Kamila gadis yatim piatu mencintai Adzando sahabatnya dalam diam, hingga suatu malam keduanya terlibat dalam sebuah insiden.
Adzando seorang artis muda berbakat.
Tampan, kaya, dan populer. Itulah kata-kata yang tepat disematkan untuknya.
"Apapun yang kamu dengar dan kamu lihat, tolong percayalah padaku. Aku pasti akan bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan. Kumohon bersabarlah."
Karena skandal yang menimpanya, Adzando harus kehilangan karier yang ia bangun dengan susah payah, juga cintanya yang pergi meninggalkannya.
"Maafkan aku, Do. Aku harus pergi. Kamu terlalu tinggi untuk aku gapai."
"Mila... Kamu di mana? Aku tidak akan berhenti mencarimu, aku pasti akan menemukanmu!"
Kerinduan yang sangat mendalam di antara keduanya, membuat mereka berharap bahwa suatu hari nanti bisa bertemu kembali dan bersatu.
Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Mari baca kisahnya hanya di sini ↙️
"Merindu Jodoh"
Kisah ini hanya kehaluan author semata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
...*...
Setelah menempuh perjalanan udara selama satu setengah jam, Zando dan Nino sampai di bandara Soetta. Kedua pemuda itu langsung menuju mobilnya begitu keluar dari terminal kedatangan. Mobil yang sebelumnya mereka tinggalkan di bandara.
Nino duduk di belakang kemudi, sedangkan Zando duduk di kursi penumpang yang ada di samping kiri. Nino segera bergerak meninggalkan area parkir bandara, dan langsung menuju ke rumah sakit.
Zando tampak tidak bersemangat sama sekali. Sepanjang perjalanan di dalam pesawat dia hanya memejamkan mata. Dan jika Nino mengajaknya bicara, dia hanya menjawab seperlunya. Itu pun tanpa membuka mata, apalagi menoleh.
Zando benar-benar seperti bukan dirinya. Jika bukan karena permintaan Mama Zeya yang memintanya untuk segera kembali, pasti Zando lebih memilih mengejar Kamila. Masa depan cintanya jauh lebih penting, apalagi sekarang Kamila sedang mengandung buah hatinya. Bukan berarti karier tidak penting. Semuanya penting, dan dia ingin keduanya bisa seiring sejalan bersama.
Akan tetapi, Zando tidak bisa membantah mamanya, sosok wanita yang selalu menjadi penyemangatnya, mencintai dan menyayanginya tanpa batas, maka ia tidak ingin mengecewakan sang mama.
Mobil yang dikendarai Nino telah sampai di pelataran rumah sakit. Zando segera membuka mata, ketika mobil telah berhenti. Kemudian ia turun lalu berjalan dengan langkah gontai memasuki lobi rumah sakit, menuju lift yang membawanya ke lantai di mana ruangan kakaknya berada.
Nino hanya mengekori Zando dari belakang tanpa berkata sepatah katapun, bahkan ketika mereka berada di dalam lift. Ia tahu dan bisa merasakan bahwa sahabatnya itu sedang dilanda dilema.
Sesampai di lantai yang dituju keduanya lantas keluar dari lift, dan langsung menuju ke ruang rawat inap Adzana kakaknya.
"Assalamualaikum," sapa Zando dan Nino serentak.
"Waalaikumsalam." Serentak jawaban dari mereka yang berada di depan ruang operasi.
"Kalian sudah datang," tegur Papa Daniel.
"Iya, Pa." Zando dan Nino mendekat, lalu meraih punggung tangan papanya dan menciumnya takzim. Kemudian beralih pada sang mama. Begitu pula halnya dengan Nino, dia juga melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Zando.
"Bagaimana keadaan Kakak, Pa... Ma?" tanya Zando.
"Kakak baru saja masuk ke ruang operasi," jawab Mama Zeya.
"Terus Kak Arbi, mana?" tanya Zando lagi
"Ada di dalam mendampingi Kakak," jawab Mama Zeya.
Sementara Papa Daniel tampak mondar mandir dengan raut wajah cemas.
Baru saja Zando akan mendudukkan dirinya di kursi sebelah mamanya, pintu ruangan operasi terbuka dan keluarlah seorang suster dari dalam, diikuti Arbi di belakangnya. Wajah pria itu terlihat panik.
