Pernikahan yang terjadi antara Ajeng dan Bisma karena perjodohan. Seperti mendapat durian runtuh, itulah kebahagiaan yang dirasakan Ajeng seumur hidup. Suami yang tampan, tajir dan memiliki jabatan di instansi pemerintahan membuatnya tidak menginginkan hal lain lagi.
Ternyata pernikahan yang terjadi tak seindah bayangan Ajeng sebelumnya. Bisma tak lain hanya seorang lelaki dingin tak berhati. Kelahiran putri kecil mereka tak membuat nurani Bisma tersentuh.
Kehadiran Deby rekan kerja beda departemen membuat perasaan Bisma tersentuh dan ingin merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya, sehingga ia mengakhiri pernikahan yang belum genap tiga tahun.
Walau dengan hati terluka Ajeng menerima keputusan sepihak yang diambil Bisma. Di saat ia telah membuka hati, ternyata Bisma baru menyadari bahwa keluarga kecilnya lah yang ia butuhkan bukan yang lain.
Apakah Ajeng akan kembali rujuk dengan Bisma atau menerima lelaki baru dalam hidupnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Melihatmu Dengan Rasa Yang Berbeda
Sepanjang malam Bisma tidak mampu memejamkan mata. Percakapan Sigit dan Hilman masih terngiang-ngiang di telinganya. Bagaimana tidak, saat mengulang rekaman percakapan keduanya hanya membuatnya emosi.
Bayangan Ajeng dan Lala kini selalu menemani dirinya di setiap malam. Bahkan foto keduanya kini jadi background smartphonenya. Ia selalu memandang foto keduanya sebelum terlelap dalam keheningan malam.
Nomor Deby yang selalu tertera paling atas kini telah ia blokir. Ia malas untuk melayani semua keinginan Deby bahkan sekedar menyimpan nomor ponselnya.
Pagi ini diskopindag Malang akan melaksanakan seminar UKM dan UMKM yang bertempat di salah satu hotel kota Malang. Kegiatan ini mengundang pelaku UKM dan UMKM dengan mengundang nara sumber yang telah mendapat apresiasi dari tingkat nasional.
Bisma pagi ini sangat bersemangat untuk datang. Ia tau, Ajeng adalah salah satu pihak yang akan menjadi nara sumber karena keberhasilannya membawa UMKM miliknya mendapat penghargaan tingkat nasional.
Saat memasuki lobi hotel, Ajeng melihat para panitia dari diskopindag masih santai, dan sebagian ada yang berbincang di sofa. Ia melihat Bisma sedang berbicara dengan perempuan yang ia ketahui teman dekat yang telah diperkenalkan kepada mantan mertuanya.
“Mbak Ale .... “ Ibnu segera menghampiri Ajeng yang berjalan dengan santai menuju ballroom hotel yang telah disulap menjadi ruang seminar.
Bisma tertegun mendengar suara Ibnu yang memanggil Ajeng. Sepagi ini Deby memang terus mengikutinya dengan alasan untuk mengoordinir proses kegiatan yang dimulai selama dua hari tersebut.
Kebetulan ia menjadi ketua panitia pelaksana kegiatan. Mau tidak mau, ia harus selalu berkoordinir dengan timnya. Deby yang memang sudah terbiasa menjadi MC sengaja berdandan ‘all out’ mencoba mengembalikan pesonanya yang kini mulai pudar di mata atasannya.
“Wah, mbak Ale datang tepat waktu,” Ibnu mendampingi Ajeng berjalan memasuki ruang seminar.
Sebelum kegiatan dimulai, Ajeng mengikuti intruksi Ibnu yang membawanya duduk di kursi VVIP sambil menunggu tamu undangan serta peserta lain.
Entah kenapa setiap memandang Bisma muncul rasa sedih di lubuk hatinya yang terdalam. Mungkin ia memang belum move on dari masa lalu. Tetapi ia berusaha melupakan semua tentang Bisma sehingga rasa sakit di hatinya perlahan akan memudar.
Ia tau, telah menjatuhkan hati pada lelaki yang salah. Tapi masalah perasaan tidak bisa dipaksa. Suatu saat pasti akan menemukan sendiri tempat yang pantas untuk berlabuh.
