Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Bryan menoleh ke belakang ketika tidak lagi mendengar langkah kaki Annelise yang mengekorinya. Benar saja, Bryan tidak melihat Annelise di belakangnya. Wajah Bryan seketika masam dan sempat mendengus kesal lantaran Annelise tidak mengikutinya lagi tanpa bertanya padanya lebih dulu.
"Ck,, wanita ini menyusahkan sekali.!" Bryan menggerutu dan terpaksa ke depan lagi untuk mencari Annelise yang entah berhenti di mana. Padahal Bryan hampir masuk ke dalam lift karna ruangan kerjanya ada di lantai 3.
Bryan memicingkan matanya menatap Annelise yang duduk santai di ruang tamu sambil bermain ponsel.
"Masih mau bekerja tidak.?!" Suara bariton Bryan jelas membuat Annelise tersentak kaget. Dia tadi sedang serius membalas chat dari sahabatnya, tiba-tiba di kagetkan dengan suara bariton bosnya.
"Pak Bryan kenapa teriak-teriak.? Saya tentu saja masih mau bekerja, tapi ini bukan jam kerja kan.?" Jawab Annelise seraya berdiri dari duduknya setelah memasukan ponsel ke dalam tas.
Bryan memutar malas bola matanya.
"Aku menyuruhmu mengikuti ku, bukan malah duduk dan bersantai disini.! Ruang kerja ku ada di lantai 3.!" Omel Bryan. Tanpa ba bi bu lagi, Bryan meninggalkan ruang tamu. Sontak Annelise ketar-ketir dan setengah berlari menyusul Bryan. Jangan sampai dia tertinggal jauh dan tersesat di dalam rumah besar itu.
"Dia itu kenapa, marah-marah tidak jelas seperti sedang PMS saja." Cibir Annelise kesal.
Bryan menekan tombol lift hingga pintunya terbuka, pria berwajah dingin itu masuk ke dalam dan berdiri di tengah-tengah setelah menekan tombol lantai 3. Annelise masuk ke dalam dengan ragu-ragu dan bergeser ke pojok di belakang Bryan.
Sudut mata Bryan sempat melirik Annelise dari pantulan dinding lift. Pria itu tersenyum kecut melihat Annelise berdiri seperti patung di pojok lift. Melihat dari gestur Annelise, Bryan tau bahwa sebenarnya Annelise mulai ketakutan. Wanita itu mungkin berfikir konyol akan di eksekusi olehnya.
Keduanya sampai di 3 tanpa ada interaksi, sama-sama diam seperti patung. Begitu lift terbuka, Bryan langsung melangkahkan kaki menuju ruangan kerjanya. Pria itu menekan beberapa angka untuk membuka ruangan tersebut.
"Kita tidak akan lama kan Pak.? Saya tidak enak kalau ada orang lain yang melihat dan berfikir macam-macam." Kata Annelise yang masih berdiri di luar ruangan, sedangkan Bryan sudah masuk ke dalam dan siap menutup pintu kalau sekretarisnya sudah masuk.
"Tidak usah banyak protes, cepat masuk." Bryan melotot kesal. Kesabarannya setipis tisu, tapi mendapat sekretaris seperti Annelise yang suka menjawab perkataannya.
Setelah 30 menit, keduanya keluar dari ruang kerja Bryan. Keduanya keluar sambil merapikan pakai mereka karna tadi Annelise sempat tersandung kakinya sendiri dan hampir jatuh di dekat pintu, untung saja ada Bryan di depannya, jadi Annelise menubruk hingga Bryan menempel pada pintu. Annelise berpegangan kuat pada Jas dan kemeja Bryan, itu sebabnya pakaian Bryan tidak beraturan.
"Kamu ini sangat ceroboh.!" Omel Bryan. Annelise meringis takut.
"Maaf Pak, sepatu saya tidak bisa di kondisikan."
Bryan hanya melirik sebal, lalu meninggalkan lantai 3 dengan masuk ke dalam lift bersama Annelise yang membuntutinya.
Sementara itu di lantai yang sama dengan ruang kerja Bryan, salah satu pekerja rumah yang kebetulan sedang mengambil sesuatu di lantai 3, tidak sengaja melihat anak majikannya keluar bersama seorang wanita dari ruang kerja.
