Sekuel Jodoh Pilihan Abi
Menjadi anak piatu, Icha harus kehilangan figur ibu sekaligus ayah. Di tambah ibu tiri yang manipulatif, menjadikan dia sosok yang di kenal bandel.
Takdir menemukannya pada polisi dalam keadaan saling salah paham yang akhirnya menjebaknya sendiri dalam perjodohan dengan lelaki itu.
Bisakah Icha menemukan cinta sejati dalam diri lelaki yang dibencinya sekaligus membencinya?
Temukan kisah lengkapnya dalam novel comedy romance "Terjebak Cinta Polisi Ganteng"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Nur Halimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah untuk Si Nenek Lampir
“Apa kau sadar, kau sedang menuduh suamimu melakukan perbuatan yang sangat keji?” ucap suaminya itu dengan sinis.
Matanya tak kalah nanarnya dengan tatapan Icha.
“Tidak usah sok suci!”
“Aisyah!” bentak suaminya itu begitu keras sambil mengangkat tangannya.
Sontak Aisyah menutup matanya, sambil memalingkan muka ke arah lain dengan agak menunduk.
Namun setelah beberapa saat tidak terjadi sesuatu, Icha kembali membuka matanya.
Ia kemudian tampak melotot ke arah lelaki yang tampak telah menurunkan tangannya itu, sembari berteriak, “tampar aku mas, tampar!”
Bukannya bertambah naik pitam, lelaki itu terdengar beristighfar, kemudian mengusap wajahnya.
Setelah itu, ia terlihat menghela nafas panjang, dan perlahan ekspresinya berubah menjadi hangat.
Jakunnya pun terlihat naik turun.
Icha agak tersentak kaget mendapati lelaki itu bisa berubah dengan cepat.
Apalagi lelaki itu lalu berkata dengan pelan, “aku tidak akan bisa mengangkat tanganku pada seorang wanita yang telah ditakdirkan Allah menjadi istriku.”
Dia kemudian terlihat menghela nafas kembali.
“Aku tidak tahu apa yang membuatmu berpikir sekeji itu tentangku, kalau nanti kau sudah bisa diajak bicara, aku akan menjawab apapun pertanyaanmu, supaya tidak ada lagi kesalahpahaman antara kita,” ucap lelaki itu dengan nada begitu tenang.
“Jadi kau bersikap lembut seperti ini karena Allah, bukan karena kamu menyayangiku,” ucap Icha dengan ketus karena tersinggung.
Bukannya marah lelaki itu malah mendekatinya, sambil menatapnya dengan hangat, membuat Icha bertambah heran.
“Pelan-pelan aku akan mengajarkanmu betapa indahnya mahabatullah, sekarang kita sama-sama masih emosi, aku akan pulang dulu, besok pagi aku akan menjemputmu. Kalau abi bertanya, kamu bisa menjawab kalau aku ada tugas dadakan kembali,” ujar lelaki itu terlihat sekali berusaha menahan emosinya.
Icha hanya bisa berdiri, menatap diam ke arah suaminya yang baru saja membalikkan badan, dan beranjak keluar dari kamar itu.
******
“Ke mana suamimu? aku dengar dia sudah pulang kemarin malam, apa dia masih tidur?” tanya Papinya heran melihat Icha turun ke ruang makan sendiri.
Icha langsung menarik kursi di samping kanan ayahnya tersebut, sambil melirik tajam ke arah ibu tirinya yang sedang duduk di depannya.
“Dasar pengadu!” pikirnya.
“Ada apa? kok kamu malah melotot ke arah mamamu seperti itu,” tanya Papinya terlihat marah padanya.
Icha langsung berbalik memandang Papinya, sambil memutar ujung lidahnya ke langit-langit. Rasa-rasanya harusnya ia yang jengkel.
Lagi pula iya sudah menikah, ayahnya itu tidak akan bisa mengancamnya lagi.
“Harusnya Papi bertanya pada istri Papi, kenapa tiba-tiba suami Icha yang sudah pulang, tiba-tiba keluar kembali?” ujar Icha sambil menatap puas ke arah ibu tirinya itu yang kini terlihat begitu gugup ditatap oleh Papinya dengan serius, bahkan bintik-bintik air pun tampak muncul di sela-sela pelipisnya.
“K-kamu bercanda, kenapa suamimu harus pulang karenaku?” tanya balik ibu tirinya itu terbata-bata.
“Aku bilang dia keluar kembali, kenapa kamu tahu kalau dia pulang? Lagi pula aku juga tidak bilang kalau suamiku itu pulang karenamu,” jawab Icha semakin bersemangat untuk menyudutkan ibu tirinya tersebut, Apalagi setelah melihat ekspresi Papinya yang ikut penasaran.
“Dengan menyuruh Papimu untuk bertanya padaku tentang suamimu itu, artinya kamu sedang menuduhku menyebabkan suamimu itu pulang,” jawab ibu tirinya tersebut kembali mamanipulasi keadaan dengan terlihat begitu kesal, dan berusaha mendapatkan perlindungan Papinya.