"Suster, bagaimana keadaan putri kami?" tanya Mama Zeya.
"Operasi berjalan lancar, akan tetapi Nona membutuhkan transfusi darah. Dan dibutuhkan segera," beritahu suster dengan nametag Amel.
"Ambil darah saya, Suster. Darah saya sama dengan Kakak saya." Zando maju dan menawarkan diri.
"Baiklah, mari ikuti saya, Tuan." Setelah berkata, Suster Amel langsung bergegas menuju salah satu ruangan, dan Zando mengikutinya di belakang.
Sementara itu Papa Daniel menghampiri dan merangkul Arbi, menyalurkan energi positif pada menantunya tersebut.
"Nak Arbi yang sabar, insyaAllah Kakak akan baik-baik saja. Jangan lupa untuk selalu mendoakannya. Kami juga pasti akan mendoakan yang terbaik untuk kakak." Papa Daniel menepuk pundak Arbi memberikan dukungannya.
"Terimakasih, Pa," usap Arbi.
"Bagaimana keadaan cucu mama?" tanya Mama Zeya.
"Alhamdulillah, mereka baik-baik saja, Ma." jawab Arbi.
"Alhamdulillah," ucap syukur Mama Zeya dan Papa Daniel bersamaan.
"Kalau begitu saya ke sana dulu ya, Ma...Pa." Arbi lalu bergegas menyusul Zando memasuki sebuah ruangan.
Sesampainya di dalam ruangan itu, Arbi melihat Zando sedang melakukan pemeriksaan. Dan setelah diperiksa, petugas medis menyatakan jika Zando memenuhi syarat untuk donor darah.
Lalu petugas medis segera melakukan proses pengambilan darah. Mula-mula area kulit akan bersihkan, kemudian memasukkan jarum steril ke vena di lengan, dan mengumpulkan darah ke dalam kantong khusus.
Sementara itu, Arbi diarahkan untuk melakukan pemeriksaan yang sama seperti yang dilakukan Zando. Seperti pemeriksaan tekanan darah, kadar hemoglobin, suhu tubuh, dan nadi. Namun sayang, setelah diperiksa Arbi tidak memenuhi syarat untuk menjadi pendonor. Kadar hemoglobin dalam darahnya tidak memenuhi syarat seperti yang ditentukan, yaitu antara 12,5g% – 17g% saat pemeriksaan.
Arbi terlihat sedih, sebagai suami ia merasa tidak berguna. Hampir saja dia meluapkan emosinya dengan berteriak sekuat tenaga, untuk melepaskan rasa sesak yang menderanya. Dia lantas keluar ruangan dengan perasaan berkecamuk.
Begitu sampai di luar, dia bersandar pada tembok dengan kedua telapak tangan menutupi wajahnya. Tubuh tinggi menjulang itu merosot ke bawah disertai isakan tangis yang menyedihkan.
Papa Daniel dan Mama Zeya segera berlari kecil menghampiri menantu mereka. Tanpa bertanya Papa Daniel membawa menantunya itu ke dalam pelukan. Pria matang itu mencoba untuk tetap waras dengan tidak terbawa suasana.
"Ma-maafkan sa-ya, Pa! Se-seba-gai su-a-mi, saya ti-dak bergu-na." Arbi berkata sambil sesenggukan. Dia merasa kecewa pada dirinya sendiri, karena tidak bisa menjadi penolong untuk istrinya. Padahal dulu di saat dia terkapar tak berdaya di rumah sakit, Adzana adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuknya. Tapi sekarang di saat sang istri membutuhkannya, dia bahkan tak bisa melakukan sesuatu.
"Sa-saya, bu-kan suami yang baik." Arbi semakin tergugu, dia meraung dan merintih dengan suara yang menyayat hati.
Mama Zeya berdiri di belakang Papa Daniel, kedua tangannya membekam mulutnya sendiri dengan berlinangan airmata.
"Sudah tidak apa-apa, semua di luar kehendak kita. Ayo, bangunlah, dan bersihkan wajahmu!" titah Papa Daniel.
"Kak Arbi kenapa, Ma?" tanya Zando. Dia telah selesai mendonorkan darahnya untuk sang kakak.
Bersamaan dengan itu, suster Amel berjalan terburu-buru dengan membawa dua kantong darah menuju ke ruang operasi.
