Kanesa Alfira, yang baru saja mengambil keputusan berani untuk mengundurkan diri dari Tano Group setelah enam tahun dedikasi dan kerja keras, merencanakan liburan sebagai penutup perjalanan kariernya. Dia memilih pulau Komodo sebagai destinasi selama dua minggu untuk mereguk kebebasan dan ketenangan. Namun, nasib seolah bermain-main dengannya ketika liburan tersebut justru mempertemukannya dengan mantan suami dan mantan bosnya, Refaldi Tano. Kejadian tak terduga mulai mewarnai masa liburannya, termasuk kabar mengejutkan tentang kehamilan yang mulai berkembang di rahimnya. Situasi semakin rumit dan kacau ketika Kanesa menyadari kenyataan pahit bahwa dia ternyata belum pernah bercerai secara resmi dengan Refaldi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jojo ans, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12
Pukul 10.30 WITA. Aku baru bangun. Ya, sesuatu telah terjadi semalam. Jujur, aku menyesalinya, sangat-sangat menyesalinya. Aku sudah berusaha menolak tapi Mas Adi jelas-jelas sangat memaksaku. "Selamat Pagi."
Aku mendengus ketika mendengar suara itu. Tanpa berniat menanggapi, aku memutuskan turun dari tempat tidur. Untungnya setelah aktivitas kami, aku langsung memakai pakaianku kembali. Sehingga pagi ini aku tak perlu bangun dengan kondisi memalukan. "Mau ke mana?" tanya Mas Adi yang masih berdiam diri di atas tempat
tidur,
"Kamu pikir ke mana lagi? Aku ingin pergi membersihkan diri dari segala dosa yang telah terjadi semalam," jawabku dengan datar "Dosa?"
Lelaki itu bertanya dengan wajah
yang sepertinya tersinggung dengan
ucapanku.
"Ya, kamu pikir apa yang telah terjadi bukan dosa?" tanyaku sinis. Mas Adi ini bodoh atau pura-pura bodoh. Dia pikir yang kami lakukan semalam itu bukan dosa? Dia sudah gila. Aku sengaja memanggilanya dengan sebutan kamu' agar dia sadar bahwa saat ini moodku sedang sangat buruk.
"Aku tidak berdosa, aku melakukanı kewajiban bersama istriku."
Aku ternganga sesaat setelah
mendengar ucapannya dan kemudiah
terkekeh sinis. "Kamu sudah gila? Kita telah bercerai. C-E-R-A-II Berhenti mengkhayal dan
berhentilah mengusik kehidupanku setelah ini." Setelah berucap aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri
dan di sana aku malah menangis. Menangisi dosa besar yang baru saja kulakukan bersama Mas Adi.
Sehabis mandi aku keluar dari kamar mandi dengan harapan bahwa Mas Adi tidak ada lagi sana. Ya, melihat wajah lelaki itu membuatku ingin
menelannya hidup-hidup. Tapi
menyadari keberadaanku sebagai
manusia aku pasti tidak dapat
melakukannya.
"Bisakah kamu keluar dari sini?"
tanyaku dengan nada tidak ramah "Kamu mengusirku setelah apa yang sudah kita lakukan?" tanya Mas Adi dengan alis yang terangkat sebelah. Aku mendengus kesal.
"Terlepas dari yang kita lakukang
semalam, Aku menyuruh kamu keluar
dari sini dan anggap saja apa yang
sudah terjadi adalah kehilafan Aku
dan kamu sebagai manusia.
Aku berbicara sengaja dengan ucapan sopan, supaya Mas Adi mengerti kalau aku marah. Ku lihat Mas Adi menatapku tidak suka setelah aku menyelesaikan ucapan itu. Dia pikir setelah melakukan hal sinting semalam, aku akan dengan muda luluh dan menyerahkan diri? Tidak, aku bukan lagi seorang perawan yang harus meminta tanggung jawab. Kami sudah sama-sama dewasa dan hal ini
sepertinya sudah biasa terjadi apalagi
untuk Mas Adi yang memang sudah pernah berselingkuh. "Aku tidak akan menangis tersedu-sedu untuk meminta tanggung
jawab, Aku adalah wanita dewasa dan Aku tidak bodoh untik membiarkan hal semalam membuahkan hasil di kemudian hari." Mas Adi semakin mengepalkan
tangannya. Ucapanku cukup menyinggung perasaanya namun aku tidak peduli. Aku benar-benar sudah tak ingin punya urusan lagi dengannya. "Fira-"
"Jangan bicara lagi dan silakan keluar
dari tempat ini."
Hari ini adalah hari terakhirku di
Labuan Bajo. Rasa tidak rela pulang
secepat ini karena sejujurnya aku sama sekali tidak menikmati liburan kali ini dengan benar. Banyak hal yang menjadi faktor penyebabnya, namun yang paling ku benci adalah pertemuanku dengan Mas Adi di tempat ini. Berlanjut dengan malam
yang membuat kami berakhir di bawah selimut tanpa helaian pakaian. Kedua, Dito, Laki-laki yang entah berasal dari mana yang juga gencar merecoki liburanku di tempat ini. Sebagai perempuan aku sendiri menyadari bahwa ada ketertarikan
yang lelaki itu tunjukan padaku..
Namun sepertinya terlalu cepat
untuk menanggapinya dan lagi pula
aku belum mengetahui seluk-beluk
kehidupannya, siapa tahu dia punya
pasangan dan hendak melakukan
perselingkuhan di sini.
Yang pasti aku tidak ingin menjadi
targetnya kalau memang itu benar.
Aku tak ingin menjadi Tatiana kedua.
Kupikir liburan 2 minggu ini akan
menyenangkan, namun sepertinya.
persentasi aku menikmatinya hanya
40% saja, sisanya aku sama sekali
berada di situasi tidak nyaman.
Benar-benar liburan terburuk.
Untungnya kemarin, Mas Adi sudah
balik ke Jakarta jadi aku bisa bernafas
lega. Setidaknya setelah ini ku harap
kami tidak akan bertemu lagi.
"Sudah mau pulang Mhak?" tanya
seseorang.
Aku menoleh dan langsung
mendengus dalam hati, tak ada
Mas Adi tidaklah mengurangi
kejengkelanku.
"lya," jawabku singkat.
"Mbak Nesa, marah ya sama saya?"
tanyanya dengan wajah yang
menurutku cukup menyedihkan.
"Saya bukan marah, maaf ya
sebelumnya Dito, Saya ini adalah
seorang janda yang baru 2 bulan
bercerai dari suaminya. Saya memang
berada di sini untuk liburan, namun
bukan berarti saya sudah siap dekat
dengan laki-laki baru. Saya masihlah
seorang wanita yang penuh luka."
Aku tercengang sendiri dengan
ucapanku, tidak mengira dapat
berucap seperti itu.
"Ehm, sekali lagi maaf tingkah saya ya
mbak. Saya hanya ingin berteman."
Aku mengulas senyum, dia pikir aku
ini perempuan yang masih berusia
belasan? Aku hahkan sudah hampir
kepala tiga dan aku tidak bodoh untuk
menyadari tingkahnya.
Dasar bocah.
Oh iya Dito ini katatıya baru berusia 27
tahun, masih lebih muda dariku. Maka
itulah aku tidak terlalu menanggapi
"Ya, tidak apa-apa," balasku.
Kami berbincang-hincang tidak
terlalu lama sebelum akhirnya aku
pamit untuk kembali ke kamar hotel.
Penerbanganku nanti sebentar malam
jadi aku masih punya cukup waktu
untuk mencari beberapa cemilan khas
daerah sini yang akan aku jadikan
oleh-oleh untuk orang rumah.
Ya, setelah pulang dari sini aku
akan langsung ke Bandung, jadi
oleh-oleh untuk orang kantor
akan ku
kirim saja dari rumah orang tuaku.
Barang-barangku yang ada di Jakarta
juga akan ku kirim lewat ekspedisi ke
Bandung.
