NovelToon NovelToon
Dosenku Suamiku

Dosenku Suamiku

Status: tamat
Genre:Tamat / Dosen / Nikahmuda / Romansa
Popularitas:6M
Nilai: 4.7
Nama Author: Andreane

Jihan, harus memulai kehidupannya dari awal setelah calon kakak iparnya justru meminta untuk menggantikan sang kakak menikahinya.

Hingga berbulan-bulan kemudian, ketika dia memutuskan untuk menerima pernikahannya, pria di masa lalu justru hadir, menyeretnya ke dalam scandal baru yang membuat hidupnya kian berantakan.

Bahkan, ia nyaris kehilangan sang suami karena ulah dari orang-orang terdekatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30

"Jihan!!" Teriak mas Sagara dari dalam kamar. Aku yang baru saja membuang sampah sekalian memberikan sekotak kardus pada pak Satpam, sontak terkejut.

Jantungku mendadak berdebar-debar dengan sangat liar.

Aku yakin mas Sagara pasti tengah merasakan efek dari minyak wijen, detik itu juga entah kenapa aku terserang rasa takut akan kemarahannya.

"Jihan, cepat kemari!" Teriaknya lagi, dan itu membuat ketakutanku kian naik.

Ku urungkan menata plastik sampah ke tong sampah, buru-buru mencuci tangan lalu setengah berlari menuju kamar.

"Iya mas?"

"Apa kamu memasukkan minyak wijen ke masakanmu tadi?" Matanya memerah, wajahnya menyiratkan kemarahan yang seakan meletup-letup.

"I-iya, mas"

"Bukankah kamu sudah tahu kalau aku alergi minyak itu? Kenapa masih memakainya juga?"

"Astaga, a-aku lupa, mas"

"Lupa kamu bilang?" Sentaknya membuatku reflek menitikan titik bening dari kelopak mataku. Ini pertama kalinya aku mendapat bentakan dari seseorang.

Sebelumnya, baik ayah, bunda atau siapapun tak pernah membentakku seperti ini.

"Masak sambil melamun? Melamun mantan pacar?"

"Aku minta maaf mas"

"Apa nggak berfikir sebelum menambahkan minyak laknat ke masakanmu? Atau memang kamu sengaja, hah?" Pria itu mengatakannya dengan mata menajam, tangannya bergerak mengusap-usap lengan, lalu leher dan punggungnya.

"Aku benar-benar lupa" Dustaku, padahal jelas aku melakukannya dengan sengaja.

Tampak mas Sagara membuka kaosnya, dan betapa terkejutnya aku ketika melihat seluruh tubuhnya muncul ruam kemerahan.

"Apa ada salep yang mas punya? Biar aku bantu mengoleskannya" Kataku takut-takut.

Mas Sagara tak menjawab, ia sibuk menggaruk seluruh bagian tubuhnya yang gatal.

Kenapa separah itu? Kalau tahu begini aku nggak akan pakai minyak wijen. Mana tadi banyak lagi.

"Aahh.." Desis mas Sagara frustasi.

Aku yakin itu membuatnya sangat tidak nyaman, gatal, perih, dan mungkin saja bisa menyebabkan demam.

"Kita ke rumah sakit sekarang ya mas"

"Nggak perlu" Jawabnya masih dengan nada tinggi.

Tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi.

"Cepat buka pintu!"

"Iya mas"

Aku bergegas membuka pintu dengan rasa bersalah yang terus bergelayut. Rasanya ini membuatku menjadi orang paling bodoh di dunia.

"Selamat malam" Salam dari seorang pria berkacamata sambil menenteng tas berwarna hitam.

"Selamat malam" Jawabku bingung.

"Saya dokter Azmi, dokter keluarga pak Helmi, saya di hubungi oleh mas Sagara untuk datang kemari"

"Oh ya, dokter. Silakan masuk!"

Aku sedikit bergeser, memberi celah agar dokter seusia ayah Bima bisa masuk.

"Dimana mas Sagara?"

"Ada di kamar dok. Mari saya antar"

"Iya"

Setelah mendengar sahutannya, aku berjalan satu langkah di depan dokter Azmi menuju kamar.

"Silakan masuk, dokter" Pintaku langsung menyuruhnya masuk, kebetulan pintu kamar tadi tak ku tutup.

"Baik terimakasih" Dokter itu tersenyun ramah.

"Salamat malam, mas Sagara!" Lanjutnya merujuk ke pria yang saat ini tengah menahan perih mungkin.

"Selamat malam dokter Azmi"

Aku menutup pintu, membiarkan dokter Azmi memeriksa mas Sagara. Memilih menunggu di ruang tv dengan perasaan cemas.

Hingga tiga puluh menit berlalu, dokter Azmi belum juga keluar dari kamar mas Sagara, aku yang terduduk di sofa, berulang kali menoleh ke arah pintu kamar yang masih tertutup rapat.

Setengah menit kemudian..

"Jihan!" Kudengar panggilan mas Sagara.

