Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Ketika hari sudah siang, Husna yang sudah berpamitan dan menunggu di lantai bawah kini di hampiri oleh Tama yang baru turun dari lantai dua sambil menggantungkan kunci mobil di jemarinya.
"Ayo kita pulang!" Ajak Tama setelah berada tepat di depan Husna.
"Tam, Kak Frian nanyain aku ini ada dimana. Gimana ya jawabnya?" Dengan nada sedikit takut, Husna bertanya kepada Tama sambil menunjukkan isi chat dari Frian.
"Hmm. Ya udah bilang saja habis dari rumah Wulan, memang tadi juga kita bolos gara-gara nganterin Wulan kan?" Dengan santainya Tama langsung memberikan saran.
"Tapi dia juga nanya aku sama siapa sekarang? hmm." Sebenarnya yang Husna bingung dengan pertanyaan yang ini, karena Husna tak mungkin berbohong kepada Frian.
"Ya jawab saja kamu lagi sama aku, kalau kamu bohong pun nggak mungkin soalnya pasti ada beberapa siswa yang tahu saat kita meninggalkan sekolah tadi." Tama menjelaskan sekaligus memberikan saran kembali.
"Kamu nggak takut kalau aku bilang sekarang lagi sama kamu?" Husna yang mulai khawatir mencoba meyakinkan Tama akan sarannya.
"Ngapain harus takut, sudah jawab saja ya kamu nggak perlu khawatir, mulai saat ini kamu nggak perlu takut sama dia! Sekalipun dia tahu tentang kedekatan kita saat ini, aku nggak akan pernah takut sama dia. Aku akan menghormati dia ketika dia jadi seorang guru, tapi diluar itu dia sama saja sepertiku yang sedang berjuang memperebutkan hatimu."
Tama berbicara sambil memegang kedua lengan Husna. Karena Tama tahu Husna pasti sedang khawatir kepadanya.
"Hmm kamu ini ya, yaudah deh bentar aku balas dulu chatnya."
Walau sedikit gelisah, Husna pun membalas pertanyaan Frian lewat chat.
Mungkin setelah mengobrol dengan Bu Yeni dan Husna tadi di lantai dua, Tama semakin yakin bahwa tindakannya saat ini untuk melepaskan Husna dari jeratan Frian bukan merupakan tindakan yang salah, bahkan sama sekali tidak ada salahnya dimata hukum. Patokan Tama kini ada di situ, pikirannya semakin terbuka untuk membela Husna.
Tama pun mengantar Husna pulang dengan meminjam mobil mamanya.
"Udah jangan dipikirin! Ko jadi ngelamun gitu sih?" Tanya Tama yang kini sedang di perjalanan mengantar Husna pulang.
"Aku takut aja, aku takut kamu kenapa-kenapa Tama aku nggak mau." Husna khawatir karena merasa saat ini Frian sedang marah terhadapnya setelah dia memberi tahu Frian kalau saat ini dia sedang bersama Tama.
"Aku nggak akan kenapa-kenapa, harusnya juga aku yang marah sama dia." Jawab Tama membalas kekhawatiran Husna.
"Kok kamu yang jadi marah sih?" Tanya Husna sambil mengernyitkan dahinya.
"Ya iya lah, harusnya aku yang marah kalau calon pacar aku yang cantik ini di kekang terus sama dia, padahal calon pacar aku ini nggak pernah anggap dia siapa-siapa." Dengan pandangan lurus ke depan, Tama berbicara sambil menggoda Husna.
"Ih kamu orang aku lagi serius juga, aku benar-benar khawatir Tama sama kamu aku nggak becanda." Husna yang tak suka Tama jadi becanda kini wajahnya menjadi cemberut menyimpan rasa khawatir.
"Hmm, udah ya nggak usah takut! Aku sudah tahu ko Husna cara menghadapi orang seperti dia. Udah ya nggak usah khawatir aku jamin aku akan baik-baik saja." Tama berbicara sambil menggenggam tangan Husna dengan jemari kirinya.
Walau sedikit tenang, tapi Husna masih merasa takut karena walau bagaimanapun Frian ini adalah orang yang pintar dalam memanfaatkan sesuatu. Frian juga sosok lelaki yang misterius jadi Husna belum tahu rencana apalagi yang akan dia lakukan untuk memanfaatkannya, Husna juga yakin bahwa Frian tak akan segampang itu untuk melepaskan Husna dari jeratannya.
