Di tengah-tengah kemelut perang, seorang gadis muda yang berbakat, Elena, tergabung dalam unit pasukan khusus. Dalam sebuah misi yang kritis, kesalahan bermanuver mengakibatkan kematian tragis.
Namun, alih-alih menemukan ketenangan di alam baka, jiwanya terbangun kembali dalam tubuh gadis polos bernama Lily, seorang siswi SMA yang kerap menjadi sasaran bully dari teman-temannya.
Dengan kecerdasan militer yang dimilikinya, Elena mencoba untuk memahami dan mengendalikan tubuh barunya. Namun, perbedaan antara kehidupan seorang prajurit dan remaja biasa menjadi penghalang yang sulit dia atasi.
Sementara Elena berusaha menyelaraskan identitasnya yang baru dengan lingkungan barunya, dia juga harus menghadapi konsekuensi dari masa lalunya yang kelam. Di sekolah, Lily mulai menunjukkan perubahan yang mengejutkan, dari menjadi korban bully menjadi sosok yang tegas dan berani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arlingga Panega, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membasmi Hama 3
Tuan Brahma Aditya segera mengumpulkan para pekerja, mata pria tua itu menatap tajam orang-orang yang saat ini berdiri sambil menundukkan kepala di hadapannya.
"Aku sengaja mengumpulkan kalian semua, sepertinya beberapa tahun terakhir ini aku telah kecolongan, sehingga memelihara lintah di dalam rumah," ucap tuan Brahma Aditya.
"Apakah ada yang ingin menjelaskannya padaku?" lanjut pria tua itu lagi sambil menatap lekat satu persatu pekerjanya.
"Tuan besar, apakah ada masalah? Apakah pekerjaan kami kurang memuaskan anda? Tolong beritahu!" kepala pelayan segera berjalan, kemudian membungkuk di depan tuan Brahma Aditya dengan sangat hormat, namun pria tua itu memalingkan wajahnya.
"Ya, aku baru saja mengetahui, bahwa beberapa diantara kalian telah menghianatiku!" jawab tuan Brahma Aditya, membuat para pekerja itu serempak mengangkat wajah mereka, kemudian saling berpandangan.
"Tuan besar, apa yang terjadi?" seorang pekerja yang berusia 50 tahun bertanya, dahinya berkerut ketika mendengar ucapan yang tajam dan penuh keluhan seperti itu.
"Tuan besar, mohon beritahu kami. Apakah ada yang salah?" salah seorang pelayan juga ikut bersuara.
Ehem...
Lily berdehem sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada, membuat para pekerja langsung melirik ke arahnya.
"Siapa kau?" kepala pelayan menunjuk sambil memelototkan mata, tuan Brahma Aditya segera menjawab, tanpa memperdulikan reaksi para pelayan setelahnya.
"Dia calon cucu menantuku, tunangan Damian!"
"Apakah aku bisa mengambil alih masalah ini, kakek?" tanya Lily sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat tuan Brahma Aditya langsung tertawa terbahak-bahak.
"Baiklah, baiklah, biarkan cucu menantuku yang akan menyelesaikan masalah kecil ini!" ucapnya dengan tenang.
Lily melangkah, kemudian menunjuk tiga orang. "Kau, kau, dan kau kemari!"
Orang-orang terperanjat mendengar kata-kata Lily, namun tiga orang yang ditunjuknya segera mendekat.
"Kami, nona muda."
Lily masih berdiri kemudian menyunggingkan senyuman sinis. "Berapa banyak yang diberikan oleh Anton Wijaya pada kalian bertiga untuk memata-matai keluarga Aditya?"
Mereka serempak saling berpandangan, "Nona muda, siapa tuan Anton Wijaya? Kami tidak mengenalnya."
"Benarkah? Kalian masih ingin berkilah? Kalian tidak akan bisa, karena aku memiliki bukti yang sangat akurat." ucap Lily sambil memperlihatkan rekaman cctv dari laptopnya, membuat tubuh ketiga orang tersebut langsung berkeringat dingin.
"Sekarang katakan, berapa yang telah dijanjikan oleh Anton Wijaya kepada kalian, untuk membuat masalah di keluarga Aditya?"
Bruk...
Seorang pekerja langsung bersujud di hadapan Lily, "Nona muda, saya tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini, putri saya berada di rumah sakit dan kepala pelayan menjanjikan akan membayar semua biaya pengobatan, jika saya mau bekerja sama."
Pelayan yang lain juga bergetar, namun dia masih berdiri dengan tegak, sementara kepala pelayan langsung memelototkan matanya. "Memangnya kenapa jika aku terlibat? Apakah menurutmu aku tidak bisa membantai keluarga ini? Bahkan sebelum menginjakkan kaki di kediaman Aditya, aku telah lama bekerja sebagai kepala pelayan di rumah Wijaya."
Prok...
Prok...
Prok...
Bastian dan tuan Brahma Aditya bertepuk tangan, akhirnya kepala pelayan tersebut mengakui kesalahannya sendiri di hadapan semua orang, tanpa harus memberikan tekanan yang lebih berat terhadapnya.
"Bagus! Cucu menantuku memang sangat pintar, bahkan penjahat ini langsung mengakui kesalahannya. Luar biasa!" ucap tuan Brahma Aditya penuh kekaguman.