Tak Nyana, Papinya itu langsung membentak Icha, “benar itu Aisyah? ternyata kau memang belum berubah.”
Aisyah yang tertawa mendengarnya, lebih tepatnya ia sedang menertawakan nasibnya.
Bagaimana tidak, padahal tadi ketika Icha berhasil membuat ibu tirinya itu tersudut, Papinya sama sekali tidak mendukungnya. Namun sekarang di saat ibu tirinya menuduhnya, Papinya langsung bertindak.
Brak
“Hentikan tertawamu Aisyah! tidak ada yang lucu,” hardik ayahnya itu kembali, setelah memukul meja di depannya dengan begitu keras menggunakan kedua tangannya.
Sontak Icha terdiam sejenak, ia hendak menghampiri Papinya dan menantangnya, ketika tiba-tiba terdengar suara suaminya dari arah belakang.
“Ada apa ini kenapa semuanya tampak diam dan tegang, apa terjadi sesuatu?”
Icha langsung membalikkan badannya ke belakang.
Terlihat lelaki itu langsung tersenyum dengan begitu hangat, saat kedua matanya beradu dengan Icha.
Tapi Icha hanya menelan ludahnya dan membalasnya dengan tatapan tajam, rasanya perasaannya masih begitu dongkol.
“Tidak ada yang terjadi, kami hanya bersiap makan.”
Icha langsung memainkan ujungnya lidahnya ke langit-langit dengan kesal mendengar ucapan Si nenek lampir itu, padahal dia yang memulai pertengkaran ini.
‘Baik kau yang mengajakku bermain seperti ini, Dasar licik!’ pikir Icha.
Ia langsung menghampiri suaminya dan memeluknya.
Lelaki itu terlihat langsung terkesiap, bahkan Icha bisa mendengar detak jantung suaminya yang berdebar begitu cepat, yang tanpa sengaja membuatnya gugup juga.
Padahal tadinya Ia hanya ingin main-main.
Iya segera menelan ludahnya, kemudian melepaskan pelukan itu perlahan.
Sekali lagi, ia bertambah gugup ketika menatap lelaki itu yang tengah memandangnya begitu dalam itu.
‘Ayo Icha, kamu bisa!’ gumam icha dalam hati lalu menelan ludahnya kembali.
“Aku ingin menghabiskan waktumu yang sedikit itu Mas— dengan sarapan di luar berdua, ha-nya ber-du-a, apakah boleh?” tanyanya dengan suara memanja
Suaminya itu terlihat memandang kedua mata Icha bergantian.
Jakunnya kemudian terlihat naik turun, dia sepertinya menyadari sandiwara istrinya itu.
Icha kemudian segera memasang wajah memelas.
“Baiklah, kita pergi,” ujar suaminya itu sembari tersenyum.
Icha langsung membalikkan badannya menghadap orang tuanya itu, lalu menggandeng erat lengan suaminya.
Tampak wajah ibu tirinya yang berdiri di depan Papinya itu begitu kesal.
“Sedikit demi sedikit, akan ku ambil semua yang kau miliki, seperti kau mengambil semua yang harusnya menjadi milikku,” ancam Icha dalam hati sambil tersenyum lepas.
“Kami ingin sarapan di luar Abi, apakah boleh?” tanya suaminya itu.
Namun belum juga Papinya menjawab, ibu tirinya itu terdengar menyela, “Ini adalah hari pertama kita menjadi keluarga. Masa’ iya, Kalian mau makan di luar?”
Pertanyaan ibu tirinya tersebut lebih terdengar seperti dia hendak menggagalkan rencananya.
Dasar nenek lampir pikir Icha sambil meringis kecut, ia hendak menjawab wanita itu, namun suaminya telah mendahului.
“Aku telah meninggalkan istri tercintaku ini di malam pertamanya, karena tugas-tugas yang mendadak Aku hanya ingin menebusnya, Abi. Apakah boleh?” Tanya suaminya itu pada Papinya untuk kedua kalinya meminta izin lagi.
Papinya itu terlihat tersenyum hangat, kemudian menganggukkan kepalanya sambil menjawab, “ya silahkan, sudah lama juga Papi tidak makan berdua bersama Mamamu, iya kan Ma?”
Wanita yang terlihat kesel itu kemudian menoleh sambil tersenyum ke arah Papinya sambil menganggukkan kepala juga, dan berkata, “ iya!” menoleh kembali ke arah Icha dan suaminya dengan wajah yang kembali kesal.
Icha benar-benar tertawa begitu lantang di dalam hatinya, melihat ekspresi ibu tirinya tersebut.
Ia kemudian menoleh ke arah suaminya sambil menatapnya begitu dalam.
Cup
Dikecupnya pipi sang suami itu tiba-tiba, sebagai hadiah terakhir pagi itu untuk ibu tirinya.
yu gabung bersama gc Cbm.
kita d sn akan belajar brg
caranya follow akun sy dl
nnti akn sy ksh undangan thx