Setelah mengantar Husna pulang, Tama langsung berpamitan termasuk kepada ibunya Husna yang memang sedang ada di rumah.
Sementara setelah Tama pulang, Husna langsung ditanya oleh ibunya di dalam rumah.
"Sayang, ko kamu di antar sama dia? Frian nggak mengantar kamu pulang tumben?" Bu Lastri sedikit heran kenapa Husna bisa bersama Tama siang ini.
Husna pun menceritakan sejujur-jujurnya kenapa dia bisa bersama Tama siang ini, bahkan Husna juga bercerita tentang pertemuannya dengan Bu Yeni di kantor tadi.
"Kamu sudah sedekat itu dengan Tama?" Tanya Bu Lastri sedikit ingin tahu tentang hubungan mereka.
"Aku nggak tahu Bu, dia sendiri yang selalu kasih perhatian lebih sama aku, tapi selain itu kayanya Tama memang benar-benar mau membantu keluarga kita." Jawab Husna dengan nada serius kepada ibunya.
"Mungkin ini jalan dari tuhan Nak ada orang baik yang mau menyelesaikan permasalahan keluarga kita, tapi inget ya ibu nggak mau kalau kamu jadi memanfaatkannya, ibu takutnya dia juga sama akhirnya seperti Frian yang ingin memanfaatkan mu saja." Walaupun bersyukur tapi Bu Lastri tak mau anaknya sampai memanfaatkan seorang lelaki.
"Aku nggak pernah manfaatin Tama ko Bu, dia sendiri yang selalu berusaha membantu aku. Tapi aku yakin Tama itu beda, dia selalu khawatir sama keadaan aku dia juga selalu ingin tahu dan yakin bahwa aku selalu baik-baik saja saat jauh dari dia."
Husna meyakinkan ibunya bahwa Tama itu beda dengan Frian. Karena selama ini perhatian yang Tama berikan begitu tulus Husna rasakan dalam hatinya.
Tama juga tak pernah minta apapun dari Husna, yang dia tahu Tama sangat menyayanginya saat ini. Itu saja yang sering Tama ungkapkan dan itu Husna anggap bukan sebuah timbal balik itu hal wajar karena Husna juga sama sangat menyayangi Tama saat ini.
"Hmm ya sudah syukurlah kalau begitu, sekarang kamu istirahat ya jangan kemana-mana. Ibu sudah masakin makanan kesukaan kamu tuh, ayo makan dulu sana!"
"Hmm iya Bu makasih."
Sementara Tama yang sudah mengembalikan mobil mamanya, dia kembali menuju sekolah untuk mengambil sepeda motornya yang masih terparkir di sana. Tama pergi menggunakan angkutan umum sendirian.
Setelah sampai di parkiran sekolah dan keadaan pun sudah sepi, Tama yang sedang mengambil helm di stang motornya tiba-tiba di kagetkan oleh suara teguran seorang laki-laki yang ada di belakangnya.
"Tama tunggu sebentar!" Suara itu terdengar jelas dibelakang Tama.
Tama yang kaget langsung mengalihkan pandangannya ke arah belakang. Tama langsung panik karena kini ada sosok Frian yang ada di hadapannya, pikirannya sedikit kalut karena Frian pasti menanyakan tentang Husna kepadanya.
Frian sengaja menghampiri Tama karena ada beberapa hal yang ingin dia tanyakan kepada Tama.
"Em iya ada apa pak?" Tanya Tama dengan raut wajah yang jadi salah tingkah dihadapan Frian.
"Lain kali kalau mau keluar atau izin bilang dulu sama guru, jangan sampai kamu bawa bolos anak orang seperti tadi." Frian mencoba menegur lembut layaknya seorang guru terhadap muridnya.
"Em iya saya minta maaf Pak saya salah tadi nggak bilang dulu. Ini murni salah saya ko." Tama coba meminta maaf merendahkan diri sambil menundukkan kepalanya seraya menghormati.
"Terus habis mengantar Wulan pulang kalian pada kemana?" Frian bertanya kembali dengan posisi kedua tangan di belakang sambil melihat wajah Tama dari arah bawah karena Tama masih menunduk.
Tama yang bingung sempat bisu untuk menjawab pertanyaan tersebut.
