan sang ibu, menggantikannya. Padahal sebenarnya Langit hanya pura-pura lumpuh dan buruk rupa karena desakan keluarga yang meragukan ketulusan Agnia.
Ketika Langit mengetahui penyamaran Dita, KDRT dan talak menjadi hal yang kerap Langit lakukan. Cinta sekaligus benci mengungkung Dita dan Langit dalam hubungan toxic. Namun apa pun yang terjadi, Dita terus berusaha bertahan menyembuhkan mental Langit.
Lantas, apa jadinya jika Agnia tahu, bahwa Langit hanya pura-pura lumpuh dan buruk rupa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Sisi Gelap
“Dia enggak datang. Mas Langit suamiku enggak mungkin datang karena buat aktifitas di rumah saja, dia kesulitan.” Di kursi sebelah sang ibu menjalani infus, Dita gundah gulana. Dita yang tetap bercadar, kerap menatap layar ponselnya. Termasuk itu ketika ia menaruh ponselnya di tas jinjingnya dan berupa tote bag kecil. Walau ia kerap meraih kemudian menyalakan layar ponselnya, tetap tak ada pesan atau telepon dari Langit.
Dita sangat mengharapkan kabar dari Langit. Namun, ia hanya mendapatkannya dari ibu Azzura. Selain itu, sang mama mertua juga tak membiarkannya kelaparan. Ibu Azzura mengirimi Dita nasi lengkap dengan lauk, pizza, dan juga buah, untuk makan siang. Kendati demikian, Dita tetap mengharapkan dukungan dari sang suami.
“Meski pernikahan kami diawali dengan kebohongan dariku, aku sudah jujur dan tetap ingin melanjutkan pernikahan ini. Ditambah lagi, mertuaku juga sangat mendukung,” batin Dita yang juga sudah mengirimi Langit beberapa pesan WA. Ia mendapatkan nomor sang suami, dari ibu Azzura setelah ia memintanya.
••••
Di kediaman orang tuanya, Langit melenggang bebas tanpa kursi roda. Langit baru keluar dari kamar dan melangkah tergesa.
“Temani Dita urus ibunya di rumah sakit,” ucap ibu Azzura kepada sang putra yang masih ada di tengah anak tangga.
Selain menenteng tas kerja berupa tas jinjing warna hitam, Langit juga menenteng ransel jinjing warna biru gelap.
“Kamu mau ke mana? Ke rumah sakit, kan?” tanya ibu Azzura sambil menunggu di lantai bawah depan anak tangga.
Ibu Azzura sengaja memastikan, agar sang putra menjalankan peran sekaligus tanggung jawabnya sebagai suami Dita. Dita sedang mengurus sang ibu di rumah sakit, dan baginya sebagai suami, Langit wajib menemani.
“Andai aku jujur, bahwa aku mau minggat, mama pasti enggak izinin,” batin Langit yang langsung membenarkan pertanyaan sang mama.
“Oh ... syukurlah akhirnya kamu paham," ucap ibu Azzura merasa lega. “Sekalian bawa makanan lagi deh, takutnya Dita kelaparan. Ah, bawa selimut sama bantal juga, takutnya selimut sama bantal rumah sakit kurang nyaman!”
“Enggak usah, Ma!” ucap Langit dan langsung mematahkan langkah sang mama.
Ibu Azzura yang awalnya sudah langsung ke dapur untuk menyiapkan makanan yang akan dibawa, refleks menatap putranya penuh terka. “Kamu beneran mau nyusul Dita, kan?” Ibu Azzura jadi meragukan Langit. Terlebih dari nada suara saja, Langit terdengar tempramental.
“Maksud Mama apa? Mama menganggap aku berbohong?” tanya Langit.
“Memangnya kamu berani membohongi Mama, jika itu untuk Agnia? Jika iya, Mama enggak keberatan andai kamu kualat! Kamu balik susah lagi, Mama ikhlas! Terlebih sejauh ini Agnia enggak pernah mau, setiap kamu susah!'' tegas ibu Azzura lagi dan sukses membuat sang putra gelagapan.
“Buat apa kamu sehat dan sukses, jika hidupmu hanya dikelilingi parasit maupun hama? Bukankah lebih baik kamu tetap lumpuh dan buruk rupa, agar hanya didekati oleh yang tulus kepadamu?”
Selain tampak sangat syok, tanggapan Langit kepada setiap ucapan sang mama juga khas orang yang berbohong. Orang berdosa yang merasa terancam karena kebohongannya nyaris ketahuan.
“Ya udahlah Ma. Enggak usah repot-repot. Aku kan bisa beli! Ribet juga kalau apa-apa harus dibawa!” ucap Langit yang buru-buru pergi, dan menutup kebersamaan mereka dengan salam.
“Waalaikumsalam ...,” setelah membalas salam Langit. “Nanti malam, Mama ajak papa, sekalian kakak-kakakmu buat jenguk!”
