NovelToon NovelToon
Sisa Rasa Rosa

Sisa Rasa Rosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:616
Nilai: 5
Nama Author: Noey Ismii

Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?


Update setiap hari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari yang Aduh!

Seharian ini Rosa menahan diri untuk tidak mengangkat tangan lebih cepat dari Zihan. Dia merasa tidak bisa membiarkan teman satu kelasnya itu selalu kesal setiap hari. Jadi dia sebisanya mengangkat tangan setelah Zihan mengangkat tangan. Dengan begitu dia tidak akan mendengar nyinyiran Zihan lagi seperti kemarin.

Tapi langsung mendapat protes dari dua temannya. “Gak seru, Sa,” Bella menahan cengirannya.

“Lihat gak tadi sombongnya bisa ngalahin kamu hari ini,” lanjutnya setelah batagornya masuk kedalam perutnya.

Rosa hari ini mencoba siomay, tadi pagi Bu Asih membuat nasi goreng, jadi siang ini dia masih kenyang. Apalagi dengan drama sendok dinginnya Rama. Cowok itu meminta –hampir memaksa- Rosa menempelkan sendok dingin di matanya. Katanya itu bisa meredakan bengkak di mata Rosa.

Rosa mengalah lagi, dia menerima dua sendok yang diberikan Rama. Menempelkannya di mata kanan dan kiri. Lebih baik dari dugaannya. Itu memang bikin kaget diawal karena dingin, tapi setelah itu bisa membuat Rosa merasa tenang.

Jadi tidak ada pertanyaan apapun tentang mata bengkaknya. Lagipula, Rosa tidak bisa cerita tentang apapun.

“Sa, kok ngelamun?” suara Najwa mengembalikan Rosa dari lamunannya.

Bibir Rosa melengkung kecil, dia menggeleng.

“Kamu kemarin gak apa-apa?” Najwa bertanya dengan hati-hati.

Mata Rosa mengerjap. Dia baru ingat kemarin meninggalkan temannya begitu saja, “Ya ampun, maaf kemarin aku pergi gak bilang,” katanya menyesal.

Najwa mengangguk, “Tapi gak ada apa-apa kan?”

Rosa mengangguk, “Gak ada apa-apa, kok,” jawabnya dengan senyum meyakinkan.

Mata Bella lurus menatap Rosa, “Kalau kamu mau cerita, kita bisa jadi pendengar yang baik,” tawarnya. Dia tersenyum, senyum yang benar-benar tulus.

Rosa menunduk, merasa bersalah, karena selama ini dia hanya memaksakan senyumnya. Membuat senyum yang sulit dia ekspresikan. Tapi saat dia mengangkat kembali kepalanya, Rosa mengangguk, lalu tersenyum. Kali ini senyumnya tulus. “Makasih banyak,” ucapnya kemudian.

Mereka bertiga masih saling tersenyum saat tiba-tiba saja ada yang ikut duduk di sebelah Rosa. Ketiganya kaget. Menatap cowok yang tersenyum itu.

“Aku boleh ikut ngobrol?” tanya Rama tiba-tiba.

“Boleh, Kak,” Bella menjawab antusias.

“Aku Rama,” tangan Rama terangkat.

Bella menjabat tangan Rama, “Aku Bella, Kak.”

Mata Rama beralih pada Najwa.

“Najwa, Kak,” gadis itu tersenyum, “Kak Rama gak ke kebun?” tanyanya.

Tak mengerti, Rosa menatap Najwa dengan alis bertaut.

“Klub yang Kak Rama pegang itu namanya Kebon Kembang, Sa,” Najwa menjelaskan, “tapi emangnya ada yang minat masuk sana, Kak?” tanyanya penasaran.

Wajah Rama merengut seolah tersakiti, “Kok langsung ulti, sih, Najwa?” tanyanya dengan tangan memegang tengah dadanya.

Bella tertawa, “Karena unik aja, Kak, kok bisa sih bikin klub tentang perkebunan?”

“Kalian pasti gak dengerin waktu MOS,” Rama berubah serius.

Najwa dan Bella saling melirik.

“Tanam menanam itu adalah skill yang harus dimiliki semua orang. Kalian tahu gak, di Amerika sana, banyak penduduknya yang mulai menanam makanannya sendiri, lho. Ada yang terkenal malah, balerina yang jadi petani. Kalian tahu?”

Rama sengaja membuat jeda.

Najwa menggeleng, tapi Bella mengangguk, dia sepertinya pernah melihatnya lewat di timelinenya.

“Nah, alasannya itu karena, pertama karena negara mereka rawan banget sama perang. Kedua, negara mereka selalu jadi yang pertama kedatangan alien dan zombie, jadi mereka udah punya cadangan makanan sendiri kalau salah satu dari alasan itu kejadian duluan,” lanjutnya.

Rosa melirik tak percaya. Dia menarik napas lalu menggeleng mendengar penjelasan Rama.

Tapi kedua temannya langsung tertawa. “Kita udah dengerin serius, tau, Kak,” Bella bersuara lebih dulu.

Najwa menutup mulutnya, meminimalkan suara tawanya.

“Itu beneran, aslinya pisan,” Rama membuat wajah serius. Tangannya membetulkan letak kacamatanya yang melorot. “Jadi skill berkebun itu harus diajarkan juga di sekolah,” tutupnya.

Berbarengan dengan Sandy yang muncul membawa dua botol minuman sari buah.

Mata Sandy membulat menatap Rosa, “Adik Rama?” tanyanya. “Akhirnya kita ketemu juga, Rosa," senyum mengembang di bibir Sandy.

