Bertahun-tahun aku berusaha melupakan kenangan kelam itu, namun mimpi buruk itu selalu menghantuiku bahkan setiap malam. Akupun tidak bisa bersentuhan dengan laki-laki. Entah sampai kapan ini akan terjadi. Ku kira selamanya tidak akan ada pria yang masuk dalam hidupku. Hingga dia datang dan perlahan merubah kepercayaanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mutasi Nasya
Nasya baru selesai mandi dan sedang bersiap pergi ke kantor dengan pakaian yang disiapkan Juna untuknya.
"Lumayan juga. Ukurannya juga pas. Tapi... Apa ini nggak terlalu berlebihan ya? Pasti harga baju ini sangat mahal kan?" Nasya merasa tidak pantas memakai baju yang telah disiapkan oleh Juna, namun tidak ada baju lain yang bisa dia gunakan untuk pergi ke kantor.
"Ya sudahlah. Anggap saja kalau aku minjam baju ini padanya dan akan ku kembalikan nanti. Orang itu pasti mengerti. Tapi ... Bagaimana aku bisa mengembalikan baju ini ya? Aku aja nggak tahu yang mana orangnya." Nasya kembali merasa bingung dengan cara mengembalikan baju milik Juna.
"Hah... Sudah jam segini. Aku bisa terlambat!" Nasya yang sedang bingung mulai sadar setelah melihat jam dinding yang terpasang disana. Dia segera memakan sarapannya dan meninggalkan sebuah memo untuk Juna
Terima kasih karena kamu sudah menolongku. Meskipun kita nggak saling kenal. Aku berhutang budi padamu. Ku harap aku punya kesempatan untuk membalasnya suatu hari nanti. Dan baju ini ku pinjam dulu ya, nanti pasti akan ku kembalikan padamu. Sekali lagi terima kasih banyak.
Nasya
Nasya meletakkan memo yang dia tulis di nakas dekat tempat tidur Juna. Setelah dirasa selesai, dia beranjak pergi meninggalkan kamar Juna. Dengan langkah kaki yang cepat, Nasya berjalan keluar dari hotel. Dia bahkan tidak sadar kalau hampir semua staf hotel membicarakannya saat ini.
"Apa kamu dengar kalau semalam pak Juna membawa seorang gadis masuk ke kamarnya?"
"Benarkah? Aku kira itu hanya gosip aja. Jadi itu betulan ya?"
"Tentu aja benar. Banyak yang melihatnya juga. Nggak mungkin semua orang membicarakannya kalau itu hanya gosip aja."
"Nggak nyangka. Ternyata pak Juna sama aja seperti pria dari luar negeri pada umumnya. Suka terlibat dengan pergaulan bebas."
"Mungkin karena dia biasa seperti itu disana."
"Ya, bisa jadi."
Hampir semua staf dihotel saling berbisik membicarakan tentang Juna. Alan yang kebetulan lewat ketika akan meninggalkan hotel ikut mendengarkan ceritanya dari para staf.
"Juna? Cucu kesayangan kakek yang tiba-tiba kembali dari luar negeri setelah sekian lama nggak ada kabar itu? Ternyata dia bukan pria baik seperti yang selalu dikatakan kakek. Aku ingin lihat seperti apa reaksi kakek jika mendengar berita besar ini" Pikir Alan dengan seringai tipis dibibirnya. Dia pun melanjutkan langkahnya meninggalkan hotel dengan perasaan yang senang.
...****************...
Saat Nasya berjalan di lobby dan hendak keluar dari hotel, Juna baru saja kembali ke hotel setelah bertemu dengan Wiguna. Mereka saling berpapasan tanpa saling melihat satu sama lain. Juna menghampiri bagian resepsionis terlebih dahulu sebelum naik ke kamarnya untuk menanyakan sesuatu. Sedangkan Nasya keluar sambil menerima telepon.
"Ya, Halo Lia" Nasya menerima telepon sambil berjalan keluar.
"Kamu dimana? Apa kamu nggak masuk kantor?" tanya Lia dari seberang telepon.
"Aku sedang dijalan. Sebentar lagi aku sampai" Nasya menanggapi sambil berjalan cepat.
"Ya udah. Cepat ya" ujar Lia mengingatkan Nasya agar tiba lebih cepat.
"Baiklah." Nasya menutup teleponnya dan kembali melanjutkan langkahnya menuju kantor.
Beberapa saat kemudian dia tiba dikantor dengan napas sedikit terengah.
"Selamat pagi Lia. Ada apa ini?" Nasya bertanya dengan wajah heran karena semua orang sedang berkumpul di dekat papan pengumuman.
"Sya, ini..." Lia terlihat ragu-ragu saat memberitahu kalau nama Nasya tertulis dipapan pengumuman.
"Ini...? Mutasi? Kenapa tiba-tiba ada mutasi karyawan?" tanya Nasya yang terlihat bingung.
"Aku juga nggak tahu kenapa tiba-tiba ada mutasi karyawan. Yang jelas infonya baru disampaikan hari ini." ujar Lia sedikit menjelaskan pada Nasya.
