Namaku Delisa, tapi orang-orang menyebutku dengan sebutan pelakor hanya karena aku berpacaran dengan seseorang yang aku sama sekali tidak tahu bahwa orang itu telah mempunyai pacar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vina Melani Sekar Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Hari ini adalah hari ulang tahun Delisa, namun bukannya dimulai dengan perasaan bahagia, ia justru merasakan kesedihan yang tidak bisa ia pahami. Sejak pagi, Caca yang selalu bersamanya bersikap berbeda. Biasanya mereka mengobrol riang dan saling berbagi cerita begitu masuk kelas, tetapi kali ini Caca seolah mengabaikan keberadaannya. Setiap kali Delisa mencoba mengajaknya bicara, Caca hanya menjawab singkat, lalu kembali sibuk dengan buku atau ponselnya.
Delisa mencoba untuk mengabaikan perasaan ganjil itu, berpikir mungkin Caca hanya sedang bad mood. Namun, ketika Caca terus bersikap dingin sepanjang pelajaran pertama dan bahkan tidak menyapanya saat istirahat pertama, Delisa mulai merasa gelisah.
Saat istirahat, Delisa memutuskan untuk mencari Azka di kelasnya, berharap setidaknya Azka bisa mengembalikan semangatnya. Namun, sesampainya di depan kelas Azka, ia melihat Azka sedang berbicara dan bercanda dengan teman-temannya, seolah ia tidak ada di sana. Delisa menunggu sebentar, berharap Azka akan menyadari kehadirannya, namun Azka tidak kunjung menoleh. Merasa diabaikan, Delisa pun kembali ke kelas dengan langkah lemas.
"Kenapa sih hari ini semua orang kayak nggak peduli sama aku?" pikirnya sambil duduk di bangkunya dengan tatapan kosong. Ia merasakan ada benjolan yang menyesakkan di dadanya, dan air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Hari yang seharusnya menjadi momen spesial baginya justru terasa sepi dan sunyi.
Di kelas, Caca hanya melirik Delisa dari jauh, merasa bersalah melihat sahabatnya tampak sedih seperti itu. Namun, ia tetap bertahan dengan rencana awal, pura-pura cuek pada Delisa demi kejutan yang sudah ia persiapkan bersama Azka.
Waktu terus berlalu, dan Delisa semakin merasa terasing. Saat bel pulang berbunyi, ia keluar kelas dengan kepala tertunduk, berjalan pelan sambil menahan air matanya. Ia berharap Azka akan muncul dan memberikan ucapan selamat ulang tahun, atau bahkan sekadar menghampirinya dan menemaninya pulang. Namun, kenyataannya tidak ada yang berubah.
Saat berada di depan gerbang sekolah, Delisa tidak tahan lagi. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya mengalir deras, membasahi pipinya. Ia merasa sakit hati dan kecewa karena Azka dan Caca, dua orang terdekatnya, sama sekali tidak peduli padanya.
...****************...
Di sisi lain, Azka dan Caca sebenarnya sudah menyiapkan kejutan untuk Delisa. Mereka telah meminta bantuan beberapa teman untuk menyiapkan taman sekolah yang akan mereka hiasi dengan balon, lilin-lilin kecil, dan kue ulang tahun yang sudah dipesan sejak seminggu yang lalu. Caca memandang Azka dengan cemas.
"Azka, Delisa benar-benar sedih, lho. Aku lihat tadi dia hampir menangis," bisik Caca penuh kekhawatiran.
Azka menepuk bahu Caca, berusaha menenangkan temannya. "Tenang, Ca. Dia akan merasa senang setelah lihat kejutan ini. Aku juga nggak tega sih, tapi kita sudah jauh-jauh buat rencana ini."
Mereka berdua segera menuju taman sekolah, memastikan segala persiapan berjalan lancar. Teman-teman yang sudah menunggu mulai menyalakan lilin-lilin dan menempatkan balon-balon berbentuk hati di sekitar taman. Beberapa dari mereka berbisik sambil tertawa kecil, menunggu momen yang akan membuat Delisa terkejut.
...****************...
Di tempat lain, Delisa masih berjalan pelan di sekitar gerbang, merasa hampa dan kehilangan. Ia berpikir untuk langsung pulang, namun hatinya menahan. Ada perasaan yang mendorongnya untuk tetap di sekolah, seolah berharap ada sesuatu yang akan terjadi.
