FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Kalau Cemburu Bilang Saja.
°°°
Sudah seminggu sejak berlangsungnya pernikahan karena sebuah perjodohan itu berjalan, hubungan diantara mereka belum terlalu banyak kemajuan tapi tidak juga saling menghindar.
Revan mulai terbiasa dengan perlakuan sang istri yang selalu mengurusi segala keperluannya, dari bangun tidur sampai tidur lagi.
Rara pun mulai terbiasa dengan rutinitas barunya sebagai seorang istri.
Hari ini tiba saatnya Rara akan memulai kuliahnya di kampus yang sama dengan suaminya. Dia sudah rapi sebelum Revan selesai, hal itupun membuat sang suami bertanya-tanya mau kemana istrinya pergi karena tidak biasanya pagi-pagi begini memakai baju yang bagus dan dan rapi, membuat ia terlihat lebih cantik.
Walaupun memang biasanya juga cantik tapi hari ini kecantikannya bertambah saat memakai setelan kemeja dan rok panjang, juga kerudung yang terlihat sangat matching dengan kemejanya.
Terlihat sekali berapa umur Rara saat bergaya seperti itu. Revan tidak menyangka jika istrinya yang terbiasa hidup di desa bisa berpakaian semodis itu.
Saat di meja makan pun Revan tidak mengalihkan pandangannya dari sang istri dan itu tidak luput dari mata kakeknya.
"Kau cantik sekali hari ini nak," puji kakek pada Rara, seolah sedang mewakili cucunya yang terpana sejak tadi.
"Terimakasih kek."
Rara malu-malu mendengarnya hingga pipinya bersemu merah.
"Apa kau sudah siap ke kampus hari ini?"
Pertanyaan kakek baru saja menyadarkan Revan jika istrinya mulai kuliah hari ini, padahal kemarin dia sendiri yang mengatakannya tapi kenapa bisa lupa. Kecantikan Rara seolah membuat pria itu lupa.
"Sudah Kek."
Rara bahagia akhirnya ia bisa melanjutkan kuliahnya dan bisa mempunyai teman baru lagi nantinya. Meski tidak tau nanti ia akan diterima atau tidak dikalangan para gadis kota yang pastinya cantik-cantik dan gaul.
Namun, ia tetap merasa senang karena setelah seminggu hidup bersama suaminya Rara sama sekali tidak melihat dunia luar apalagi mempunyai teman. Revan yang sedang sibuk mengerjakan skripsi tidak mempunyai banyak waktu untuk mengajaknya pergi jalan-jalan.
"Nak sepertinya kau harus menjaga istrimu dengan baik di kampus," bisik kakek pada Revan.
Revan menaikkan alisnya, tidak mengerti apa maksud dari ucapan kakek.
"Kek kami pergi dulu ke kampus."
Pamit Rara mencium punggung tangan kakek, diikuti Revan setelahnya.
"Kami pergi kek."
"Kau harus menjaga istrimu dari pandangan para laki-laki di kampusmu," bisik kakek pada Revan, lalu ia tersenyum menyeringai.
,,,
Di mobil Revan terus memikirkan apa yang tadi kakek katakan padanya. Ternyata kakek benar-benar berhasil memprovokasi pikirannya.
"Kak, bagaimana jika di kampus ada yang bertanya tentang hubungan kita nanti."
Rara merasa suaminya ini pasti belum mengatakan pada teman-temannya jika dia sudah menikah.
"Kenapa, apa kamu tidak mau ada yang tau kalau kau sudah menikah."
Revan tidak suka dengan pertanyaan Rara tadi, padahal istrinya hanya takut salah menjawab jika nanti ditanya oleh teman kampus suaminya.
"Tidak Kak, bukan seperti itu. Maksudku kita berangkat bersama seperti ini pasti nanti teman Kak Revan bertanya-tanya apa hubungan kita. Pasti mereka belum tau kan kalau Kak Revan sudah menikah," lirih Rara yang sudah bisa menebak seperti apa jawaban suaminya, dari raut wajah Revan sudah menjawab semuanya.
Benar juga apa yang dikatakan Rara, diamnya Revan menunjukkan jika selama ini belum ada yang tau jika dia sudah menikah.
"Jadi, apa yang harus aku katakan jika ada yang bertanya Kak?" tanya Rara lagi, ia ingin tau apa nanti Revan akan mengakui pernikahan mereka di depan teman-temannya.
Revan sendiri tidak memikirkan hal itu selama ini. Dia baru saja sadar jika di kampus teman-teman taunya ia berpacaran dengan Febby. Lalu apa yang harus ia katakan nanti, apa yang akan mereka pikirkan jika tiba-tiba ia mengakui Rara sebagai istrinya, sedangkan ia masih berpacaran dengan wanita lain.
