Kebebasan Berahasia

Kebebasan Berahasia

bab 1

Aku menatap ragu amplop putih yang sedang berada dalam genggaman tanganku padahal nyatanya aku telah memikirkan ini berhari-hari lamanya. Akhirnya keputusanku adalah harus segera mengundurkan diri. "Mbak udah beneran yakin?" tanya Seya, salah seorang rekan kerjaku di Kantor, Manager Produksi. Aku menganggukkan kepala pelan

merespon pertanyaannya. Ya,

menurutku ini adalah keputusan yang

sangat baik dan benar. Sudah 2 bulan

ini aku hukan lagi menantu mereka,

aku tidak berhak lagi bekerja di sini

dengan fasilitas yang sama seperti awal ketika masih berstatus istri dari Refaldi Tano. Oh oke, aku malah jadi membahas Mas Adi. Lelaki menyebalkan yang pernah membuatku merasakan indahnya jatuh cinta, merasakan indahnya pernikahan. Meskipun itu hanya bertahan 2 tahun lama. Sebelum akhirnya dia berselingkuh dariku. Memikirkan hal itu suhu tubuhku naik dan rasanya ingin meledak saat ini 50

juga.

Hari ini menjadi puncak kesabaranku

bekerja di sini, bukan karena aku

dibully atau rekan kerjaku yang tidak dapat berkerja sama. Namun karena Mas Adi, ya lagi-lagi kerena dia. Sebenarnya aku sudah hampir move on dengan menyibukkan diri, namun lelaki itu malah. memperlihatkan kemesraan bersama sekretarisnya. Setiap hari aku merasa

gondok melihatnya.

Padahal Pak Daud atau biasa ku panggil dengan sebutan papi kalau di rumah. Mantan mertuaku yang juga berstatus CEO Tano Group sama sekali tidak masalah jika mantan menantu kesayangan sepertiku untuk tetap

bekerja di sana. Meskipun aku bukan

lagi bagian dari keluarga Tano.

Mami Deasy, mantan ibu mertuaku

juga menangis-nangis memintaku untuk tidak bercerai dengan putra gugat. Lagipula kata Mami, aku sudah bekerja di Tano Group jauh sebelum pernikahanku bersama Mas Adi. Namun situasi saat ini berbeda dan berubah menjadi canggung apalagi untukku. Mas Adi si brengsek itu bahkan berlaku bahwa aku dengannya seolalt tak pernah bercerai dan terus memperlakukan aku sebagai istrinya meskipun aku memang sudah tidak tinggal dengannya sejak dua bulan

sulungnya, Refaldi Tano dan tetap memintaku bekerja di Tano Group. Namun keputusan finalku saat itu benar-benar tidak hisa diganggu

lalu.

"Tapi apa Pak Adi bakal setuju?"

Kali ini terdengar suara Deon yang lantas membuatku tersentak sadar dari lamunan beberapa saat lalu. Deon ini adalah mahasiswa tingkat akhir yang dua bulan belakangan magang di

kantor,

"Kayaknya nggak bakal setuju

menurutku, apalagi Pak Daud. Kalau

beliau sudah pasti nggak bakal setuju," seru Lilis, asistenku. "Apapun yang kalian katakan, mbak tetap tidak akan mengubah keputusan," putusku. Mereka semua tercengang dengan tindakanku. "Oke maaf atas teriakanku, silakar kembali bekerja," tegasku. Oh iya, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Kanesa Alfira, aku seorang Manager Operasional yang beberapa saat lagi akan mengundurkan diri setelah 6 tahun mengabdi di Tano Group. Tano Group adalah sebuah perusahaan

keluarga Tano yang sudah ada sejak

tahun 2001. Perusahaan ini bergerak

di beberapa bidang idustri yang sudah

memiliki 8 anak perusahaan. Salah

satunya T-book yang merupakan

jaringan toko huku yang menyediakan

berbagai macam buku fiksi dan. non fiksi. Tano Group juga memiliki anak perusahaan penerbitan yaitu T-Pustaka. Ada anak perusahaan Tano Group yang juga bergerak dalam jaringan pertelevisan. Sepertinya sudah cukup aku memperkenalkan sedikit tentang Tano Group, setidaknya kalian sudah bisa mengira kekayaan yang dimiliki oleh

mantan mertuaku.

Ketukan heels putih tulang yang

sedang kupakai terdengar cukup

menggema ketika aku berjalan di

lorong lantai 11 di mana tempat

direktur alias bosku berada. Gedung

Tano Group terdiri 15 lantai.

Lantai 1 khusus resepsionis, beberapa

resto dan kafe. Sementara lantai 2-8

khusus divisi masing-masing. Lantai 9

khusus ruang rapat meeting khususnya

rapat-rapat besar perusahaan.

Lantat 10, Ruangan khusus para

dewan direksi. Lantai 11, tempatku

berada sekarang itu ruangan khusus

direktur utama perusahaan. Lantai

12, ruangan khusus CEO. Sementara

lantai 13 tempat olahraga untuk semua

karyawan, lantai 14 bioskop dan

kolam. Sementara atap gedung ini bisa

gunakan sebagai landasan Helikopter.

Setelah menceritakan ini, ku harap

kalian tidak pingsan karena masih

ada 8 anak perusahaan lain yang juga

tak kalah mewah. Pasti kalian merasa

bahwa aku adalah perempuan paling

beruntung karena pernah menjadi

menantu keluarga Tano. Yap, aku juga

merasa demikian.