Rosa melirik Sandy sekilas, mengangguk kecil untuk menjawab pertanyaannya. Cowok yang masih berdiri itu memandang Rosa dengan mata bulatnya yang berwarna hitam. Tingginya sama dengan Rama.

"Aku Sandy," cowok itu mengulurkan tangan.

Dengan ragu, Rosa menerima uluran tangan Sandy dan menjabat tangannya sekilas, "Rosa," katanya singkat.

Sandy tersenyum sambil menatap tangannya yang sudah dilepaskan Rosa, “Aku jatuh cinta, Rosa.”

Rosa mengerjap kaget mendengar pengakuan tiba-tiba itu.

“Hei, cut! Gak ada cinta-cintaan!” Rama menerjang temannya, membawanya menjauhi meja ketiga gadis itu. “Guys pergi dulu ya,” pamit Rama sambil masih menyeret Sandy.

“Sampai ketemu lagi nanti, Rosa,” Sandy tersenyum sambil melambaikan tangannya pada Rosa.

Bella dan Najwa terkikik melihat tingkah kakak kelas mereka. Mereka tidak menyadari Rosa yang menahan napas dan gemetar tangannya sejak Rama tiba-tiba datang tadi. Rosa mengatur napasnya lagi. Sudah tidak bertenaga mengangkat sendok siomay lagi. Jadi dia hanya menyeruput minumnya.

Setelah menghabiskan minumnya, Rosa mengikuti dua temannya yang sekarang sudah berdiri, mereka bersisian berjalan ke kelas.

Sejak pagi tadi dia tidak nyaman berada di dekat Rama. Sebenarnya, setiap saat bertemu Rama. Tapi sejak tadi malam Rama dan Papa mengetahui keadaannya, Rosa merasa hatinya bertambah berat. Seperti mereka sudah masuk ke dalam rahasia terdalam Rosa.

Dia malu.

Sungguh, Rosa tidak pernah dipeluk orang lain selain nenek. Jadi setelah sadar dari ketakutannya tadi malam, Rosa langsung merasakan wajahnya memerah. Bukan karena marah seperti selama ini. Tapi Rosa benar-benar merasa malu bertemu Rama dan Papa.

Dan apa lagi tadi? Tiba-tiba ada yang bilang jatuh cinta kepadanya! Apa-apaan sih ini? Rosa kehilangan semangat belajarnya. Belum lagi setelah ini ada pelajaran olahraga. Ugh, rasanya mau kabur aja! Teriak Rosa dalam kepalanya

Meskipun seluruh pelajaran akan dilaksanakan di dalam gedung olahraga, tapi pemanasannya dilakukan di luar ruangan. Bella memberitahunya kalau materi hari ini adalah basket. Dan tentu saja, bukan keahlian Rosa.

“Ih panas-panas gini harus keliling lapangan,” keluh Bella sambil mengamit tangan Rosa.

Mereka sedang berjalan ke ruang ganti kelas X yang bersebelahan dengan toilet perempuan, untuk berganti baju.

“Kenapa sih kita kebagian jam olah raga siang?” sahut Nissa, salah seorang teman sekelas Rosa. Dia menjabat sebagai sekretaris kedua.

Najwa bilang dia akan menyusul setelah

membereskan uang kelas. Najwa adalah bendahara kelas. Dia akan sibuk saat jam pelajaran olahraga karena tidak bisa membawa pouch uangnya saat pelajaran itu. Jadi saat jam olahraga dia akan menitipkan uang di wali kelas mereka, Bu Nina.

-o0o-

Semua murid segera menarik napas lega sesaat setelah peluit yang ditiup Pak Dadi, guru olah raga kelas X, berbunyi nyaring. Mereka segera masuk kedalam gedung olah raga dan berbaris di depan guru berbadan kekar itu. Pak Dadi dikenal sebagai guru killer. Beliau tidak kenal menyerah dan akan memastikan semua muridnya mendapat nilai yang bagus. Baik dalam praktek dan juga dalam nilai tulis.

Dan itu tidak bagus untuk Rosa. Dia sungguh tidak bisa ditolong. Olah raganya parah.

“Oke, siang semuanya,” Pak Dadi membuka kelas.

“Siang, Pak,” jawab semua murid. Mencoba terdengar semangat.

Rosa merasakan keringat sudah membanjiri kepalanya. Udara Bandung yang katanya sejuk itu, sama saja panasnya jika itu siang hari. Dia tidak begitu mengerti penjelasan dari Pak Dadi, intinya mereka akan menembak bola basket ke dalam ring. Sungguh dia sedang ingin kabur.

Pak Dadi mulai mengabsen sesuai daftar di bukunya.

“Aysarosa,” panggil Pak Dadi. Rosa sekarang berada di nomor tujuh di dalam daftar kelas.

“Murid baru. Semoga pinter shooting-nya,” katanya dengan penuh semangat.

Rosa berdiri kemudian maju ke tengah lapangan. Dia mengangguk lalu mengambil bola. Setelah menarik napas, tangannya mengayun setinggi yang dia bisa. Tapi ini adalah Rosa, bola oranye itu berputar di udara. Melenceng sangat jauh dari ring di atasnya.

Semua mata menatap kemana bola itu akan mendarat. Kemudian semua berteriak saat si benda bulat oranye itu mendarat di punggung seseorang. Mencetak pola garis bola berwarna cokelat debu.

Rosa menatapnya dengan ngeri. Ia tidak siap menambah kekacauan dalam harinya ini.

-o0o-

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!