“Astaga ... merepotkan banget. Gimana aku bisa minggat kalau orang tuaku saja terus ngerecokin! Ya sudah lah, nekat saja!” batin Langit tetap melangkah pergi. Ia juga sampai menolak tawaran sang ART yang hendak membantunya tepat di ruang tamu. Begitu juga ketika sang satpam yang berjaga hendak membawakan kedua tas yang ia jinjing. Langit yang telanjur emosi, tak membiarkan siapa pun mendekatinya, bahkan itu meski alasan mereka mendekatinya untuk membantunya.
Sampai akhirnya malam makin larut, Langit tetap tak ada kabar. Jangankan datang, nomornya saja jadi tidak bisa dihubungi.
“Langit ... kamu ya!” batin ibu Azzura benar-benar merasa tak habis pikir. Terlebih di sebelahnya, sang suami tengah meminta orang kepercayaannya untuk menutup setiap kartu kredit, maupun rekening Langit.
“Kalau memang ketemu dengan mobilnya, langsung derek saja. Biarkan dia hidup terlunta-lunta di luar sana!” ucap pal Excel masih berbicara dengan orang kepercayaannya.
“Kayaknya efek pas Mama hamil Langit, Mama kebanyakan konsumsi vitamin deh. Hasilnya Langit jadi cerdas banget dan pandai berbohong!” ucap Aurora, putri semata wayang Azzura.
“Cerdas kok bisa dikadalin Agnia?” komentar Sabiru dan tak lain kembaran Azzura, kakak Langit.
“Ya maksudnya, saking cerdasnya, Mas Bi!” protes Azzura dan membuat sang kakak berikut semua yang ada di sana, mengangguk-angguk paham.
Yang ibu khawatirkan tentu Dita. Sungguh, meski yang minggat putra kandungnya, ibu Azzura tetap lebih iba kepada Dita. Terlebih meski Dita tipikal tegar bahkan ceria, justru yang tegar dna ceria—lah yang jauh lebih membutuhkan perhatian.
Hingga ibu Dita beres operasi, dan sudah beres masa observasi, Langit tetap tidak berkabar. Langit menghilang bak ditelan bumi. Sampai detik ini saja, nomor ponselnya juga tetap tidak bunyi. Hingga semuanya yakin, sesuatu yang tak diinginkan telah Langit alami.
“Sudah, enggak usah khawatir. Dia masih bernapas!” ucap pak Excel membubarkan kebersamaan keluarganya. Menghilangnya Langit membuat kedua anak kembarnya yang sudah berumah tangga dan memiliki rumah sendiri, datang ke sana.
Di kebersamaan yang berlangsung di ruang keluarga lantai bawah kediaman pak Excel, semuanya memang berkumpul. Namun, Dita absen dari kebersamaan. Dita memilih mengurus sang ibu di kontrakan sempit mereka tinggal. Dita dibantu adik laki-lakinya yang masih sekolah SMP kelas tujuh.
“Dari kemarin ibu di rumah sakit, mbak Mita beneran enggak pernah pulang?” tanya Dita ketar-ketir. Terlebih berbeda darinya maupun sang adik laki-laki bernama Marlino, Mita memang berbeda.
Mita yang berusia delapan belas tahun, sudah terbiasa menjalani hidup bebas. Bukannya sekolah dengan benar, Mita justru lebih memilih keluyuran di tempat karoke, atau malah diskotik maupun tempat remang-remang lainnya. Malahan beberapa kali, Dita yang biasanya sibuk bekerja menjadi buruh pabrik, mendapatkan laporan bahwa sang adik sudah terbiasa tidur dengan laki-laki. Mita dikabarkan menjadi simpanan pria h i dung belang.
“Kemarin disamperin sama kak Amel, dan—” Marlino belum beres menjelaskan, tapi sang kaka yang kini memakai cadar sudah berteriak.
“Amel ke sini lagi? Emang biang kerok tuh anak!” Dengan emosi yang masih menggebu-gebu, Dita pergi dari rumah. Ia menitipkan sang ibu kepada Marlino.
“Kalau ada apa-apa, panggil tetangga saja. Minta bantuan ke tetangga!” pesan Dita sambil melangkah buru-buru.
Sementara itu, di tempat berbeda, dan suasananya remang-ramang, sementara di lorong sebelah merupakan panggung hiburan yang dipimpin seorang DJ sangat seksi, Langit ada di sana. Langit dengan ketampanan dan pesonanya, sukses menarik wanita-wanita seksi yang ada di sana. Bahkan walau Langit hanya menunduk sambil menenggak minuman menggunakan gelas kecil, kenyataan tersebut tak mengurangi pesona Langit. Salah satu dari wanita muda di sana dan mereka panggil Mita, sengaja didorong oleh rekan-rekannya untuk mendekati Langit.
(Assalamualaikum. Kalian masih semangat ikutin ceritanya, kan? Yuk ramaikan ❤️)
ngembleng lah biar langsung sadar tu smc mita.kenyataan jauh dari angan2.wkwkwkwkwkwkwkwk