Lily langsung terkikik perlahan mendengar ucapan dari tuan Brahma Aditya, "Tenanglah kakek, lagi pula siapa yang bisa menjamin bahwa kepala pelayan ini akan tetap hidup, setelah kita mengetahui kejahatan yang diperbuatnya selama 5 tahun terakhir?"
Tubuh semua pekerja langsung bergetar, setelah mendengar ucapan gadis itu, mereka memang tidak pernah meragukan jika Damian merupakan seorang pria yang sangat kejam. Namun gadis berusia 17 tahun itu berani menggertak mereka? Ini benar-benar hal yang di luar nalar.
"Hahaha... Gadis kecil, kau tidak perlu ikut campur dengan urusan orang tua," ucap kepala pelayan tersebut dengan sangat sombong.
Lily mendengus dan langsung menjawab kesombongannya itu dengan sangat telak, "Apa yang akan dibanggakan dari seorang kepala pelayan? Dia hanyalah kacung dari pria tengik yang sebentar lagi akan bangkrut, jangankan untuk menyelamatkanmu, mereka mungkin tidak akan bisa menghirup udara bebas di hari kedua."
Mata kepala pelayan itu langsung melotot. "Apa maksudmu? Tuan Anton Wijaya adalah pria yang kaya raya, dia pengusaha sukses dan memiliki kekayaan yang tidak terkira. Untuk bisa melenyapkan seorang gadis kecil sepertimu, dia bahkan tidak perlu turun tangan langsung, aku sendiri masih sanggup!"
"Benarkah? Jika begitu, buktikan! Jangan hanya omong kosong! Aku bahkan telah lama tidak menggerakkan badanku dengan sempurna, tentu saja sangat beruntung, jika ada seseorang yang bersedia untuk menjadi samsak tinju bagiku," jawab Lily tak kalah gertak.
Pria itu menggeram dan segera melayangkan tinjunya ke arah Lily, namun gadis itu tidak menghindar, dia menghalau pukulan tersebut menggunakan tinjunya yang kecil.
Brak...
Kepalan tangan kepala pelayan itu terasa kebas, meskipun Lily memiliki tubuh yang kecil, namun tinjunya benar-benar sangat berbahaya. Dia serasa telah meninju besi.
"Sial!" kepala pelayan itu menatap tajam ke arah Lily.
"Siapa kau sebenarnya?"
Lily tertawa, "Manusia sepertimu tidak memiliki hak untuk mengetahui tentangku, kau hanya harus tahu, bahwa saat ini hidupmu berada dalam bahaya. Aku bahkan telah mengerahkan orang-orang untuk menyandera anak dan juga istrimu, kau tidak akan bisa lepas dari pembalasanku!"
"Sial! Kau berani?" kepala pelayan terlihat semakin geram setelah mendengar jawaban dari Lily, sedangkan gadis itu terkikik melihat reaksi yang berlebihan dari kepala pelayan.
"Kenapa tidak?" jawab Lily, tubuh kecilnya segera bergerak dengan sangat gesit, dia memberikan pukulan dengan kekuatan penuh.
Buk...
Buk...
Buk...
Duagh...
Tendangannya sangat berbahaya, membuat kepala pelayan itu langsung terjatuh. Dia merasakan ada pergeseran dari beberapa tulang-tulangnya, setelah mendapatkan hantaman pukulan dan tendangan dari gadis itu.
"Kau...!" kepala pelayan menunjuk wajah Lily, namun gadis itu kembali bergerak ke arahnya dan dengan tanpa perasaan, memelintir jari telunjuk tersebut hingga membuatnya patah.
"Tidak ada satu orang manusia pun yang memiliki hak untuk menunjuk wajahku, terlebih kau!" ucap Lily.
Dia segera mengedarkan matanya ke arah para pekerja yang saat ini terlihat menggigil ketakutan. "Katakan! Siapa lagi yang ingin memiliki nasib yang sama seperti kepala pelayan? Maka aku tidak akan sungkan-sungkan untuk melakukannya!"
Mereka serempak menggelengkan kepala, tindakan Lily menghukum kepala pelayan itu benar-benar sangat menakutkan, dia bahkan jauh lebih sadis dibandingkan Damian sekalipun.
"Bagus! Kalian memang harus patuh! Sekarang katakan, berapa banyak uang yang telah ditawarkan oleh pria busuk yang bernama Anton Wijaya itu pada kalian semua untuk membuat kekacauan di keluarga Aditya?"
Mereka masih terdiam tanpa berani menjawab ucapan gadis itu, hingga suara jeritan kepala pelayan kembali terdengar dengan sangat memilukan.
Aaargh...
Lily dengan sengaja mencengkram rahang pria itu dan langsung menghempaskannya ke lantai, dia tidak segan-segan untuk memberikan pelajaran pada siapa pun.
Srak...
Gadis itu mengeluarkan short gun dari belakang punggungnya, kemudian mengacungkannya kepada kepala pelayan. Dia menarik pelatuk senjata tersebut, sambil bersuara dengan sangat tenang. "Ada 5 peluru di tempat ini dan aku bisa menembakkannya sekaligus, untuk menghancurkan kepalamu dan juga seluruh tubuhmu!"
Deg...
Kepala pelayan tak bisa lagi berkata-kata, dia menyadari jika situasinya saat ini benar-benar sangat sulit.
"Nona muda, tolong jangan lakukan." kepala pelayan itu memohon, matanya berkaca-kaca.
"Ciiih! Kalian bahkan telah bekerja sama dengan musuh keluarga ini, lalu aku harus membebaskanmu? Mimpi!" ucap Lily.