Siapa sangka, Vanya gadis cantik yang terlihat ceria itu harus berjuang melawan penyakitnya. Dokter mengatakan jika Vanya menderita penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) yang terjadi akibat gangguan pada saraf motoriknya.
Segala pengobatan telah di upayakan oleh keluarganya, namun belum ada cara untuk bisa mengobati penyakit yang di derita Vanya. Ia yang sudah ikhlas menghadapi penyakit yang ia derita hanya bisa tersenyum di hadapan keluarganya. Walaupun begitu Vanya tetap melakukan aktivitas seperti gadis lainnya agar keluarganya tak terlalu mengkhawatirkan dirinya.
Siapa sangka pertemuannya dengan seorang pemuda bernama Shaka yang memiliki sikap dingin yang jarang berinteraksi dengan teman-temannya jatuh hati saat pertama kali melihat Vanya. Tanpa ia sadari wanita yang ia sukai sedang berjuang melawan penyakitnya.
Mampukah Shaka menjadi penyemangat Vanya di saat ia mulai down? Yuk nantikan kelanjutannya.
Siquel dari Novel yang berjudul "Cerita Kita"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Selepas shalat, mereka melanjutkan perjalanan ke suatu tempat. Tiga kendaraan yang berbeda tipe itu melaju melintasi jalanan kota. Seperti biasa mereka mengenakan kendaraan kesayangan pribadi masing-masing. Vanka mengendarai mobil kesayangannya bersama Vanya. Hasbi mengendarai vespa berwarna kuning miliknya, dan Hanan mengendarai moge hitam kesayangannya.
Mereka iring-iringan dengan kecepatan sedang. Vanya begitu menikmati perjalanan mereka kali ini. Sudah lama ia tak keluar rumah. Apalagi bersama saudara-saudaranya.
"Anka, kita mau ke mana?"
"Ke tempat favorit Anya. Ayo tebak kita mau kemana!" Vanka melirik kembarannya sekilas, dan kembali fokus mengendarai mobilnya.
"Pantai?"
Vanka tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Vanya begitu senang mendengar kata pantai. Setiap ke pantai selalu membuat perasaannya semakin baik. Kaca pintu mobil juga di turunkan oleh Vanka, agar adiknya merasakan semilir angin yang membuat suana hatinya semakin tenang.
Setelah sejam menempuh perjalanan, akhirnya mereka tiba di pantai. Vanya langsung turun dan berlari menuju tepi pantai. Ke tiga lelaki tampan itu memarkirkan kendaraan mereka, namun tetap mengawasi Vanya.
"Happy banget si teteh. Kita juga sudah jarang bisa menikmati waktu seperti ini kan A! Kalau bukan karena teteh, sepertinya kita cuma keliling kota Bandung saja."
Mereka tersenyum dan membenarkan perkataan Hasbi. Ke tiga lelaki itu berjalan menuju ke tempat Vanya yang sedang menikmati bermain air pantai.
"Jangan sampai ke tengah dek!" Vanka mengingatkan kembarannya. Vanya hanya mengacungkan jari jempolnya dan kembali menikmati untuk bermain air.
"Awas teh, ada buaya!" Hanan menggoda sang teteh. Namun Vanya malah membalas perkataan adiknya itu.
"Kamu buayanya, jadi teteh aman pastinya."
Vanka dan Hasbi terkekeh mendengar perkataan Vanya. Sedangkan Hanan malah cemberut dan pergi meninggalkan dua lelaki tersebut. Ia mendekati sang teteh yang sedang asyik bermain air.
"Teh, kenapa teteh suka pantai?" Hanan yang berdiri tak jauh dari Vanya memperhatikan sang teteh.
"Kenapa ya? Pantai itu selalu membawa kebahagiaan sendiri untuk teteh. Membawa ketenangan dan kedamaian saat memandang betapa luasnya lautan itu. Saat itu teteh sadar, begitu luasnya salah satu ciptakan Allah. Dan Allah itu begitu hebat bisa menciptakan alam semesta ini beserta isinya."
Vanya kembali menikmati untuk bermain air, setelah menjawab pertanyaan Hanan.
"Teteh benar, betapa hebatnya Allah menciptakan alam dan seisinya, seperti Allah menciptakan teteh untuk pria yang akan menjadi jodoh teteh. Teteh wanita yang begitu cantik, baik, kuat, tegar, bahkan di saat sakitpun, teteh masih bisa memberikan semangat dan senyuman untuk orang-orang di sekitar teteh. Teteh itu benar-benar membawa energi positif untuk kita semua. Entah siapa kelak yang akan menjadi jodoh teteh, jika Hanan bisa meminta, Hanan harap, Hanan orangnya." Tentu saja hanya di dalam hati ia katakan.
Sedangkan di saung tak jauh dari Vanya dan Hanan, Vanka dan Hasbi pun tampak mengobrol.
"Sejak kapan tu bayi mengagumi adik kesayangan Aa?" Vanka bertanya dengan tenang. Hasbi yang di tanya personal itu seketika mengernyitkan dahinya dan mengikuti pandangan Vanka.
