Gadis yang tengah patah hati karena kekasihnya kedapatan tengah bermesraan di dalam kamar dengan adik tiri itu memilih pergi ke sebuah pulau untuk menenangkan hatinya. Ia merasa begitu hancur setelah kematian sang ibu, karena ayahnya menikah lagi. Dan hal tergilanya, adik tirinya tidur dengan kekasihnya sendiri. Dalam kekalutan, ia memilih pergi ke sebuah club malam untuk melampiaskan kemarahannya. Namun kondisinya yang tengah mabuk membuat ia tak sadar dan merayu seorang pria hingga malam itu menjadi malam terburuk dalam hidupnya. Ia kehilangan mahkota yang telah ia jaga selama ini. Hidupnya bahkan semakin hancur setelah pria yang telah merenggut kesuciannya itu datang dan terus mengusik kehidupnnya. Sampai pada akhirnya ia positif hamil dan mencoba mengakhiri kehidupannya yang begitu rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nickname_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yang Kedua Kali
Veronica menggeliat saat merasakan sensasi yang menyenangkan menjalar di tubuhnya. Dengan mata terpejam, ia seolah dibuai dalam mimpi indah. Sensasi itu semakin nyata, menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat tangannya meremas bantal di bawah kepalanya. Tubuhnya menggelinjang seiring dengan puncak kenikmatan yang dicapainya. Saat masih terengah-engah, tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang tidak terduga. Veronica mengerjapkan matanya, namun ruangan terasa gelap tanpa pencahayaan. Terkejut, ia menyadari bahwa ini bukan mimpi, melainkan kenyataan. Sensasi yang ia rasakan bercampur antara kejutan dan kenikmatan yang intens.
Veronica terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang bergejolak. Ia merasakan kehadiran seseorang di atasnya dan mencoba untuk bangkit, namun Dave dengan cepat menenangkannya kembali ke bantal. Veronica merasa tidak nyaman dan mengeluh kesakitan. Dave kemudian mendekat, menatapnya dengan intens. "Kamu punya dua pilihan, nikmati atau berontak dan berakhir hamil," ucap Dave dengan nada serius. Veronica, dengan nafas yang terengah-engah dan penuh emosi, merespons dengan ketidaksetujuan. "Kamu benar-benar kejam, Dave!" teriaknya. "Baiklah, jika itu yang kamu inginkan," sahut Dave sambil terus berusaha menenangkan Veronica. Dia kemudian menyalakan lampu tidur, ingin melihat reaksi Veronica lebih jelas. Meskipun Veronica merasa marah, dia tidak bisa menyangkal ada rasa lain yang bercampur. Dalam keadaan terkejut, ia mencoba menutupi dirinya dengan tangan, Dave tersenyum smirk dan segera menahan tangan Veronica serta menyusup kan wajah nya di sana,membuat Veronica menggeliat sambil memejamkan mata nya, ingin sekali ia menampar wajah Dave namun ia begitu takut jika Dave akan menghamili nya. Veronica ingin sekali menangis namun rasa nikmat yang menjalari tubuhnya lebih kuat dibanding rasa sedih, ia bukan wanita munafik bagaimanapun ia adalah wanita dewasa yang sudah mengerti bahkan bisa dibilang cukup umur untuk menikah.
Veronica merasakan gelombang emosi yang kuat saat Dave mendekatinya dengan penuh perhatian. "Nikmati momen ini, Vero," bisik Dave dengan lembut. Veronica merasakan jantungnya berdegup kencang, sebuah tanda bahwa sesuatu yang mendebarkan akan segera terjadi. Dave, dengan pengertian, mempercepat gerakannya dengan penuh kelembutan. Veronica tidak bisa menahan rasa yang meluap, teriaknya memecah kesunyian malam sambil mencengkram lengan Dave. Dave kemudian mencium Veronica dengan lembut, membuat matanya terbelalak dan dadanya berdegup semakin kencang. Ciuman itu lebih lembut dan memabukkan daripada ciuman yang pernah dia rasakan sebelumnya dengan Alan, membuat Veronica terhanyut dalam kenikmatan yang tak terlukiskan. "Damn bibirnya begitu manis” Umpat Dave dalam hati nya, sambil terus melumat lembut bibir Veronica, entah mengapa rasanya begitu nyaman bagi Dave melakukan nya bersama Veronica, tak seperti dengan para wanita nya, ia cenderung memilih diam menikmati permainan mereka, sedang dengan Veronica justru ia yang meminta bahkan memimpin permainan.
Dave berteriak saat ia merasakan gelombang kenikmatan yang mendalam, dan Veronica pun merasakan hal yang sama, tubuhnya terasa lemas. Dave memberikan kecupan lembut di bibir Veronica sambil membelai wajahnya dengan penuh kasih. "Thank you," bisiknya dengan suara yang lembut, membuat Veronica terdiam, tak mampu berkata apa-apa, hanya bisa memandang Dave yang perlahan beranjak ke kamar mandi. Setelah Dave pergi, Veronica tersadar dan segera bangkit, membungkus dirinya dengan selimut untuk menutupi tubuhnya, lalu berdiri di depan pintu kamar mandi menunggu Dave keluar. Dave keluar sambil menggelengkan kepalanya melihat tingkah Veronica yang menurutnya lucu, meskipun ia telah menikmati seluruh tubuh Veronica, gadis itu masih merasa malu.
