Byan, seorang pria yang memiliki mimpi, mimpi tentang sebuah keadaan ideal dimana dia membahagiakan semua orang terkasihnya. terjebak diantara cinta dan sayang, hingga terjawab oleh deburan laut biru muda.
tentang asa, waktu, pertemuan, rasa, takdir, perpisahan.
tentang mimpi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arief Jayadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kalimat yang selalu terucapkan
Asih sepagi ini sudah berada di rumahku, bersih bersih dan membereskan, tampak jelas sekali betapa rumah bujangan yang hidup tak beraturan. Pagi ini aku mengambil libur dari kantor, kami harus menyelesaikan beberapa urusan seperti datang ke KUA, serta memastikan persiapan lainnya.
Baru saja diriku membuka mata, sementara Asih sudah selesai menambal lambung kapal yang dibiarkan pecah selama beberapa minggu. Aku terkesima bagaimana rumah yang sebelumnya amat sangat berantakan ini bisa tampak begitu tertata, bersih dan rapi, dan satu lagi WANGI!
Aku adalah seorang yang amat sangat sensitif terhadap aroma, bisa dibilang aku adalah seorang Aromatique junkie. Entah mengapa indra penciumanku selalu lebih aktif dibandingkan Indera Indera lainnya. Dan aroma rumahku pagi ini, sungguh dapat membuat lelaki sepertiku terbangun dan siap bertempur.
Segera saja aku bangkit dari tempat peraduanku, sementara Asih, dia sedang berbaring di sofa di sebelah kasurku, menonton siaran televisi, menunggu si pemilik kapal ini untuk keluar dari peraduannya dan segera mandi untuk segera kita selesaikan urusan hari ini yang sedang menanti antrian. Asih memang beberapa kali kerumah yang kutinggali sendiri ini, hanya saja tak pernah bermalam. Jam 10 malam adalah batas akhir ia harus masuk kedalam rumah orangtuanya. Pernah di suatu waktu aku bermalam di sebuah villa bersamanya, tepat jam 10 malam, ibunya meminta untuk di lakukan panggilan video, sepanjang malam!
Tentu saja, tidak bermalam bukan berarti kami kehilangan akal. Mencuri waktu adalah keahlian kami, ingat Asih adalah pemberontak, semakin kau melarang pemberontak, kau akan semakin menemukan dia melawan. Sementara aku, aku adalah petualang, dulu, karena sebelum bersama Asih aku sudah berpetualang menelusuri malam. Tak terhitung berapa kali aku merebahkan tubuh tubuh yang takluk padaku, bahkan ada yang hampir kecelakaan bergaris 2. Petualang takkan bisa dikekang, namun, itu dulu, karena semenjak bersama Asih, aku mendadak memiliki “pedal rem”, selama 6th bersamanya aku hanya bersama Asih seorang. Aku tidak pernah berpetualang lagi bersama orang lain. Tapi petualang tetaplah petualang, aku berpetualang lebih “jauh” dan mungkin lebih “liar” bersama Asih.
“hai ibu juragan, sudah lama??” cakapku sembari menggosok mata berusaha membukanya
“bangun pemalas, cepat mandi!” balasnya
“iya….” Jawabku sembari bangun dari peraduanku, mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi, tentunya dengan menarik lengan Asih dan menggiringnya bersamaku.
Kunyalakan shower dengan putaran maksimal, segera kututup dan ku kunci pintu kamar mandi. Ku benamkan Asih ke tembok, sambil kuciumi bibir dan lehernya, kuhirup wewangian milik Asih, ia melenguh menahan semua rangsanganku. Tangan dan jemariku mulai bergerilya hebat, melucuti tiap helai pertahanan Asih, membuka pula lembar lembar otorisasi serangan milikku hingga akhirnya kami sama terbuka, polos.
Guyuran shower mempermudah semuanya, membiaskan suara yang muncul dari kami berdua, yang menikmati sepenuhnya tiap dentuman peluru tiap guncangan dan goyangan yang terjadi.
Ya acara mandi pagi ini adalah pertempuran pertamaku hari ini, cukup lama aku tidak bertempur. Terutama semenjak kami berdua sering beradu argument tentang persiapan pernikahan kami. Namun semua argument itu kadang kala hilang dengan pertempuran serupa ini. Dinginnya air guyuran shower pagi ini menjadi sangat tidak terasa, bahkan seketika menjadi hangat di badan kami, bagaimana tidak kami seperti sedang meluapkan semua emosi pagi ini. Pagi yang hebat, pagi yang lengkap, pagi yang menyegarkan semua aspek kehidupanku.
Asih, wanita pertama setelah ibu, yang bisa membuatku sadar, bahwasanya hidup harus ada pedal rem. Bukan untuk berhenti sepenuhnya tapi perlahan mengawasi sekitar agar bisa terus berjalan. Aku mencintainya, sangat mencintainya lebih tepatnya.
Cinta, yang kata orang kalau cinta hanya akan bertahan 3bulan, sementara kami-aku dan Asih, bertahan sudah lebih dari 6th. Kalau memang cinta kami hanya bertahan 3 bulan, lalu bagai mana dengan 5th dan 9 bulan selanjutnya?, tentu saja pengorbanan kami berdua sudah lebih dari cukup untuk membuat cinta kami tetap menyala.
Acara mandi sudah dilalui, kami segera bersiap agar agenda hari ini bisa kami tuntaskan dengan baik. Terutama supaya segala persiapan pernikahan kami matang dan lancar.
“yuk Sih, kita berangkat” ajakku
“iya bentar, rapih rapih dulu, lagian pake narik narik segala!” jawab Asih sedikit ketus
“ahahahahaha kenapa mau ditarik?” ledekku
Aku melihat wajahnya, dan kembali aku jatuh cinta, wajah khas gadis jawa kolot, yang lembut dan memancarkan aura keibuan yang kental dan jujur. Bahkan tanpa make up lengkap yang otomatis luntur karena pertempuran tadi, Asih masih saja tampak bercahaya. Kuhampiri ia di depan cermin, saat sedang akan memakai lipen berwarna soft andalannya. Aku tarik pinggangnya mendekat ke tubuhku, kucium bibir yang belum tersentuh lipen itu, kami menikmatinya.
“udah iiiihhhh…nanti saja” ujarnya sembari mencoba melepaskan diri dari pelukanku.
“Ok, nanti lagi yaaaaaa…” sahutku sembari sedikit tertawa sementara Asih sadar dirinya telah salah menggunakan kalimat yang hanya akan membuat adanya ronde lanjutan nanti.
“I love you…” ucapku sembari mengecup keningnya.
*****
“I love u, kalimat sederhana yang akan selalu kuucap pada mereka yang berharga buatku”
*****