Vanka menanti jawaban Hasbi. Ia yakin, Hasbi tahu bagaimana perasaan Hanan kepada adik kembarnya. Pasti Hanan dan Hasbi selalu berbagi cerita.
"Maksud Aa?" Hasbi pura-pura tak mengerti.
"Sudahlah, sudah mau zhuhur." Vanka beranjak dari duduknya. Ia memanggil ke dua adiknya itu.
"Dek, yuk shalat, Nan, buru kesini, lima menit lagi azan."
Vanka berjalan mendekati adik kembarnya dan memberikan sendal milik Vanya yang ia lepas begitu saja saat ingin bermain air. Vanya tersenyum lembut menatap kembarannya. Vanka mengelus kepala sang adik dan menggandeng adiknya menuju masjid.
Sedangkan Hasbi hanya garuk kepala. Lantas ia juga mengekori dua saudaranya yang sudah lebih dulu berjalan menuju mushalla, begitu pula dengan Hanan. Mereka tak membiarkan sedikitpun untuk melewatkan jama'ah jika tengah berada di luar.
Selepas shalat, mereka memesan makanan untuk makan siang. Vanya tampak sudah lapar dan bersemangat saat melihat pelayan restoran itu meletakkan pesanan mereka di atas meja.
"Terimakasih mas." Vanka tak lupa berterimakasih.
"Yuk makan, kalian lapar kan?" ucap Vanka.
Vanka melihat ke tiga adiknya. Semua langsung menikmati makan siang itu setelah menggumamkan doa. Mereka berempat memang tampak sudah lapar. Hanan yang paling bersemangat jika berhadapan dengan makanan. Semua sudah tahu, jika Hanan memiliki hobi, yaitu makan. Namun anehnya, tubuhnya tetap ideal. Karena ia juga rajin berolahraga.
"Lapar kamu dek!" Ucap Hasbi kepada Hanan. Hanan yang biasanya tak suka jika di panggil adek, kali ini hanya diam tanpa menyaut. Itu karena ia fokus dengan makanan yang ada di mulutnya.
......................
Di tempat lain, Shaka tampak sibuk melayani para pelanggan cafe. Setiap hari para pengunjung semakin ramai. Bajunya bahkan sudah basah oleh keringat. Namun ia tetap saja bekerja dengan semangat.
"Kamu Shaka bukan? Tidak menyangka ya kita ketemu. Ternyata kamu pelayan di cafe ini?"
Para gadis yang memang mengagumi Shaka di kampus menghampiri nya. Mereka tak menyangka jika Shaka seorang pelayan, dan bukanlah anak orang kaya seperti penampilannya. Namun tak membuat mereka berhenti mengagumi Shaka. Namun Shaka tampak cuek, ia meninggalkan ke tiga gadis tersebut dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Saya permisi, soalnya masih banyak pelanggan yang harus saya layani!"
"Eh, kamu di sini saja duduk bersama kita bertiga. Kamu tenang saja Ka, kita akan berbicara dengan manager cafe ini agar kamu bisa beristirahat."
Angkuh sekali mereka. Shaka paling tak suka dengan tipe-tipe gadis seperti mereka. Mereka fikir, dia begitu murahan bisa di minta untuk menemani mereka. Memangnya di lelaki apaan.
"Terimakasih, permisi!"
Tanpa mendengarkan lebih lanjut ucapan para gadis tersebut, Shaka meninggalkan mereka. Ke tiga gadis itu tampak kecewa.
"Susah banget dekati tu cowok. Tapi semakin dia cuek, aku malah semakin suka." Mereka terkekeh setelah mendengar salah satu perkataan dari teman mereka. Walaupun mendapatkan penolakan dari Shaka, mereka tetap menikmati waktu libur mereka di sana sembari sesekali memperhatikan Shaka.
Shaka selesai shift sudah pukul lima sore. Ia langsung mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa dan pamit kepada rekan kerjanya yang lain.
Ia yang baru saja ingin menaiki kendaraan roda duanya melihat seorang wanita yang ia tolong beberapa hari lalu. Ya, Vanya lah wanita itu. Vanya menunggu Vanka untuk membelikan kue pesanan sang ummah di cafe Zayn. Sedangkan Hanan dan Hasbi ke toilet dan meninggalkan Vanya seorang diri di sana.
Shaka ingin melangkah mendekati Vanya, namun ia urung karena tak sedekat itu dengan gadis yang ia tolong. Walaupun sebenarnya ia begitu penasaran ada urusan apa Vanya di sana, dan kenapa Vanya terlihat sendiran. Apa Vanya sudah sehat? Ah, entahlah, Shaka sendiri bingung kenapa ia begitu perduli dengan Vanya. Setelah memakai helmnya, Shaka melajukan kendaraannya meninggalkan pelataran cafe. Saat Shaka melewati Vanya, Vanya sempat menoleh, namun Vanya tak mengenali Shaka, karena wajah Shaka tertutup oleh helm yang di kenakannya.
......................
...To Be Continued ...
kalau shaka anak siapa ya thor?