Tiba-tiba, Caca muncul dari arah berlawanan dan menghampirinya. Dengan wajah yang tampak bersalah, ia menggandeng tangan Delisa.
"Del, yuk ikut aku sebentar," ajak Caca dengan nada suara yang berbeda dari sikap dinginnya sejak pagi.
Delisa menatap Caca dengan ragu. "Mau kemana, Ca? Kamu sama Azka kenapa sih hari ini, kok pada aneh banget?"
Caca hanya tersenyum kecil tanpa menjawab dan menarik Delisa menuju taman sekolah. Rasa penasaran dan keheranan semakin membebani pikiran Delisa, namun ia membiarkan Caca membawanya.
Sesampainya di taman, Delisa terkejut saat melihat pemandangan di depannya. Taman itu telah dihiasi dengan balon-balon berwarna-warni, lilin-lilin kecil yang bersinar indah, dan sebuah meja kecil dengan kue ulang tahun di atasnya. Di dekat meja itu, Azka berdiri sambil memegang buket bunga, tersenyum ke arahnya.
"Selamat ulang tahun, Delisa!" seru Azka dengan senyum hangat di wajahnya.
Delisa hanya bisa berdiri terpaku, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tiba-tiba semua perasaan sedih yang ia rasakan sejak pagi menghilang, digantikan oleh perasaan bahagia yang meluap. Air matanya kembali mengalir, namun kali ini bukan karena kesedihan, melainkan kebahagiaan.
"Kalian… kalian semua merencanakan ini?" Delisa bertanya dengan suara bergetar sambil menatap Caca dan Azka.
Caca tersenyum dan mengangguk. "Maaf ya, Del, kalau aku sama Azka bikin kamu sedih tadi. Kami cuma mau kasih kejutan buat kamu."
Azka menghampiri Delisa dan menyerahkan buket bunga itu padanya. "Maaf ya, Del. Kami nggak bermaksud bikin kamu merasa diabaikan. Hari ini spesial buat kamu, jadi kami ingin kamu merasa benar-benar bahagia."
Delisa tersenyum dan memeluk Azka, merasa hatinya sangat terharu. "Aku beneran nggak nyangka, kalian tega banget bikin aku sedih seharian."
Azka tertawa kecil. "Itu hanya supaya kejutan ini lebih berkesan. Maaf ya, aku janji nggak bakal cuek lagi."
Mereka berdua tertawa, dan teman-teman di sekitar mereka ikut bertepuk tangan, merayakan momen bahagia tersebut. Delisa meniup lilin di atas kue sambil mengucapkan doa dalam hati, berharap agar persahabatannya dengan Caca dan hubungannya dengan Azka selalu dipenuhi dengan kebahagiaan.
Setelah memotong kue dan berbagi potongan dengan teman-teman, Delisa duduk bersama Caca dan Azka, berbincang dengan perasaan bahagia. Mereka berbagi tawa, canda, dan cerita-cerita tentang masa lalu, membuat momen itu terasa semakin spesial.
...****************...
Saat pesta kecil mereka selesai dan teman-teman mulai berpencar untuk pulang, Delisa, Azka, dan Caca memutuskan untuk menghabiskan waktu sebentar di taman.
"Caca, Azka, terima kasih ya. Kalian berdua benar-benar berarti buat aku," ujar Delisa sambil tersenyum penuh syukur.
Caca memeluk Delisa erat. "Aku juga senang bisa membuatmu bahagia, Del. Kamu sahabat terbaikku, jadi aku akan selalu ada buat kamu."
Azka kemudian menggenggam tangan Delisa. "Aku janji, Del, akan selalu ada di sampingmu, apa pun yang terjadi."
Delisa merasa hatinya dipenuhi dengan kehangatan dan kebahagiaan. Semua perasaan sakit hati dan kesepian yang ia rasakan tadi hilang, digantikan oleh cinta dan persahabatan yang tulus dari orang-orang terdekatnya. Di bawah langit senja, mereka bertiga duduk bersama, menikmati momen kebersamaan yang tak terlupakan.
Hari itu menjadi salah satu kenangan indah dalam hidup Delisa, sebuah bukti bahwa kasih sayang dan kehangatan dari sahabat serta kekasih bisa membuatnya merasa berharga dan dicintai.