"Kau benar, aku belum sempat bercerita pada teman-temanku. Akan mengejutkan jika tiba-tiba aku mengatakan kalau kita sudah menikah."
"Aku mengerti kak, aku tidak akan mengatakannya pada siapapun."
Rara tersenyum dalam mirisnya ikatan pernikahan mereka.
Revan kaget saat Rara mengartikan kata-katanya seperti itu, dia tidak bermaksud untuk menyembunyikan hubungan pernikahan mereka. Akan tetapi akan runyam jadinya karena ia juga masih bersama dengan Febby, tapi entah kenapa saat melihat sang istri tersenyum seperti itu justru membuat hati Revan berdenyut nyeri.
Revan belum menyadari jika tindakannya sudah menyakiti hati istrinya yang selembut sutra.
Rara hanya diam setelah pembicaraan yang membuat hatinya menelan kesedihan.
Akhirnya mereka sampai juga di kampus, benar saja kata Rara tadi banyak mahasiswa yang bertanya-tanya siapa gadis yang datang bersama dengan Revan.
"Van, siapa dia?" tanya salah satu teman satu jurusan nya.
"Dia... dia..." Revan menatap wajah istrinya, serba bingung mau menjawab apa.
"Saya adik sepupu kak Revan, Kak." Rara yang menjawab, berusaha menampilkan senyumannya tapi justru membuat Revan tidak suka.
"Ohh syukurlah cuma adik sepupu." Mahasiswa yang lain ikut menyahut dan saling senggol. Mereka sepertinya tertarik pada Rara.
"Van, boleh dong kenalin kita-kita pada adik sepupumu."
"Iya, jangan pelit dong. Punya adik sepupu secantik ini enggak bilang-bilang."
"Ayo kenalin."
Revan melamun memikirkan kata-kata yang baru saja keluar dari mulut istrinya. Dia memang belum siap mengatakan jika mereka sudah menikah tapi ia tidak setuju dengan jawaban Rara barusan. Sekarang perkataan kakek kembali terngiang-ngiang di pikirannya, saat para mahasiswa berebut ingin berkenalan dengan istrinya.
"Woyy... Van! Malah ngelamun, cepat kenalin kita-kita."
"Gue juga mau Van."
"Kali aja sepupu loe itu masih jomblo, iya kan."
"Iya, iya."
Revan tidak menyahuti perkataan teman-temannya, ia sibuk memikirkan istrinya. Pandangannya tertuju pada Rara yang merasa sedang tidak nyaman karena para mahasiswa kampus itu kini mengerubuti mereka.
"Kenalin gue Aldi," kata laki-laki yang tadi pertama kali menanyakan hubungan mereka. Dia mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri karena Revan tak kunjung bersuara.
Rara tentu saja tidak berniat membalas uluran tangan pria itu, dia tau batasannya apalagi dengan yang bukan muhrimnya.
"Rara," ujarnya dengan hanya mengangguk dan tersenyum saja tanpa membalas uluran tangan perkenalan dari laki-laki itu.
"Nama yang cantik, seperti orangnya. Iya kan guys." Sikap Rara yang tidak mau bersentuhan dengannya membuat Aldi dan laki-laki yang lain semakin tertarik.
"Terimakasih," ujar Rara.
Revan mengepalkan tangannya saat melihat interaksi istrinya itu dengan laki-laki lain, padahal Rara sama sekali tidak berbuat apa-apa.
"Apa kau sudah punya pacar?" Aldi bertanya lagi.
Rara tentu saja terkejut dengan pertanyaan laki-laki yang barusan ia ketahui namanya itu, kemudian ia melihat suaminya yang sedang menatapnya dengan tajam.
"Aku harus mengantarkannya ke ruangan dosen."
Tanpa permisi, Revan menarik tangan istrinya dengan sedikit kasar, menjauhi kerumunan mahasiswa tadi. Berjalan dengan cepat tanpa peduli terhadap tatapan mata orang-orang di sana.
Para mahasiswa/i yang baru pernah melihat raut wajah Revan yang seperti itu pun merinding ketakutan. Entah siapa yang berani menyinggung Revan, baru kali ini ia menampilkan kemarahannya.
"Apa maksudmu tadi mengatakan jika kau adalah sepupuku."
Bentak Revan setelah ia memepet tubuh istrinya ke tembok dan mengunci pergerakannya, saat sampai di lorong yang sepi.
Air mata Rara hampir saja menetes mendapatkan perlakuan seperti itu, bukankah itu mau pria itu jika tidak mengatakan pada siapapun tentang hubungan pernikahan mereka.
to be continue...
°°°
Author punya salam baru nih.
Salam goyang jempol.
Yuk digoyang jempolnya biar author semangat.
Like, komen, vote, bintang lima jangan lupa letaknya ada di atas deskripsi guys bingtangnya.
Lope lope pokoknya buat kalian.
Sehat selalu pembacaku tersayang.