Ada orang lain di dalam kamar, tentu saja memanggilku dengan nada lembut. Dia pasti menahan amarah dan berusaha menjaga image di depan dokternya.

"Iya" Sahutku begitu membuka pintu.

Mas Sagara hanya memberi kode supaya aku mendekat.

Akupun melangkah beberapa langkah ke arah samping ranjang.

"Gimana dok?" Tanyaku gamang, menatap dokter yang duduk di kursi rias tepat di samping ranjang sebelah kiri mas Sagara.

"Karena sudah lama sekali mas Sagara baru terkena alergi lagi, jadi ini cukup parah" Pungkasnya membuat jantungku persekian detik melompat-lompat. "Saya kasih salep untuk di oleskan ke tubuhnya, ada juga tablet untuk mengobati alerginya dari dalam serta antibiotik. Tolong untuk malam ini agar mbak Jihan menjaganya, jika demam, beri mas Sagara paracetamol, dan jika demamnya masih belum turun sampai besok pagi, segera bawa ke rumah sakit" Dokter itu mengatakannya sambil menunjukkan obat-obat yang di sebutkannya tadi.

"Baik dokter"

"Tadi mas Sagara bilang sudah makan malam, jadi sudah di minum obatnya, kecuali yang paracetamol"

"Berarti paracetamolnya di minum jika demam ya dok?"

"Betul, dan jika tidak demam, tidak perlu di minumkan"

"Iya dok" Sepasang mataku melirik mas Sagara yang tengah memejamkan mata.

"Obat dan antibiotiknya di minum tiga kali sehari, kalau salepnya oleskan jika merasa gatal"

"Satu lagi" Imbuh dokter Azmi. "Untuk sementara jangan terkena air dulu, jangan mandi, dan sebisa mungkin jangan sampai berkeringat"

"Baik dok"

"Kalau begitu, saya permisi" Ucapnya sambil memasukkan peralatan medis ke dalam tas.

"Terimakasih dokter" Ucap mas Sagara. "Maaf tidak bisa mengantar"

"Tidak apa-apa, istirahatlah yang cukup, jika merasa semakin parah, segera ke rumah sakit"

Mas Sagara mengangguk sebagai responnya.

"Mari mas Sagara, semoga lekas sembuh"

"Iya dok, terimakasih" Jawab mas Sagara.

"Saya antar sampai depan dok" Kataku.

***

Malam, pukul satu dini hari, aku yang sebentar tidur sebentar bangun karena harus mengecek kondisi mas Sagara, kini terbangun sebab merasakan gerakan pria di sampingku.

Begitu aku membuka mata, kedua mataku langsung menangkap wajahnya yang tengah tidur miring menghadapku.

Tubuhnya meringkuk dengan selimut menutupi badan sampai batas leher.

Rasa bersalah tiba-tiba kembali nimbrung dalam diriku.

Pelan, ku ulurkan tangan menyentuh dahinya.

"Panas" Aku terperanjat dan langsung bergerak duduk.

"Mas!" Panggilku lirih seraya mengusap lengan bagian atas. "Mas kedinginan ya? Aku matikan AC nya ya"

"Terserah" Sahutnya dengan mata terpejam.

Turun dari ranjang, ku raih remot AC lalu menonaktifkannya, kemudian melangkah untuk membuka jendela.

Setelahnya, ku hampiri lagi mas Sagara yang masih tidur dalam posisi semula.

"Mas demam, minum obat dulu, ya!" Kataku yang tak di respon.

Menghela napas, aku lantas pergi ke dapur untuk mengambil air hangat. Tak kurang dari satu menit, aku kembali ke kamar dengan membawa segelas air.

"Minum obat dulu, mas!"

Dengan gerak pelan, mas Sagara bangun, lalu menyenderkan punggungnya di kepala ranjang.

"Ini" Aku menyerahkan satu tablet paracetamol ke tangan mas Sagara.

Pria itu menelannya sebelum kemudian meneguk air hangat yang baru ku bawakan.

"Gimana mas? Selain demam, apa yang mas rasakan?"

"Gatal, perih, rasanya seperti terbakar"

"Aku bantu oleskan salep ya"

"Hmm"

"Bagian mana yang harus di oles?" Tanyaku seraya mengambil salep

"Punggung dan kaki"

Akupun bergegas mengoleskan salep di punggung mas Sagara. Pria yang sudah dalam posisi tidur miring, menunjuk bagian yang harus ku olesi salep.

Selesai di bagian punggung, aku beralih ke bagian kaki.

Mengolesnya dengan lembut, hingga tahu-tahu ku dengar suara dengkuran halus dari mas Sagara.

"Syukurlah dia bisa tidur lagi"

Reflek sepasang irisku melirik jam di atas nakas.

"02:17. Sudah hampir setengah tiga" Gumamku kecil. Aku merebahkan diri di tempatku biasa tidur, namun aku justru tak bisa memejamkan mata, pandanganku terus fokus pada pria yang saat ini tengah tertidur dengan pulasnya.

