Nasib naas menimpa Deandra. Akibat rem mobilnya blong terjadilah kecelakaan yang tak terduga, dia tak sengaja menabrak mobil yang berlawanan arah, di mana mobil itu dikendarai oleh kakak ipar bersama kakak angkatnya. Aidan Trustin mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, sedangkan Poppy kakak angkat Deandra mengalami koma dan juga kehilangan calon anak yang dikandungannya.
Dalam keadaan Poppy masih koma, Deandra dipaksa menikah dengan suami kakak angkatnya daripada harus mendekam di penjara, dan demi menyelamatkan perusahaan papa angkatnya. Sungguh malang nasib Deandra sebagai istri kedua, Aidan benar-benar menghukum wanita itu karena dendam atas kecelakaan yang menimpa dia dan Poppy. Belum lagi rasa benci ibu mertua dan ibu angkat Deandra, semua karena tragedi kecelakaan itu.
"Tidak semudah itu kamu memintaku menceraikanmu, sedangkan aku belum melihatmu sengsara!" kata Aidan
Mampukah Deandra menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi? Mungkinkah Aidan akan mencintai Deandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekesalan Aidan
Perusahaan Zen Zero
Pria berparas tampan yang duduk di atas kursi rodanya, tampak memandang gedung gedung yang menjulang tinggi dari balik jendela besar yang ada di ruang kerjanya. Tatapan yang tersirat akan kebencian, frustrasi, kesedihan yang menjadi satu.
Dia selalu saja merutuki dirinya yang kini lumpuh, yang tak bisa lagi melangkahkan kakinya dengan menunjukkan keangkuhannya di perusahaannya sendiri. Di saat seorang diri tangan kanannya memegang gelas kecil berisikan minuman laknat yang seumur hidupnya tidak pernah dia sentuh, tapi semenjak dirinya lumpuh, dia menyentuh minuman yang sangat diharamkan itu, sesapan demi sesapan dia menikmati minuman itu, padahal tidak ada nikmatnya tapi buat pria lumpuh itu bisa membuat dia melupakan kekesalannya sendiri.
“Permisi Tuan Aidan, jam 11 nanti ada meeting di kantor Pak Ernest,” lapor Lucky, sang asisten pribadinya yang hampir 10 tahun bekerja dengan Aidan.
Aidan masih menikmati minumannya dengan menatap pemandangan di luar sana. “Siapkan saja dokumen yang harus kita bawa!” perintah Aidan tanpa menoleh ke belakang.
“Bagaimana dengan kabar istri saya, sudah ada kabar terbaru dari rumah sakit?” Aidan bertanya sambil memutar kursi rodanya.
Pria yang wajahnya cukup ganteng itu, membantu kursi roda yang digunakan oleh Aidan menuju meja kerja tuannya.
“Kabar dari rumah sakit belum ada perkembangan apa pun, masih sama seperti hari-hari sebelumnya,” lapor Lucky.
Aidan meletakkan gelas kristal tersebut ke atas mejanya dengan hentakan yang begitu keras, kemudian pria itu mendesah keras. Lucky sedikit melangkah mundur untuk menghindari semprotan tuannya.
“Semua gara-gara wanita itu! Sampai kapan istri saya keadaannya koma!” sentak Aidan, wajahnya memerah karena emosi yang membuncah di dadanya, ditambah lagi kekesalan pada Deandra yang selalu bisa melawan dirinya.
“Berada lama selalu menyalahkan adik iparnya, padahal sudah jelas kalau mobil yang dikendarai adik iparnya mengalami rem blong. Lagi pula percuma juga menyalahkan terus, garis takdir tidak bisa dielakkan,” batin Lucky prihatin.
“Jika boleh saya kasih saran kenapa tidak membawa nyonya ke Australia untuk pengobatan, di sana alat kesehatannya begitu muktahir,” saran Lucky.
Aidan mengangkat wajahnya lalu menatap dingin Lucky. “Saya justru sudah meminta Dokter dari Australia untuk datang ke Indonesia, tapi belum juga ada hasilnya! Sepertinya kamu lupa!” seru Aidan, salah satu sudut bibir terlihat terangkat.
Lucky untuk kali ini ternyata lupa, jadi dia salah memberikan saran tersebut. “Mungkin ada baiknya Tuan bantu berdoa, agar Nyonya segera sadar dari komanya.”
Aidan berdecak kesal. “Doa ... Doa ... Doa, semua orang bilang saya harus berdoa, persetan dengan semua hal itu!” sentak Aidan, gelas kristal yang ada di meja dibantingnya oleh Aidan, hingga asisten pribadinya tersingkat kaget.
Aidan sedang mengalami krisis keimanannya, tak ada lagi rasa percaya pada Tuhannya, yang ada selalu mengumpat akan nasib buruk yang menimpa dirinya beserta istrinya, dia merasa jika Tuhan tidak adil dalam hidupnya. Lucky hanya bisa memaklumi keadaan Aidan yang banyak sekali perubahannya semenjak dia lumpuh, sikap kerasnya semakin menjadi-jadi, dan tak seorang pun berani melawannya.
Tapi Aidan lupa dibalik musibah yang menimpanya, masih ada rezeki yang begitu lancar melalui bisnis yang dia miliki selama ini. Sungguh Aidan kufur nikmat!
