seorang wanita cantik yang bertemu dengan Laki-Laki tampan membuat diri nya jatuh hati, Namun sangat di sayangkan mereka memiliki perbedaan yang sulit untuk mereka bersatu selama nya. apakah cinta mereka akan bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fallenzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 13
Nabillah terbangun karena sinar matahari yang sedikit masuk dari jendela kamarnya.
Ia membuka matanya perlahan, lalu melihat ponselnya yang masih terhubung dalam sambungan video call.
Merentangkan tangannya, ia kembali tersenyum saat melihat layar ponselnya, di mana Delvin masih tertidur di kamarnya.
Tadi, sekitar pukul 4, Nabillah dan Delvin sempat terbangun secara bersamaan. Nabillah bangun untuk melaksanakan salat Subuh, sedangkan Delvin terbangun karena merasakan pegal di lehernya.
Nabillah bangun dengan ponsel di tangannya, membuka jendela kamarnya, lalu menghirup udara segar pagi hari.
Setelah melihat jam, ia mematikan sambungan video call tersebut dan mengirimkan pesan kepada Delvin.
Setelah mengirimkan pesan, Nabillah tersenyum dan akhirnya bersiap-siap untuk berangkat kerja.
Beberapa menit kemudian, Nabillah pun berangkat kerja. Delvin masih tertidur karena belum membalas pesan dari Nabillah.
Nabillah tersenyum ramah kepada pasien di tempat terapi dan banyak yang bertanya tentang kejadian kemarin. Ia pun bekerja seperti biasa.
Saat jam istirahat, ia sedang berada di ruangan, menikmati makan siangnya sambil video call dengan Delvin yang masih di rumah.
"Kakak nggak kerja?" tanya Nabillah.
"Libur deh kayaknya hari ini," jawab Delvin di seberang sana.
Nabillah mengangguk mendengarnya. Ia sudah tahu dari Erlita pekerjaan Delvin itu apa.
"Bisa terapi dong hari ini?" tanya Nabillah.
"Bisa dong, sayang. Aku kan juga mau lihat kamu," jawab Delvin.
"Mulai deh gombalnya," jawab Nabillah dengan nada malas.
Delvin terkekeh lalu membenarkan posisi tidurnya. Nabillah yang melihat itu tersenyum.
"Kamu belum mandi, kan?" tanya Nabillah.
"Belum."
"Tapi kok masih ganteng banget?" ucap Nabillah lalu terkekeh saat melihat wajah Delvin yang lucu karena mendengarkan gombalannya.
"Sayang, nanti malam aku jemput ya," ujar Delvin
Nabillah mengangguk, dan saat ingin menjawab perkataan Delvin, tiba-tiba pintu ruangan diketuk.
Ia izin untuk menunggu sambungan terlebih dahulu, dan Delvin mengangguk menjawabnya lalu mengucapkan kata sayang.
Nabillah pun membuka pintu ruangan dan melihat seseorang yang dikenalnya. Nabillah tersenyum dan menyuruh orang itu masuk.
"Ada perlu apa, Kak?" tanya Nabillah sambil duduk di sofa, diikuti oleh dua orang itu.
"Tak ada perlu apa-apa sih, cuma Kakak mau tanya saja," ucap perempuan itu.
"Tanya apa, Kak?" tanya Nabillah.
"Nabillah sudah punya pacar baru lagi nya?" jawab perempuan itu, membuat Nabillah terdiam. Namun, sesaat kemudian, ia bingung. Apa sebenarnya yang menjadi permasalahan?
"Memang ada apa, Kak?" tanya Nabillah.
"kakak kira masih suka sama Reza?" jawab perempuan itu.
Nabillah mengerutkan alisnya, merasa tidak suka dengan pertanyaan seperti itu.
Reza adalah mantan Nabillah. Sebenarnya, mereka tidak sempat jadian. Reza sendiri yang mengakhiri hubungan mereka tanpa penjelasan.
Kedua perempuan itu adalah saudara dari Reza, dan Nabillah sangat dekat dengan mereka. Dua perempuan itu bernama Eva dan Aini.
"Maaf, maksud dari pertanyaan Kakak itu apa?" tanya Nabillah.
"Mama tahu, kamu pacaran sama anak pasien di sini, kan, yang namanya Delvin?" tanya Eva.
Nabillah terkejut lalu terdiam sambil melirik Eva dan Aini. Bagaimana mereka bisa tahu?
Nabillah menghela napas dan kemudian menjawab pertanyaan Eva.
"Kalau iya, kenapa, Kak?" tanya Nabillah.
"Kan kamu tahu kalau kamu dan dia beda keyakinan? Yang mau sama kamu banyak, loh, Bil. Kenapa harus yang beda agama?" jawab Eva.
Nabillah sudah menduga, pasti pertanyaan itu akan ke sini. Apa seburuk itu hubungan beda agama?
"Nabillah tahu kok, terus apa hubungan dengan kalian?" jawab Nabillah.
"Bill, Mama sama Kakak begini supaya kamu sadar, supaya kamu juga tidak terlalu jauh," jawab Aini.
Nabillah memejamkan matanya, menahan emosi agar tetap bisa ramah dengan mereka.
"Sudah selesai kan, Kak? Kalian bisa keluar sekarang. Sedikit lagi kalian akan memulai terapi," ucap Nabillah dengan nada yang mengusir.
Eva dan Aini pun tidak menolak, mereka langsung pergi keluar dari ruangan Nabillah karena memang sebentar lagi akan memulai terapi.