“Hehh .... “ Ajeng menghela nafas perlahan, berusaha membuang sisa rasa yang membuatnya tertekan.
Bukan ia tak siap untuk kembali memulai Tapi statusnya yang belum ada kejelasan serta legalitas dari lembaga terkait membuatnya berpikir untuk membuka hati kembali.
Ia paham dengan keseriusan dan keinginan Hilman untuk menjalin hubungan dengannya. Tapi rasa trauma akan mencintai diri sendiri membuatnya enggan untuk membuka hati.
Asih telah mengingatkan, bahwa setiap orang tidaklah sama. Bisma dan Hilman adalah dua orang yang berbeda, tentu memiliki kelebihan masing-masing. Apalagi Bisma telah dekat dengan rekan kerjanya, bahkan telah diperkenalkan dengan keluarganya. Jangan sampai ia ketinggalan kereta dan menangisi nasib dengan menjanda sampai tua.
Senyum tipis terbit di wajah Ajeng mengingat Asih yang memanasi dirinya akan kedekatan Bisma dengan perempuan cantik berhijab yang sering ia lihat bersama bahkan sepagi ini keduanya terlihat begitu akrab seolah dunia hanya milik berdua.
Sekarang Asih lah yang menjadi teman curhat terbaiknya. Asih tau, tidak mudah baginya memulai kembali. Tapi ia masih muda, dan Lala memerlukan figur seorang ayah untuk tumbuh kembangnya.
Tak ada salahnya ia mencoba memulai. Hilman telah membuktikan dirinya sebagai sosok yang bisa dipertimbangkan. Kedekatannya dan Lala juga menambah nilai plus di mata Ajeng.
Ia tersenyum mengingat nasehat Asih untuk mulai menerima uluran tangan Hilman untuk mendekat dan menjalin hubungan yang lebih serius. Dan ia akan memantapkan diri untuk membuka hati.
Kini Ajeng fokus pada ponselnya untuk mengingat materi yang akan ia sampaikan sebagai narsum pada seminar sehari tentang bagaimana usahanya dalam mengembangkan UMKM miliknya hingga berhasil mendapat apresiasi Pemda dan pemerintah pusat.
“Hm .... “ suara dehem seseorang tak membuat Ajeng berpaling.
Ia tetap fokus men-scroll apa yang telah ia ketik sebagai materi yang akan ia sampaikan selama dua puluh menit ke depan. Ia pun sudah mempersiapkan beberapa jawaban singkat jika dari pihak panitia membuka sesi tanya jawab kepada para peserta.
“Boleh aku duduk di sini?” Bisma yang sejak awal sudah mengetahui kedatangan Ajeng kini telah berdiri di sampingnya.
Tanpa berbicara Ajeng melihat ke kiri dan kanan, tidak ada siapa-siapa kecuali Bisma yang masih melayangkan tatapan lurus padanya. Terpaksa Ajeng menganggukkan kepala.
Perlahan Bisma menghenyakkan tubuh tepat di sisinya. Para peserta serta pihak panitia dan nara sumber lain mulai berdatangan meramaikan ballroom hotel yang bisa menampung lebih dari se ratusan orang.
Dari sekian nara sumber termasuk pejabat yang berwenang juga ada Sigit mewakili bank pemerintah yang akan menjadi pihak ketiga dalam kegiatan kali ini.
Ajeng tetap meneruskan aktivitas. Tak ingin konsentrasinya terpecah hanya karena kehadiran orang dari masa lalunya. Walau ia menyadari kehadiran Bisma dengan helaan nafasnya yang berat membuatnya jadi kurang fokus.
“Sudah lama kita tidak berbincang ... “ suara Bisma kini mulai terdengar, “Bagaimana keadaan Lala?”
Walaupun matanya lurus ke depan, Ajeng tau pandangan Bisma mengarah padanya. Posisinya yang berada pada kursi nomor dua karena Bisma di sampingnya dari pinggir jejeran kursi terdepan membuat percakapan mereka berdua tidak akan mengganggu pejabat bahkan nara sumber yang lain.
