Kebebasan Berahasia
Aku menatap ragu amplop putih yang sedang berada dalam genggaman tanganku padahal nyatanya aku telah memikirkan ini berhari-hari lamanya. Akhirnya keputusanku adalah harus segera mengundurkan diri. "Mbak udah beneran yakin?" tanya Seya, salah seorang rekan kerjaku di Kantor, Manager Produksi. Aku menganggukkan kepala pelan
merespon pertanyaannya. Ya,
menurutku ini adalah keputusan yang
sangat baik dan benar. Sudah 2 bulan
ini aku hukan lagi menantu mereka,
aku tidak berhak lagi bekerja di sini
dengan fasilitas yang sama seperti awal ketika masih berstatus istri dari Refaldi Tano. Oh oke, aku malah jadi membahas Mas Adi. Lelaki menyebalkan yang pernah membuatku merasakan indahnya jatuh cinta, merasakan indahnya pernikahan. Meskipun itu hanya bertahan 2 tahun lama. Sebelum akhirnya dia berselingkuh dariku. Memikirkan hal itu suhu tubuhku naik dan rasanya ingin meledak saat ini 50
juga.
Hari ini menjadi puncak kesabaranku
bekerja di sini, bukan karena aku
dibully atau rekan kerjaku yang tidak dapat berkerja sama. Namun karena Mas Adi, ya lagi-lagi kerena dia. Sebenarnya aku sudah hampir move on dengan menyibukkan diri, namun lelaki itu malah. memperlihatkan kemesraan bersama sekretarisnya. Setiap hari aku merasa
gondok melihatnya.
Padahal Pak Daud atau biasa ku panggil dengan sebutan papi kalau di rumah. Mantan mertuaku yang juga berstatus CEO Tano Group sama sekali tidak masalah jika mantan menantu kesayangan sepertiku untuk tetap
bekerja di sana. Meskipun aku bukan
lagi bagian dari keluarga Tano.
Mami Deasy, mantan ibu mertuaku
juga menangis-nangis memintaku untuk tidak bercerai dengan putra gugat. Lagipula kata Mami, aku sudah bekerja di Tano Group jauh sebelum pernikahanku bersama Mas Adi. Namun situasi saat ini berbeda dan berubah menjadi canggung apalagi untukku. Mas Adi si brengsek itu bahkan berlaku bahwa aku dengannya seolalt tak pernah bercerai dan terus memperlakukan aku sebagai istrinya meskipun aku memang sudah tidak tinggal dengannya sejak dua bulan
sulungnya, Refaldi Tano dan tetap memintaku bekerja di Tano Group. Namun keputusan finalku saat itu benar-benar tidak hisa diganggu
lalu.
"Tapi apa Pak Adi bakal setuju?"
Kali ini terdengar suara Deon yang lantas membuatku tersentak sadar dari lamunan beberapa saat lalu. Deon ini adalah mahasiswa tingkat akhir yang dua bulan belakangan magang di
kantor,
"Kayaknya nggak bakal setuju
menurutku, apalagi Pak Daud. Kalau
beliau sudah pasti nggak bakal setuju," seru Lilis, asistenku. "Apapun yang kalian katakan, mbak tetap tidak akan mengubah keputusan," putusku. Mereka semua tercengang dengan tindakanku. "Oke maaf atas teriakanku, silakar kembali bekerja," tegasku. Oh iya, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Kanesa Alfira, aku seorang Manager Operasional yang beberapa saat lagi akan mengundurkan diri setelah 6 tahun mengabdi di Tano Group. Tano Group adalah sebuah perusahaan
keluarga Tano yang sudah ada sejak
tahun 2001. Perusahaan ini bergerak
di beberapa bidang idustri yang sudah
memiliki 8 anak perusahaan. Salah
satunya T-book yang merupakan
jaringan toko huku yang menyediakan
berbagai macam buku fiksi dan. non fiksi. Tano Group juga memiliki anak perusahaan penerbitan yaitu T-Pustaka. Ada anak perusahaan Tano Group yang juga bergerak dalam jaringan pertelevisan. Sepertinya sudah cukup aku memperkenalkan sedikit tentang Tano Group, setidaknya kalian sudah bisa mengira kekayaan yang dimiliki oleh
mantan mertuaku.
Ketukan heels putih tulang yang
sedang kupakai terdengar cukup
menggema ketika aku berjalan di
lorong lantai 11 di mana tempat
direktur alias bosku berada. Gedung
Tano Group terdiri 15 lantai.
Lantai 1 khusus resepsionis, beberapa
resto dan kafe. Sementara lantai 2-8
khusus divisi masing-masing. Lantai 9
khusus ruang rapat meeting khususnya
rapat-rapat besar perusahaan.
Lantat 10, Ruangan khusus para
dewan direksi. Lantai 11, tempatku
berada sekarang itu ruangan khusus
direktur utama perusahaan. Lantai
12, ruangan khusus CEO. Sementara
lantai 13 tempat olahraga untuk semua
karyawan, lantai 14 bioskop dan
kolam. Sementara atap gedung ini bisa
gunakan sebagai landasan Helikopter.
Setelah menceritakan ini, ku harap
kalian tidak pingsan karena masih
ada 8 anak perusahaan lain yang juga
tak kalah mewah. Pasti kalian merasa
bahwa aku adalah perempuan paling
beruntung karena pernah menjadi
menantu keluarga Tano. Yap, aku juga
merasa demikian.