Setelah mencari beberapa oleh-oleh,
ku putuskan untuk kembali ke hotel
dan mulai mempersiapkan segala
sesuatu. Setelah selesai ku putuskan
untuk pergi membersihkan diri.
Saat aku baru saja selesai dan keluar
dari kamar mandi, ponselku berbunyi.
Mami Deasy.
Mantan ibu mertuaku menelpon.
"Halo Mi," jawabku.
"Halo sayang, apa kabar? Udah lama
nggak nelpon Mami, kamu tuh kalau
nggak mami yang nelpon pasti nggak
nelpon."
Aku meringis mendengar ucapan
Mami Deasy. Jujur saja aku memang
sengaja tidak lagi menelponnya karena
ya, hubungan kami tidak lagi seperti
dulu. Rasanya tidak nyaman kalau
aku tiap hari menelponnya seperti
yang selalu Mami Deasy lakukan di
awal-awal perceraianku dengan Mas
Adi.
"Eh maaf Mi, Nesa lagi liburan jadi
sibuk jalan-jalan," kilahku.
Padahal dalam hati aku mengumpat
besar-besar karena tidak menikmati
liburanku karena anak sulung Mami
Deasy.
"Gitu ya kamu," rajuk mami.
"Ya maaf Mi, terus Mami dan Papi apa
kabar?" tanyaku balik.
"Gitulah biasa, kesepian karena nggak
ada kamu.
Aku terkekeh mendengar jawaban
Mami. Tidak berubah memang
"Eh kamu liburan hareng Adi kan?"
tanya Mami.
Aku sudah menduga dari awal kalau
maksud mami meneleponku adalah
karena ingin menanyakan perihal
liburanku dengan Mas Adi.
"Ya, kami bertemu di sini. Tapi cuman
bertemu beberapa kali, aku sibuk.
dengan urusanku sendiri."
Aku memilih untuk berbohong 50%
karena tidak ada gunanya menyangkal
sementara Mami pasti tahu
kebenarannya. Tapi aku juga tidak
perlu menceritakan apa yang terjadi
padaku dan Mas Adi selama di sana.
Karena kalau menceritakan hal itu
yang ada segera malam ini pasti Mami
akan memaksa aku dan Mas Adi rujuk.
Membayangkanya sudah membuatku
merinding.
"Dia itu sengaja liburan di sana karena
tahu kamu ke sana."
Aku ternganga. Tidak mungkin, aku
tidak sespesial lagi dalam kehidupan
Mas Adi sampai dia seperti itu.
"Nggak mungkinlah, dia punya
Tatiana."
"Nes"
"Eh Mi, Aku harus siap-siap,
penerbanganku sejam lagi."
Tanpa menunggu balasan Mami Deasy
aku langsung memutuskan sambungan
telepon. Aku tidak ingin membahas
masa laluku lagi.
"Aku pulang," bisikku.
Mama membukakan pintu dan
membantuku menarik koper, Waktu
sudah menunjukan pukul 00.20 saat
aku tiba di rumah. Sudah cukup
malam maka itulah aku bicaranya
bisik-bisik padahal kalau tadi aku tiba
siang, aku pasti meroker di rumah ini.
"Rindu Ma."
Tanpa aba-aba aku langsung memeluk Mama mengabaikan protesnya karena aku belum mandi. Sudah 2 bulan aku tidak bertemu mereka. Terakhir aku pulang ke sini adalah sejak perceraianku.
"Mandi sana ih! Mama mau tidur, udah ngantuk tapi karena nungguin kamu ya sengaja nggak tidur."
"Ya udah, aku mau ke kamar," putusku akhirnya.
Beginilah keadaan rumahku, sunyi dan hanya ada mama dan papa. Aku hanyalah anak tunggal jadi beginilah. Saudara-saudara papa tinggalnya juga kebanyakan di Sulawesi. Sedangkan Mama nggak punya suadara.
Saat-saat seperti ini kadang aku sedih dan ingat dengan keguguranku.
Rasanya sakit sekali.
Ah sudahlah, bersedih juga tidak ada gunanya.