"Em kami nggak kemana-mana ko Pak, kami di rumah Wulan saja sambil menunggu waktu siang." Tama berbohong menjawab pertanyaan dari Frian dengan nada bergetar.
"Ah yang bener? Tadi saya hubungi Wulan loh katanya kalian nggak lama dirumahnya langsung pulang setelah mengantar Wulan." Dengan sedikit senyum curiga, Frian kembali bertanya kepada Tama.
Tapi di sini Tama menjadi heran kenapa dia bisa menghubungi Wulan, bahkan dia ingin membalikan sebuah pertanyaan kepada Frian.
"Em bentar-bentar Pak, saya akan jawab itu nanti. Sekarang saya mau tanya dulu ko bisa sih bapak menghubungi Wulan? Memang bapak sering berhubungan dengan Wulan?"
Pertanyaan Tama membuat Frian sedikit panik, karena sepertinya dia sudah salah berbicara dengan Tama.
Frian sempat memandang ke arah lain sambil menghentak-hentakan kaki untuk memikirkan sebuah jawaban yang pas tentang pertanyaan Tama barusan.
"Em ya wajar dong, namanya juga seorang guru jadi nggak ada salahnya kalau saya punya nomor telpon muridnya, jadi saya tadi nanya sama Wulan yang kebetulan saya punya nomor telponnya. Sekalian saya juga tanya kenapa dia bisa pulang." Frian langsung menjawab kecurigaan Tama kepadanya.
"Hmm bisa gitu ya, yaudah kalau gitu sekarang saya kasih nomor telpon saya nih Pak, takutnya suatu hari saya sakit seperti Wulan jadi bapak bisa perhatian juga sama saya."
Tama yang memang sudah merasa aneh kepada Frian dia langsung memberikan saran sekaligus sindiran halus.
"Maksud kamu apa? Kamu meledek saya?" Frian bertanya dan mulai mendekatkan wajahnya ke arah Tama dengan rona yang mulai emosi.
"Saya nggak meledek Pak, ya apa karena saya siswa laki-laki jadi bapak nggak mau perhatian sama saya?" Tama yang tidak takut langsung memberikan sarkas kepada Frian.
"Kamu sudah berani ya sama Saya Tama?"
Frian menarik kerah baju Tama dengan nada emosinya. Tapi Tama masih tenang bahkan masih memberikan senyuman sinis di hadapan Frian.
"Pak, saya masih pake baju seragam loh ini, bapak nggak malu tuh sama cctv di atas kita?" Dengan senyuman sinis Tama mencoba menjawab sambil melihat ke arah cctv walaupun dia sedikit engap karena Frian menggenggam kerah bajunya cukup kencang.
Frian pun melepaskan genggamannya karena jadi merasa malu, wajahnya kini memerah menaruh dendam yang sangat besar kepada Tama karena baru kali ini ada seorang murid yang sudah berani melawannya.
Tama yang hanya tersenyum sinis melihat wajah Frian, dia langsung memakai helmnya dan naik ke atas motor untuk bergegas meninggalkan Frian.
"Oh iya Pak saya lupa tadi belum jawab pertanyaan dari bapak, tadi setelah saya dari rumah Wulan, saya mengajak Husna jalan lalu saya mengantarkan dia pulang. Sorry ya Pak gara-gara saya ajak Husna bolos jadi bapak nggak bisa antar Husna pulang hari ini."
Tama berkata sambil menyalakan motornya yang tak kalah mewah dengan motor sport yang Frian punya.
Frian yang sebenarnya sudah sangat emosi di balut rasa cemburu dalam hatinya hanya bisa diam dan langsung memikirkan sesuatu untuk membalas kerendahannya di hadapan Tama kali ini.
"Yaudah yah Pak Frian saya duluan Ya!"
Tanpa rasa takut Tama malah semakin meledek bahkan sudah berani memanas-manasi Frian sambil sedikit menggeberkan knalpot motornya yang lumayan berisik.
Frian yang semakin emosi hanya bisa diam sambil menggesek-gesekkan gigi gerahamnya memandang tajam Tama yang sudah pergi meninggalkannya begitu saja.
"Tengil juga itu anak, awas saja dia belum tahu sedang menghadapi siapa saat ini." Gumam Frian dalam hatinya sambil mengancam Tama.