Aku memang bukan berasal dari

keluarga kurang mampu, tapi hidupku.

berkecukupan dengan usaha tokoh roti

ayahku yang sudah tersebar hampir

diseluruh pulau Jawa. Tapi ketika

menikah dengan pewaris Tano Group

hidupku semakin sejahtera tentunya,

"Bu Nesa," sapa perempuan cantik

yang ruangannya tepat bersebelahan

dengan ruangan direktur namun

miliknya lebih kecil.

Sebenarnya aku tidak berharap

bertemu dengannya bersamaan

dengan aku yang sedang

menggenggam surat pengunduran diri.

Namun nasib sial rupanya menimpaku

siang ini, ruangan perempuan itu

terbuka lebar sehingga dengan jelas

dia dapat melihatku melangkah

menghampiri ruangan direktur

kesayangannya.

"Halo, Tatiana," halasku dengan

senyuman manis.

Meskipun hatiku cukup gondok,

namun memperlihatkan senyum

padanya adalah suatu keharusan agar

perempuan itu tidak mengira bahwa

aku helum move-on yang nyatanya

belum 100%.

Oh sial

"Pak direktur ada di dalam?" tanyaku

cepat.

Aku jelas muak berbicara dengan

perempuan ini

"Ya, pak direktur baru saja selesai

rapat bersama dewan direksi beberapa

saat lalu," jelasnya.

"Oh baiklah, saya ada keperluan

dengan beliau."

"Perlu saya temani?"

Aku menoleh dengan hati yang

semakin gondok. Aku bukan orang

buta yang tidak tahu jalan sampai

harus ditemani segala.

"Oh tidak, urusan kali ini cukup

pribadi. Terima kasih Tatiana.

Aku melengos pergi dari hadapan

Tatiana, sebelum perempuan itu

sempat membalas ucapanku. Biar saja

dia mengira aku ini orang yang kurang

sopan, toh beberapa saat lagi aku tak

akan bekerja di sini lagi.

Setelah mengetuk pintu mewah itu,

ku dengar dari dalam suara yang

mempersilakan aku masuk.

Aku menelan saliva setelah berhasil

masuk ke dalam. Lelaki itu menatap

dari ujung kaki sampai kepala dengan

tatapan tajam dan menusuk. Ada

apalagi kali ini? Aku masih berpakaian

cukup wajar dengan blus berwarna

biru muda dan rok pensil berwarna

putih selutut. Ya, meskipun ada sedikit

belahan di samping kirinya.

"Duduk," perintahnya.

"Ada perlu apa sampai harus ke

ruangan saya?" tanyanya dengan mata

yang masih menatap tajam.

Dengan sedikit gemetar aku

menyerahkan amplop putih itu di atas

meja kerjanya. Lelaki itu mengambil

dan membacanya, hal itu membuatku

menahan nafas selama beberapa detik.

"Kamu mau mengundurkan diri?"

tanyanya dengan mata lebih tajam.

"Iya pak," jawabku tegas.

"Alasannya?"

Aku tahu dia pasti akan menanyakan

hal ini, maka itulah aku telah

menyiapkan dan menghapal alasan.

yang cukup logis

"Saya diminta ayah saya untuk

mengurus usaha keluarga, maka itu

saya memilih untuk berhenti."

"Oh baiklah, alasanmu diterima."

Aku tersenyum senang.

"Tapi saya tidak bisa menerima surat

pengunduran diri kamu."

Aku melotot mendengar ucapan itu.

"Kenapa pak? Saya mohon, saya nggak

apa-apa kok meskipun nggak dapat

pesangon," jeritku.

Meskipun dalam hati aku langsung

menyesal karena mengatakan

tidak apa-apa meskipun

tanpa

pesangon padahal aku sangat

mengharapkannya. Apalagi Tano

Group yang tidak mengikuti

Undang-undang yang mengatur

hiaya

pesangon untuk karyawan yang resign.

Ya, Tano Group perusahaan yang

sangat loyal. Uang pesangon bagi

karyawan yang mengundurkan diri di

perusahaan ini malah hampir

setara

dengan pesangon ketika mendapat

PHK sepihak dari pihak perusahaan.

Jumlahnya dilihat dari riwayat kerja

dan jabatan.

Senang sekali kan bekerja di

sini. Apalagi mengingat gaji dan

kedudukanku di Kantor yang sudah

lumayan menjanjikan. Namun

bodohnya aku malah mau resign.

Kalau kalian tanya apakah aku sudah

pernah mengajukan pengudurun diri

sebelumnya? Ya, sudah. Sebulan lalu

tepatnya dan pihak HRD mengatakan

untuk mengantar surat pengunduran

diri ke Direktur setelah mereka sudah.

mendapatkan calon pengganti yang

tepat.

"Pokoknya saya bilang tidak!"

kukuhnya.

"Saya sudah usul ke HRD sebelum

bilang ke bapak, Pak Daud juga sudah

setuju."

"Tapi saya tidak setuju."

Aku mulai kesal

"Terserah bapak deh, lagi pula Pak

Daud sudah perintah ke HRD untuk

memilih calon pengganti saya sejak

sebulan lalu."

Ucapanku berhasil membuat, Mas Adi

melotot.

Aku harus segera keluar dari sini

sebelum lelaki menyebalkan ini

mengamuk layaknya singa.

"Saya permisi," tuturku lalu berlalu

menuju pintu namun sebelum aku

berhasil meraih handel pintu.

"Kamu tidak bisa keluar Fir," teriaknya.

Benar saja, pintu itu sudah dia kunci secara otomatis menggunakan remot di tangannya dan penutup jendela juga.

"Apa mau bapak?"

Aku berbalik dengan wajah kesal.

"Kamu."

"Aku mau kamu Fir."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!