Nabillah melihat pintu ruangan tertutup, dan tanpa sadar air matanya pun turun. Ia tahu bahwa mereka melakukannya demi yang terbaik untuknya.
Namun, bersama Delvinn, ia merasa bahagia. Ia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.
"Apakah hubungan beda agama seburuk itu?" tanya Nabillah pada diri sendiri dengan nada lirih.
Mungkin nanti malam ia akan berbicara soal itu kepada Delvin. Delvin harus tahu soal ini.
Nabillah mengusap air matanya dan tersenyum untuk memberi semangat pada diri sendiri. Ia harus kembali bekerja dengan profesional.
Tidak terasa malam pun tiba. Nabillah sudah bersiap dan sudah meminta izin kepada orang tuanya.
Ia sudah di depan rumah sambil menunggu Delvin yang sedang dalam perjalanan untuk menjemputnya.
Setelah beberapa menit, Delvin pun sampai dengan motor kesayangannya. Ia sengaja tidak membawa mobil agar Nabillah bisa memeluk dirinya.
Nabillah pun menghampiri Delvin, dan mereka saling tersenyum.
Tanpa sepatah kata pun, Nabillah naik ke motor Delvin, dan Delvin pun melajukan motornya.
Nabillah meminta untuk pergi ke taman, katanya ada yang ingin dibicarakan, dan Delvin pun tidak menolak.
Di perjalanan, Delvin menarik tangan Nabillah untuk memeluknya. Bukan menolak, Nabillah malah memeluknya lebih erat lagi.
Delvin tahu, pasti ada sesuatu yang sedang dipikirkan Nabillah hari ini.
Saat sampai di taman. Delvin pun menggandeng tangan Nabillah untuk duduk di sebuah kursi dengan pemandangan danau di depannya.
"Kamu kenapa, sayang?" tanya Delvin yang membuka suara terlebih dahulu.
Nabillah menatap wajah Delvin lalu menundukkan kepalanya.
Delvin yang melihat itu pun langsung mengangkat kepala Nabillah untuk menatapnya lagi.
"Cerita sama aku, sayang," ujar Delvin dengan lembut.
Tanpa sadar, Nabillah meneteskan air matanya dan langsung memeluk tubuh Delvin.
Delvin bingung dengan apa yang terjadi. Ia mengelus punggung Nabillah untuk menenangkannya.
Setelah beberapa menit, Nabillah pun melepaskan pelukannya.
"Maaf kalau aku cengeng," ucap Nabillah sambil mengusap air matanya.
Delvin tersenyum gemas. Kenapa kekasihnya bisa sekemas itu.
"Kamu kenapa?" tanya Delvin sekali lagi.
Sebelum menjawab, Nabillah memperbaiki posisi duduknya. Matanya menatap danau di depannya.
"Kak, kayaknya hubungan kita sampai di sini saja," celetuk Nabillah tiba-tiba dengan nada yang sedikit ragu.
"Aku nggak mau," jawab Delvin dengan cepat dan wajahnya sedikit datar ketika mendengarkan perkataan Nabillah.
"Kamu kenapa sih, Bill?" lanjut Delvin, yang tidak mengerti kenapa Nabillah tiba-tiba berbicara seperti itu.
"Kak, seharusnya kamu mengerti kalau kita-"
"Beda keyakinan?" tanya Delvin yang memotong pembicaraan Nabillah.
Delvin menangkup kedua pipi Nabillah. Ia menatap Nabillah dengan tatapan yang tulus.
"Bukan kan kita udah bicarakan ini dari awal?" tanya Delvin.
"Aku juga sama kayak kamu, selalu memikirkan ke depannya gimana. Tapi sungguh, aku nggak ada niatan untuk pergi dari kamu. Aku benar-benar sayang sama kamu dan aku nggak mau kehilangan kamu," lanjutnya.
Nabillah terdiam sambil menatap mata elang Delvin yang menatapnya dengan tulus. Air matanya turun kembali.
Delvin menggelengkan kepala saat melihat air mata Nabillah turun lagi.
"Aku mohon, jangan menangis, sayang," ucap Delvin sambil mengusap air mata Nabillah yang ada di pipi gembulnya.
"K-kak, a-aku..." jawab Nabillah dengan terbata-bata.
"Aku mohon jangan dengerin kata orang. Aku tahu si orang itu mungkin ingin yang terbaik buat kamu, tapi hubungan ini kita yang jalanin dan kita yang tahu. Untuk ending, biar kan Tuhan yang tahu. Intinya kita saling berjuang bersama-sama," ucap Delvin yang tahu dengan pikiran Nabillah.
Delvin tahu kalau Nabillah sering kepikiran omongan orang tentang dirinya.
Dia juga tidak menyalahkan orang itu. Karena memang, setiap orang bisa menilai seseorang, tapi apakah harus menyakitkan orang lain dengan perkataan mereka?
Nabillah mengangguk menjawabnya. Ia tidak bisa berkata apa-apa.
Delvin pun langsung memeluk tubuh Nabillah lalu mengelus kepalanya sambil mengucapkan, "Jangan tinggalin aku, Bill."
Tanpa Nabillah sadari, Delvin juga meneteskan air mata di balik tubuh Nabillah. Ia tidak mau kehilangan orang yang ia sayang lagi kali ini.
Delvin menghapus air matanya lalu melepaskan pelukannya dan tersenyum.
"Sudah nya, aku mohon jangan katakan itu lagi," ucap Delvin.
Nabillah mengangguk dan mengucapkan kata maaf.
Kemudian mereka mengobrol banyak di taman itu, dan taman tersebut menjadi saksi bagaimana hubungan Delvin dan Nabillah.
TBC....