“Cepat siapkan dokumen untuk meeting, sepuluh menit lagi kita berangkat!” perintah Aidan dengan kasarnya.
“Siap Tuan,” jawab patuh Lucky, bergegas keluar ruangan untuk kembali ke meja kerjanya untuk menyiapkan berkas-berkas.
Aidan menghela napas beratnya, dan menatap bingkai foto yang terpajang di dinding ruang kerjanya, foto dirinya bersama Poppy yang sudah berbadan dua. “Honey, kapan kamu akan sadar? aku sangat merindukanmu,” gumam Aidan begitu lirihnya, kedua netranya mulai berkaca-kaca. Rindu yang tak ada obatnya selain menemui si jantung hatinya, namun selama sebulan ini terakhir setelah dua bulan dia terpuruk dengan keadaannya, Aidan jarang ke rumah sakit untuk menjaga Poppy karena mulai sibuk mengurus perusahaannya yang sudah dua bulan tidak diurusnya, karena sempat ada kekacauan.
Sementara itu satu jam kemudian di Perusahaan Nusantara Nationalty.
Deandra terlihat sibuk dengan dokumen kwitansi, bukti kas, bukti bank yang baru saja diberikan oleh bagian kasir. Walau kedua tangannya terluka dan dalam keadaannya diperban, namun jemarinya masih bisa bergulir dengan lincahnya di atas keyboard komputernya, tapi jika disuruh menulis barulah terasa sakit.
“Deandra,” panggil Pak Wheno, manajer finance-nya.
Mendengar suara cemprengnya, Deandra langsung menyahutinya. “Ya Pak Wheno.” Kepalanya agak dia dongakkan agar bisa menatap pria bertubuh kurus itu, yang kini berdiri di ambang pintu ruang kerja pria itu sendiri.
“Ke ruangan saya sekarang!” pinta Pak Wheno.
“Baik Pak,” jawab Deandra, bergegas bangkit dari duduk nya, lalu memutari kubikelnya menuju ruang atasannya.
Wanita berkacamata bulat itu sudah berdiri dekat meja kerja Pak Wheno. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?”
Pak Wheno menunjukkan beberapa map yang ada di atas meja kerjanya. “Saya minta kamu ke ruangan CEO, Pak Ernest minta laporan keuangan enam bulan ini untuk dibawa rapat, kebetulan saya tidak bisa mengantarnya karena sebentar lagi saya harus menemui vendor,” pinta Pak Wheno.
Tiba-tiba saja ada rasa penolakan untuk menerima perintah dari atasannya, karena saat ini dia sudah terlalu malas untuk bertemu dengan papa angkatnya.
Setelah memberikan perintah, pandangan Pak Wheno turun ke bawah pas di bagian tangan Deandra. “Kedua tangan kamu kenapa?” tanya Pak Wheno penasaran.
Deandra menaikkan kedua tangannya. “Oh ini Pak ... tadi pagi sempat ada musibah sedikit di rumah,” jawab Deandra.
“Saya harap kamu masih bisa kerja dengan maksimal ya Dea, jangan gara-gara kedua tangan kamu sakit kerjaan kamu jadi terhambat,” celetuk Pak Wheno.
Batin Deandra mendesah, dia pikir Pak Wheno akan berempati dengan apa yang terjadi dengan dirinya, justru malah menegurnya. Apes sekali hidupnya.
“Ya sudah, tangan kamu masih bisa bawa map ini kan ke ruangan CEO?” antara bertanya atau menyindir yang dikatakan oleh pria bertubuh kurus itu.
Deandra bergegas mengambil map-map tersebut dengan hati-hati, agar tidak terlalu mengenai luka ditangannya. “Segera saya antar laporan ini, kalau begitu saya pamit Pak,” jawab Deandra, dia bergegas balik badan, tanpa menunggu jawaban dari atasannya.
Sebagai staf biasa memang susah untuk menolak perintah atasan sendiri, dari pada kena teguran keras, dengan hati yang terpaksa wanita berkacamata itu ke ruangan papa angkatnya. Dan sekarang dia sedang menunggu pintu lift terbuka.
Ting!
Pintu lift yang dia tunggu dalam waktu beberapa menit terbuka.
DEG!
Baru saja kaki kanannya ingin melangkah maju masuk ke dalam lift, Deandra melihat sosok yang sangat dia kenal, Aidan yang ditemani oleh Lucky dan Vira sekretarisnya. Sejenak tatapan kedua netra mereka terkunci, namun Deandra langsung membuang wajahnya.
Lucky sang asisten mengenal sosok Deandra, adik ipar angkat sekaligus istri kedua tuan mudanya.
“Silahkan duluan, saya akan naik lift yang selanjutnya,” kata Deandra datar, tidak jadi bergabung, lagi pula rasanya amat menyesakkan jika satu lift dengan majikan barunya. Lucky tanpa menjawab langsung menekan tombol tutup, dan Aidan masih menatap tajam ke arah Deandra berdiri sampai pintu lift tertutup kembali.
“Huft ... kenapa ada dia di sini,” keluh Deandra sendiri, dan dia kembali menunggu lift selanjutnya.
Bersambung ...
keren thor..
aq suka ma novel2 mu.....
sukses selalu thor...../Heart//Heart//Heart//Heart/