Mama Zeya menghapus airmatanya, mendekat pada Zando lalu memeluknya. "Kenapa Abang tidak istirahat dulu?"
"Tidak apa-apa, Ma. Abang baik-baik saja, kok." Zando melihat Arbi beranjak dari duduknya. Dan dia merasa kasihan pada kakak iparnya itu.
Seketika pemuda itu teringat pada Kamila. "Bagaimana nanti apabila Kamila melahirkan? Tidak ada keluarga yang mendampingi. Dia pasti merasa sedih."
Zando menyugar rambutnya kasar, perasaannya tiba-tiba tidak enak. Jantungnya berdetak kencang tak beraturan. "Apa telah terjadi sesuatu pada Kamila? Ya Allah, lindungilah dia di mana pun berada. Aamiin."
.
.
.
.
.
Terjadi kehebohan di Puskesmas Pembantu, dengan pingsannya seorang dokter yang sedang bertugas. Ikhsan yang saat itu kebetulan berada di dekat Kamila, langsung menyambar tubuh wanita itu, sebelum terjatuh mencapai lantai. Lalu membopongnya dan membawanya masuk ke dalam mobil.
Ibu Murni mengikuti dari belakang membawa barang pribadi milik Kamila. Selanjutnya tanpa banyak cakap, Ikhsan langsung mengemudikan mobil itu, untuk kembali ke Puskesmas.
Sedangkan petugas kesehatan yang lain, segera meminta bantuan dari Puskesmas untuk mengirimkan dokter menggantikan Kamila.
Sementara itu wanita paruh baya yang tadi hendak memeriksakan diri, mendadak kebingungan dengan apa yang terjadi. Dalam hati wanita itu bertanya-tanya, namun tidak ada kata yang terucap sampai dia kembali ke tempat duduknya.
*
Setiba di Puskesmas, Ikhsan kembali membopong tubuh Kamila keluar dari mobil, dan membawanya ke ruang pemeriksaan.
"Dokter Miranti, tolong Dokter Kamila, Dok. Beliau tiba-tiba pingsan." Ikhsan berkata seraya memasuki ruangan dan membaringkan tubuh Kamila pada ranjang pasien.
Bu Murni segera membalurkan minyak kayu putih pada kaki dan tangan Kamila yang terasa dingin.
"Ampun ... ampun ... ampun ... maafkan saya, Mila mohon ... Tolong ... jangan dipukuli lagi, Mila akan jadi anak yang baik."
Bu Murni tersentak mendengar Kamila mengigau disertai rintihan yang menyayat. Begitu pula dengan Ikhsan.
"Ada apa sebenarnya dengan Dokter Kamila? Kenapa dia seperti ketakutan?"
"Tidak tahu, Bu," jawab Ikhsan.
"Maaf, Bu Murni. Biar saya periksa dulu, ya. Mas Ikhsan bisa tunggu di luar sebentar," ucap Dokter Miranti.
Ikhsan segera keluar dari ruangan, lalu pemuda itu berjalan menuju warung yang ada di depan Puskesmas. Sepertinya dia berinisiatif untuk membeli air mineral dan kudapan untuk Kamila, jika nanti wanita itu siuman.
Di dalam ruangan kini tinggal dokter Miranti dan Bu Murni. Dokter Miranti segera menjalankan tugasnya memeriksa Kamila. Keningnya tampak berkerut saat dokter paruh baya itu memeriksa area perut Kamila. Lalu menekan denyut nadinya. Sedetik kemudian Dokter Miranti menatap Bu Murni dengan pandangan penuh tanya.
"Ada apa, Dok?" tanya Bu Murni.
"Maaf, Bu Murni. Apakah Dokter Kamila sudah menikah?"
"Saya tidak tahu, Dok. Tapi di kartu identitas status Dokter Kamila adalah janda," jawab Bu Murni.
"Memangnya ada apa, Dok?" tanya Bu Murni kemudian.
"Sepertinya Dokter Kamila pernah mengalami trauma berat. Dan..."
"Dan kenapa, Dok?"
...*...
.
.
.
.
.
jederrr... Ikhsan menjatuhkan minunan dan makanan yg berada di tangannya.. syok berat🤣🤣🤣
.. aahhh... lama lama aku demo beneran ini/Scream//Scream/