Sebenarnya mas Sagara baik, dia memperlakukanku bukan sebagai pembantunya, tapi memang pekerjaan ini kan pekerjaanku sebagai seorang istri. Hanya saja salahnya mas Sagara, dia memanfaatkanku dengan memberiku status pembantu berkedok istri. Dia yang untung karena semua kebutuhan dan keperluannya sudah siap di depan mata.

Hampir setengah jam hanya termenung sambil terus memperhatikan wajah mas Sagara yang tetap tampan meski dalam kondisi tidur, aku menyadari ada titik bening menghiasi keningnya.

Otomatis aku bergegas mengambil tisu untuk mengelap keringat sebab dokter mengatakan tidak boleh berkeringat.

Tampaknya mas Sagara begitu pulas setelah sebelumnya tak bisa tidur, saking hanyutnya terbuai alam mimpi, dia bahkan tak menyadari tanganku menyapu titik air di dahinya.

Ketika salah satu tanganku mengipasinya, baru dia tersadar dan kembali merasakan gatal.

"Jangan di garuk mas, nanti luka"

Mas Sagara menghela napas kasar lalu membuangnya di iringi suara *******.

"Aduh_" Desisnya sambil terus menggosok-gosokkan telapak tangan pada bagian yang gatal.

"Biar ku bantu usap"

Jujur ini pertama kali dalam hidupku nggak tidur semalaman karena mengurus orang sakit.

Ternyata melelahkan juga, pantas saja jika ayah sakit, wajah bunda terlihat kuyu di pagi harinya. Itu karena beliau juga nggak tidur karena mengkhawatirkan kondisi ayah.

Entah sampai pukul berapa, kesadaranku mulai menghilang, mataku juga mengabur seakan menuntut untuk segera di pejamkan. Aku bahkan mengabaikan suara adzan subuh karena saking ngantuknya.

Sampai di pagi hari, dan matahari sudah memancarkan sinarnya yang begitu menyilaukan, aku tak mendapati mas Sagara ketika mataku terbuka.

Kemana dia?

Kepalaku sedikit terangkat lalu menoleh ke arah nakas.

"Astaga sudah pukul setengah delapan"

Aku menyibakkan selimut lalu bangkit.

Mengarahkan kaki mencari mas Sagara.

Pria itu ku temukan sedang menikmati secangkir teh mint di balkon tempat penjemuran baju.

"Mas" Panggilku agak sedikit ragu.

"Apa!" Jawabnya ketus.

"Gimana keadaan mas sekarang?"

"Masih nggak nyaman"

"kita ke rumah sakit saja, gimana?" tawarku.

"Nggak usah" Karena aku berdiri di balik punggungnya, aku tak tahu seperti apa ekpsresi wajahnya. Tapi melihat bagaimana lengan tangannya, sepertinya ruam merah itu kini berubah seperti bentol-bentol dengan umuran yang lumayan lebar, bahkan nyaris bengkak.

"Mas sudah sarapan?" Tanyaku setelah diam sesaat.

"Belum"

"Aku ambilkan roti selai, mau!"

"Nggak usah, aku ambil sendiri saja"

Kembali hening.

"Mas Sagara nggak ke kampus?"

"Enggak, Udah ijin tadi"

Pria itu kenapa nadanya terdengar cuek?

Saat mas Sagara bangkit lalu berbalik karena teh di cangkirnya sudah habis terminum, seketika aku menelan ludah karena wajahnya seperti membengkak.

Astaghfirullah...

Aku benar-benar tercenung...

Separah itu alerginya?

Bersambung

1
🏠⃟ᵐᵒᵐરuyzz𝐀⃝🥀ˢ⍣⃟ₛ🍁❣️🥑🤎㊍㊍
Luar biasa
Fuji Lathifah
Kecewa
Anne: jangan di baca dong
total 1 replies
Fuji Lathifah
Buruk
Rury Jayanti
Luar biasa
Desi Taruk langi'
Kecewa
Desi Taruk langi'
Buruk
Selvi Sitio
mampir kekaryaku ya teman-teman @Sipencuri Hati Mafia & @Jangan Ikuti Aku
@Al🌈🌈
/Good/
Endang Pujiana
Luar biasa
sharvik
emg smpai kpn mau d rhasikn smpai pnya cucu kah . .bego d pelihara
sharvik
jgn mnyalahkn org lain klau brpikir yg tdak2 ttg hbungn klian . .slh sndiri hbugn d rhsiakn . .sprti malu pnya suami sagara saja
Supiah Susilawati
Luar biasa
randy candy
prasaan sagara gak pingsan kan pas jatuh kok bisa amnesia yaa..
randy candy
mulai bulet bulet bulet..
Dian Meilani
Bagus
Izzatul Ulya
Buruk
Muhammad Yamin
Luar biasa
Muhammad Yamin
yg sbar ya my otor, memang bgitulah yg namanya manusia,beda kepala beda kinerja otaknya, beda manusia bda sifat dan tabi'atnya, moga sehat selalu my otor 💪💪🙏
Wulan Bahrain
Luar biasa
faraakila
sepill cepat!!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!