“Baik,” Ajeng menjawab singkat.
Bisma mengulum senyum tipis mendengar jawaban Ajeng. Ia tau, Ajeng berusaha menghindari percakapan dengannya. Padahal ia hanya ingin sekedar bertegur sapa dan bertanya kabar tentang putrinya, atau bisa jadi menjalin persahabatan sebagai teman.
Tapi kelihatan Ajeng berusaha menutup komunikasi yang ia inginkan. Jawabannya pun terkesan acuh.
Tidak lagi ada kelembutan dan keramahan dalam setiap perkataan dan perbuatan Ajeng terhadapnya. Sikapnya seperti orang asing, tegas dan tanpa basa-basi. Senyum ramah yang menjadi ciri khasnya selama ini telah hilang berganti dengan wajah sinis dan jutek.
Bisma menggelengkan kepala mengingat semua kelembutan dan sikap manis Ajeng selama kebersamaan mereka. Rasanya kini ia merindukan semua itu.
“Mas .... acaranya sudah bisa dimulai?” suara manja Deby memangkas lamunan Bisma akan masa lalu mereka.
“Ya,” jawab Bisma cepat.
Ia langsung menyibukkan dirinya dengan ponsel tanpa memandang wajah Deby yang berdiri di sisinya.
Ajeng memandang perempuan yang ia yakini telah memiliki tempat di hati mantan suaminya. Ia tersenyum. Terasa miris dalam hati saat matanya bersirobak dengan Deby. Tangannya kembali bermain di layar ponsel.
Deby tau perempuan yang duduk di samping Bisma adalah mantan istrinya. Hal itu tanpa sengaja ia ketahui saat mereka belanja di mall tempo hari. Bisma menceritakan sosok Ajeng dan perpisahan yang telah terjadi antara keduanya. Rasa bangga saat itu begitu membuncah di hati Deby, karena Bisma lebih memilih untuk bersamanya dan menemaninya sepanjang hari.
Rasa tak senang timbul dalam pikirannya melihat tingkah Bisma sepagian ini. Rasa curiga mulai meracuni pikirannya melihat Bisma yang berkali-kali melihat Ajeng saat ia sudah duduk di bangku VVIP undangan nara sumber seminar.
Saat Bisma berkata ingin mengakhiri hubungan mereka membuat Deby tidak rela. Ia tau, banyak rekannya yang masih lajang di kantor yang menyatakan ketertarikan pada atasan mereka. Apalagi sikap tegas dan pembawaannya yang tenang, membuat para lajang baik di instansi yang sama maupun beda instansi ingin mengenal Bisma lebih dekat.
Deby tak ingin usahanya mutasi dengan mengorbankan semua, bahkan harga dirinya agar terus di sisi Bisma menjadi sia-sia, karena ternyata bukan ia yang terpilih. Padahal menurut Bisma, dirinya lah perempuan terbaik yang ia kenal, sehingga ia melepas rumah tangga yang ia rasa tidak ada ketenangan dan rasa nyaman didalamnya.
Melihat sikap dingin Bisma membuat Deby melangkah tak bersemangat menuju podium. Sebagai MC tuan rumah, ia harus memberikan penampilan terbaiknya agar semua mata fokus dan kagum padanya.
Tak bisa Ajeng pungkiri, perempuan yang kini telah merampas posisinya di hati Bisma memang memiliki pesona luar biasa. Suaranya yang lembut dan bening mampu menghipnotis para audiens yang berada di dalam ballroom hotel.
Ajeng dapat melihat semua mata terfokus pada podium saat Deby mulai memandu acara dengan membacakan susunan kegiatan yang akan mereka lalui seharian ini.
Saat ia memandang ke samping, Bisma juga menatapnya dengan lekat. Ajeng langsung membuang muka. Ia membenci tatapan itu. Ia tak ingin merasakan terluka untuk kesekian kali atas sikap dingin Bisma.
“Tak bisakah kita berbicara sebagai teman?” suara bariton Bisma kembali terdengar dengan pandangan yang masih lurus padanya, “Aku ingin komunikasi kita tetap jalan demi tumbuh kembang Lala.”