^PLAAAAK!!!!^ Suara tamparan keras memecah keheningan, menampar pipi Dave dengan kekuatan penuh dari Veronica. "Aw,lo kenapa nampar gue!!" Tanya Dave sambil memegangi pipinya. "Lo tu jahat, tau nggak! Lo bilang lo nggak akan hamili gue kalau gue ikuti semua permintaan lo!! Tapi kenapa lo tega melakukan itu?!” teriak Veronica dengan linangan air mata yang tak terbendung, kekecewaan dan rasa terkhianati menyatu dalam setiap kata yang terlontar. Dave membalas dengan nada yang tak kalah tinggi, “Lo sama sekali tidak melawan nona! Artinya lo setuju!” jawab Dave
"Bedebah!" Veronica berteriak kembali, suara tangisnya memecah suasana, "Lo benar-benar jahat!”
Dalam kebingungan dan penyesalan, Dave hanya bisa mengumpat, “Ouh shittt!!!!” Umpat Dave sambil mengusap kasar wajahnya, dia terjebak dalam euforia sehingga melupakan bahwa dia sedang berada bersama Veronica, bukan Merry yang selalu siap dengan kontrasepsinya. Veronica, dengan langkah gontai dan hati yang hancur, berlari ke kamar mandi untuk mencari kesendirian, Dave memilih merebahkan dirinya sambil bermain game, ia akan meminta maaf dan membahas semuanya nanti setelah Veronica kembali dengan tenang.
Veronica merendam tubuh nya di dalam air hangat bathup, ia tak habis pikir dengan apa yang telah terjadi, sekarang hati nya mulai diliputi ketakutan akan kehamilan. Veronica mencoba terus mengingat tentang apa yang terjadi antara dirinya dan Dave selama seharian, benar saja ia sejak tadi mengabaikan Dave dan memilih tidur, bahkan lupa jika dirinya belum makan, ia sendiri sempat melirik pada jam dinding dan sekarang telah menunjukan pukul dua wita, di mana tak mungkin ia pergi makan, namun perut nya begitu melilit, Veronica dengan langkah ringan melipir keluar dari bilik mandi, membenahi kuncir rambutnya, sambil berdoa dalam hati agar Dave telah terserap oleh mimpi. Namun, Dave masih terjaga, duduk tegap di atas ranjang, matanya menatap layar ponsel dengan serius. Veronica membuang muka dengan perasaan jengkel, meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun. Di dapur, dia memungut seiris roti dan duduk termenung, sambil mata memandangi vas bunga yang berdiri sendirian di tengah meja. Kesepian.
Sementara itu, Dave yang kelelahan akhirnya terhanyut dalam lelapnya tidur, ponselnya masih menyala di sampingnya, memaparkan wajah-wajah yang tidak dikenali Veronica. Kembali ke kamar dengan gerakan yang hampir tidak terdengar, Veronica mencari ponselnya di ranjang, tetapi pandangannya teralihkan oleh layar ponsel Dave yang masih terang. Rasa penasarannya mengalahkan, jemarinya dengan ragu menelusuri inbox ponsel Dave. Serentetan pesan dari wanita-wanita tidak dikenal memenuhi layar—sebuah nama 'Merry' tersorot paling atas, mengundang sebuah gundah yang mendalam di hati Veronica.
^ gue tunggu, seperti biasa di tempat yang sama, gue gak peduli siapapun yang tengah lo temui, yang terpenting gue tetap yang nomor satu^ Sedang pesan yang kedua dari Jenny yang bertulis.
"Lo hanya senang menikmati, sementara gue rela melakukan segala hal untukmu, asalkan lo tidak menghilang begitu saja tanpa kabar," gumam Veronica dalam hati membaca pesan dari Jenny, air matanya mulai menetes saat ia dengan lembut meletakkan ponsel Dave kembali di tempatnya. Dalam kesunyian, ia pergi ke sofa, terhempas oleh kepedihan mendalam yang memenuhi dadanya setelah membaca serangkaian pesan di ponsel Dave. Betapa bodohnya dirinya, telah menyerahkan segalanya padanya. Tanpa suara, Veronica mengganti pakaian dengan cepat, memasukkan beberapa barang ke dalam tas, meninggalkan koper penuh kenangan di kamar hotel, dan dengan langkah yang gontai, ia meninggalkan Dave yang tenggelam dalam kelelahan, tidak menyadari pintu yang terbuka. Hati Veronica memburu, dan dengan langkah yang semakin menguat, ia berlari menuju parkiran, mengambil mobil sewaannya, dan melesat menuju tempat pengembalian mobil. Malam sudah sangat larut, dan jalanan yang sunyi tidak mampu menumbuhkan rasa takut di hati Veronica yang terlanjur diliputi kekalutan.