Nasya terdiam memikirkan alasannya, lalu dia melihat pak Wira yang menatapnya dari kejauhan dengan senyum dibibirnya.
"Oh, jadi ini karena kejadian semalam. Nggak heran kalau aku tiba-tiba dipindahkan ke bagian pemasaran" Pikir Nasya yang menatap pak Wira dengan raut wajah kesal. Diapun berbalik meninggalkan kerumunan orang untuk mengambil barang-barang miliknya.
Saat Nasya membereskan barang, Alex pun datang menghampirinya.
"Kenapa kamu tiba-tiba dipindahkan Sya? Apa kamu tahu alasannya?" Alex bertanya dengan nada bicara yang terkesan dingin dan sinis.
"Mana aku tahu. Aku sendiri baru aja tiba disini" Nasya yang pendiam dan tidak banyak bicara kini menunjukkan wajah kesal.
Alex menoleh kesana kemari sebelum dia mengatakan sesuatu pada Nasya.
"Mungkin pak Wira merasa nggak puas dengan pelayananmu semalam."
"Apa?! Aku sama sekali nggak ngerti dengan apa yang kamu katakan" Nasya terkejut dan menatap Alex dengan tatapan sinis.
"Tidak perlu pura-pura sok suci. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Kamu sedang berpegangan tangan dengan pak Wira semalam. Disaat yang lain sedang sibuk menari, kamu justru sibuk merayu pak Wira. Sekarang aku mengerti, alasan kamu mengabaikanku selama ini ... karena jabatanku yang hanya karyawan biasa kan?" Alex terus bicara dengan nada mencibir dan tatapan yang merendahkan Nasya.
Nasya terpaku sambil mengepalkan tangan, lalu dia tersenyum tipis menanggapi ucapan Alex.
"Ku kira selama ini kamu tulus bersikap baik padaku, ternyata aku salah. Kamu itu hanya lelaki picik yang menilai orang seenaknya aja. Memang kamu melihatku berpegangan tangan dengan pak Wira, tapi kamu nggak lihat kan apa yang terjadi setelah itu? Kamu nggak tahu pasti apa aku masuk ke kamar hotel dengan pak Wira atau nggak. Jadi sebaiknya jangan pernah menilai orang seenaknya saja." Nasya bergegas meninggalkan meja dan membawa barang-barangnya. Dia mengabaikan Alex yang masih terpaku sendiri disana.
"Nasya, datang ke ruanganku sebentar!"
Begitu Nasya lewat di depan ruangan pak Wira. Atasan barunya itu keluar dari ruangannya dan memanggil Nasya ke dalam.
Nasya yang masih takut dengan kejadian semalam tidak langsung masuk. Dia terdiam sesaat dengan jantung berdebar cepat memikirkan apa yang akan dilakukan pak Wira.
"Apa yang akan dilakukannya lagi? Nggak mungkin dia berani macam-macam lagi sekarang kan?" pikir Nasya yang ragu dan sedikit gemetar.
"Kenapa diam aja? Cepat masuk!" Teriak pak Wira dari dalam ruangannya.
"Ba-baik, Pak" Nasya tergagap karena takut saat menanggapi pak Wira.
"Tutup pintunya!"
Nasya semakin takut karena pak Wira memintanya menutup pintu. Diapun terpaksa menutupnya dengan tangan yang gemetar.
"Apa kamu senang dengan posisimu saat ini?" tanya pak Wira dengan senyum yang tipis.
"Apa maksud anda?" Nasya berusaha bersikap tenang meskipun sebenarnya dia sedang ketakutan.
"Kamu masih tidak mengerti kenapa kamu dipindahkan?" Pak Wira menanggapi Nasya sambil berjalan mendekat ke arahnya dan berhenti dihadapannya.
"Aku yang memindahkanmu. Jika kamu memang ingin tetap berada di posisimu sekarang... Aku bisa mengaturnya. Itu bukan hal yang sulit buatku. Tentu saja itu tidak gratis. Ada syaratnya."
Pak Wira terus bicara dengan tatapan menggoda Nasya.
"Jika syarat yang anda maksud adalah melayani nafsu anda, maka lebih baik saya dipindahkan saja." ujar Nasya dengan penuh percaya diri namun tangannya tetap mengepal karena takut.
"Apa kamu yakin? saya bisa melakukan apa saja untukmu. Saya bisa membantumu mendaki ke tempat yang tinggi, tapi saya juga bisa membuatmu jatuh ke dalam lubang tanpa dasar." Pak Wira mengancam Nasya dengan seringai tipis diujung bibirnya.
"Saya lebih suka jadi karyawan biasa daripada menjadi sukses dengan imbalan mau melakukan apa saja. Itu sangat memalukan! Permisi" jawab Nasya dengan tegas lalu berbalik pergi meninggalkan kantor.
"Apa katamu?! Kamu berani padaku hah! Liat aja nanti. Kamu pasti akan menyesal!" pak Wira berteriak dengan kesal.
tapi tetep suka karena sifat laki²nya tegas no menye² ...