Gara-gara keduanya merapikan pakaian saat keluar dari ruangan, pekerja wanita itu jadi berfikir yang tidak-tidak. Walaupun masih tidak yakin kalau anak majikannya itu berani berbuat macam-macam di rumahnya sendiri. Terlebih pekerja itu tau kalau Bryan tidak pernah dekat dengan wanita manapun, jadi sedikit ragu kalau mereka berdua berbuat sesuatu di dalam.
"Nanti aku beri tau Ibu dan Bapak saja. Lagipula di rumah ini banyak cctv, kalau Ibu dan Bapak tidak percaya, aku akan menyarankan mengecek cctv." Gumamnya kemudian pergi dari sana dengan pikiran aneh-aneh yang masih berputar di kepalanya.
...******...
Pagi itu di kediaman Shaka yang biasa sepi sunyi, kini menjadi sangat ramai karna sebagai keluarga memutuskan menginap. Sedangkan keluarga Juna langsung kembali ke rumahnya karna mereka harus prepare untuk liburan di Swiss. Azura, anak pertama Tasya juga memilih pulang dengan keluarga kecilnya. Mengingat bagaimana kisah Azura yang sempat mengejar Daniel, membuat suami Azura selalu menolak untuk menginap ataupun liburan bersama jika ada Daniel. Padahal Daniel sama sekali tidak peduli pada Azura.
Suasana di meja makan sudah ramai, semua orang menempati kursi masing-masing dan siap sarapan bersama. Kecuali Bryan yang belum terlihat sejak tadi.
"Bryan belum bangun.?" Tanya Shaka sang istri yang tidak melihat keberadaan putranya.
Jihan menggeleng tidak tau. "Biar aku suruh Bik Ani ke atas." Jihan meninggalkan kursinya untuk menghampiri Bik Ani yang baru selesai menyiapkan sarapan.
"Bibi, boleh minta tolong panggilkan Bryan." Perintahnya.
Bik Ani sempat diam sejenak sebelum mengiyakan perintah majikannya. Tapi saat akan pamit, Bik Ani malah mengurangkan niat dan kembali mendekati sang majikan.
"Ibu, ada yang mau saya bicarakan soal Den Bryan." Ucapnya setengah berbisik.
Wajah Bik Ani yang tampak takut-takut itu membuat Jihan sangat penasaran. Jangan-jangan putranya bersikap kasar pada ART di rumah mereka.
Jihan akhirnya keluar dari area ruang makan dna mengajak Bik Ani bicara di belakang.
"Bibi bicara saja, tidak usah takut-takut." Cecar Jihan.
"Itu Bu, bagaimana ya,," Bik Ani jadi ragu-ragu, khawatir mulut embernya jadi masalah besar di keluarga Shaka yang sejak dulu harmonis tanpa ada skandal atau masalah apapun.
Setelah di desak Jihan dan di janjikan akan baik-baik saja, Bik Ani akhirnya menceritakan apa yang semalam dia lihat di lantai 3.
Raut wajah Jihan berubah, wanita itu tampak syok sekaligus marah dengan kelakuan putranya. Di suruh mengantar Annelise pulang, malah mengambil kesempatan di saat rumah sepi.
"Bibi yakin.?" Jihan berusaha memastikan lagi, khawatir ART yang usianya 5 tahun di atasnya itu salah lihat.
"Saya tidak tau pasti yang Den Bryan lakukan di dalam dengan wanita itu, tapi saya benar-benar melihat mereka berdua keluar dari ruang kerja sambil merapikan baju dan buru-buru pergi. Ibu bisa mengecek cctv untuk memastikan. Tapi saya mohon, jangan beri tau Den Bryan kalau saya yang cerita, Bu." Pinta Bik Ani memohon.
"Bibi tidak usah khawatir, saya tidak akan membawa-bawa nama Bibi. Tapi tolong masalah ini jangan sampai di dengar orang lain, cukup Bibi saja yang tau. Saya yakin ada kesalahpahaman di sini, Bryan tidak mungkin berbuat macam-macam." Ujar Jihan.
Bik Ani mengangguk paham. Tentu dia akan tutup mulut karna tidak tau kejadian yang sebenarnya di dalam ruang kerja itu.
"Ya sudah, tolong Bibi panggilkan Bryan untuk sarapan."
"Baik Bu." Bik Ani lalu pergi ke lantai 2.
Jihan tampak menghela nafas berat setelah mendengar laporan dari ARTnya. Kalau sampai hal itu terjadi, tentu dia akan sangat kecewa. Bukan hanya pada Bryan saja, melainkan pada Annelise yang sudah dia anggap sebagai wanita baik.
Kayak ngegantung sih