Aku memang bukan berasal dari
keluarga kurang mampu, tapi hidupku.
berkecukupan dengan usaha tokoh roti
ayahku yang sudah tersebar hampir
diseluruh pulau Jawa. Tapi ketika
menikah dengan pewaris Tano Group
hidupku semakin sejahtera tentunya,
"Bu Nesa," sapa perempuan cantik
yang ruangannya tepat bersebelahan
dengan ruangan direktur namun
miliknya lebih kecil.
Sebenarnya aku tidak berharap
bertemu dengannya bersamaan
dengan aku yang sedang
menggenggam surat pengunduran diri.
Namun nasib sial rupanya menimpaku
siang ini, ruangan perempuan itu
terbuka lebar sehingga dengan jelas
dia dapat melihatku melangkah
menghampiri ruangan direktur
kesayangannya.
"Halo, Tatiana," halasku dengan
senyuman manis.
Meskipun hatiku cukup gondok,
namun memperlihatkan senyum
padanya adalah suatu keharusan agar
perempuan itu tidak mengira bahwa
aku helum move-on yang nyatanya
belum 100%.
Oh sial
"Pak direktur ada di dalam?" tanyaku
cepat.
Aku jelas muak berbicara dengan
perempuan ini
"Ya, pak direktur baru saja selesai
rapat bersama dewan direksi beberapa
saat lalu," jelasnya.
"Oh baiklah, saya ada keperluan
dengan beliau."
"Perlu saya temani?"
Aku menoleh dengan hati yang
semakin gondok. Aku bukan orang
buta yang tidak tahu jalan sampai
harus ditemani segala.
"Oh tidak, urusan kali ini cukup
pribadi. Terima kasih Tatiana.
Aku melengos pergi dari hadapan
Tatiana, sebelum perempuan itu
sempat membalas ucapanku. Biar saja
dia mengira aku ini orang yang kurang
sopan, toh beberapa saat lagi aku tak
akan bekerja di sini lagi.
Setelah mengetuk pintu mewah itu,
ku dengar dari dalam suara yang
mempersilakan aku masuk.
Aku menelan saliva setelah berhasil
masuk ke dalam. Lelaki itu menatap
dari ujung kaki sampai kepala dengan
tatapan tajam dan menusuk. Ada
apalagi kali ini? Aku masih berpakaian
cukup wajar dengan blus berwarna
biru muda dan rok pensil berwarna
putih selutut. Ya, meskipun ada sedikit
belahan di samping kirinya.
"Duduk," perintahnya.
"Ada perlu apa sampai harus ke
ruangan saya?" tanyanya dengan mata
yang masih menatap tajam.
Dengan sedikit gemetar aku
menyerahkan amplop putih itu di atas
meja kerjanya. Lelaki itu mengambil
dan membacanya, hal itu membuatku
menahan nafas selama beberapa detik.
"Kamu mau mengundurkan diri?"
tanyanya dengan mata lebih tajam.
"Iya pak," jawabku tegas.
"Alasannya?"
Aku tahu dia pasti akan menanyakan
hal ini, maka itulah aku telah
menyiapkan dan menghapal alasan.
yang cukup logis
"Saya diminta ayah saya untuk
mengurus usaha keluarga, maka itu
saya memilih untuk berhenti."
"Oh baiklah, alasanmu diterima."
Aku tersenyum senang.
"Tapi saya tidak bisa menerima surat
pengunduran diri kamu."
Aku melotot mendengar ucapan itu.
"Kenapa pak? Saya mohon, saya nggak
apa-apa kok meskipun nggak dapat
pesangon," jeritku.
Meskipun dalam hati aku langsung
menyesal karena mengatakan
tidak apa-apa meskipun
tanpa
pesangon padahal aku sangat
mengharapkannya. Apalagi Tano
Group yang tidak mengikuti
Undang-undang yang mengatur
hiaya
pesangon untuk karyawan yang resign.
Ya, Tano Group perusahaan yang
sangat loyal. Uang pesangon bagi
karyawan yang mengundurkan diri di
perusahaan ini malah hampir
setara
dengan pesangon ketika mendapat
PHK sepihak dari pihak perusahaan.
Jumlahnya dilihat dari riwayat kerja
dan jabatan.
Senang sekali kan bekerja di
sini. Apalagi mengingat gaji dan
kedudukanku di Kantor yang sudah
lumayan menjanjikan. Namun
bodohnya aku malah mau resign.
Kalau kalian tanya apakah aku sudah
pernah mengajukan pengudurun diri
sebelumnya? Ya, sudah. Sebulan lalu
tepatnya dan pihak HRD mengatakan
untuk mengantar surat pengunduran
diri ke Direktur setelah mereka sudah.
mendapatkan calon pengganti yang
tepat.
"Pokoknya saya bilang tidak!"
kukuhnya.
"Saya sudah usul ke HRD sebelum
bilang ke bapak, Pak Daud juga sudah
setuju."
"Tapi saya tidak setuju."
Aku mulai kesal
"Terserah bapak deh, lagi pula Pak
Daud sudah perintah ke HRD untuk
memilih calon pengganti saya sejak
sebulan lalu."
Ucapanku berhasil membuat, Mas Adi
melotot.
Aku harus segera keluar dari sini
sebelum lelaki menyebalkan ini
mengamuk layaknya singa.
"Saya permisi," tuturku lalu berlalu
menuju pintu namun sebelum aku
berhasil meraih handel pintu.
"Kamu tidak bisa keluar Fir," teriaknya.
Benar saja, pintu itu sudah dia kunci secara otomatis menggunakan remot di tangannya dan penutup jendela juga.
"Apa mau bapak?"
Aku berbalik dengan wajah kesal.
"Kamu."
"Aku mau kamu Fir."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments