Namanya Kevin. Di usianya yang baru menginjak angka 20 tahun, dia harus mendapati kenyataan buruk dari keluarganya sendiri. Kevin dibuang, hanya karena kesalahan yang sebenarnya tidak dia lakukan.
Di tengah kepergiannya, melepas rasa sakit hati dan kecewa, takdir mempertemukan Kevin dengan seorang pria yang merubahnya menjadi lelaki hebat dan berkuasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Tempat Berbeda
Dirgantara dan tamunya saling melempar senyum. Sepertinya, mereka sepakat untuk menjalankan kerja sama satu sama lain. Dirgantara bahkan sampai lupa menanyakan nama tamunya karena terlalu penasaran dan antusias dengan rencana untuk menghancurkan musuh bebuyutannya.
Bagi Dirgantara, Hernandez adalah sesuatu yang harus dimusnahkan dengan cara apapun. Sejak dulu Dirgantara menganggap Hernandez adalah penghambat bagi dirinya dalam meraih apa yang Dirgantara ambisikan selama memiliki kerajaan bisnis.
Sudah cukup lama Dirgantara mengenal Hernandez dan perkenalan pertama mereka diwarnai oleh sebuah insiden yang cukup menggemparkan kala itu. Dari insiden itulah, Dirgantara menaruh dendam yang teramat dalam pada Hernandez dan selalu ingin lebih unggul.
Tapi sayang, ambisi yang terlalu menggebu diwarnai dengan perbuatan yang kurang pantas, yang kerap kali dilakukan Dirgantara terhadap perusahaan yang lebih kecil.
"Kalau boleh tahu, dimana istrinya Hernandez dirawat saat ini?" tanya Dirgantara.
"Kemungkinan Lavia di rawat di kediamannya," jawab sang tamu. "Saya sudah menyusuri beberapa rumah sakit ternama, tapi sama sekali tidak mendapatkan informasi."
"Terus, bagaimana caranya kamu bisa mengetahui kalau dia, memiliki golongan darah langka?"
Sang tamu terkekeh lirih. "Aku memilki orang yang bisa mendapatkan semua informasi yang berhubungan dengan Hernandez."
Di saat bersamaan, telfon dari sosok sang tamu berdering. Sosok itu pun segera merogoh kantong celananya untuk segera merespon panggilan pada ponselnya.
"Apa? Hernandez sedang bersama dengan anaknya?" sang tamu nampak terkejut.
Seseorang yang entah saat ini sedang berada dimana, segera menjawabnya dan jawaban yang dia berikan, kembali mengejutkan sang tamu.
"Anak laki-laki? Bagaimana bisa? Sejak kapan Hernandez memiliki anak laki-laki?"
"Apa? Kalian ketahuan? bodoh! Kenapa bisa sampai ketahuan?"
"Aku tidak mau tahu. Pokoknya, selidiki, siapa anak laki-laki itu! Kalian harus segera mendapatkan semua informasinya, paham!"
Dan panggilan telfon pun berakhir.
"Anak buah anda?" tanya Dirgantara setelah tamunya mengakhiri panggilan ponsel dan meletakkan ponsel di saku jasnya.
Sang tamu mengangguk. "Jadi bagaimana, Tuan? Apa kita jadi melakukan kerja sama?"
Dirgantara kembali terdiam untuk beberapa saat sembari menatap lekat tamunya. Sang tamu tersenyum menyeringai, menatap penuh harap pada sang tuan rumah.
Dirgantara lalu tersenyum sinis. "Bagaimana saya bisa percaya kepada anda? Jika sampai detik ini, anda belum menyebutkan siapa nama anda."
Sang tamu terperangah, kemudian dia langsung terbahak. "Hahaha... maaf, saya lupa," sang tamu lantas menyodorkan namanya. "Saya Dorman. Dorman Maurete."
"Dorman Maurete?" Kening Dirgantara berkerut, sepertinya dia mengenal nama itu. "Tunggu, bukankah anda?" Dirgantara menggantung ucapannya.
"Ya, saya saudara tirinya Hernandez. Sekarang, sudah jelas bukan?"
"Ya, ya, ya," jawab Dirgantara. Sekarang pria itu bisa memahami, kenapa sang tamu mengajaknya untuk bekerja sama.
Pembicaraan dua pria yang sebelumnya tidak pernah dekat, kini berakhir dengan kesepakatan yang memuaskan masing masing. Mereka akhirnya memutuskan kerja sama demi bisa menggapai ambisi mereka selama ini.
Di tempat lain, tepatnya di sebuah Caffe, di antara pengunjung ada di tempat itu, nampak seorang wanita sedang asyik menikmati kopi dingin pesanannya.
Udara kota yang cukup panas, memang paling tepat menikmati hidangan yang dingin nan segar, seperti yang dilakukan wanita itu.
Di hadapan wanita itu, terlihat seorang pria, juga sedang menikmati secangkir kopi. Dilihat dari situasinya, sepertinya keduanya sedang terlibat pembicaraan yang cukup serius.
"Aku perhatikan, susana kamu kayanya lagi senang? Apa gara-gara Kevin sudah tidak ada di rumah kalian?" tanya si pria setelah menyesap kopi yang sudah tidak terlalu panas.
Sang wanita yang tak lain adalah Maya lantas tersenyum. "Ya begitulah. Selama ini, cuma dia yang susah aku taklukan."
"Bukankah sebelumnya, kamu sudah berhasil menaklukan anak itu.?" sang pria kembali bertanya.
"Itu karena aku memakai ancaman," jawab Maya. "Au merasa, dia tidak sebodoh dua kakaknya. Apalagi dia juga tahu rencanaku menikahi ayahnya."
Sang pria lantas mengangguk beberapa kali. "Kira-kira, pergi kemana anak itu? Jangan sampai suatu saat nanti, dia menjadi boomerang buat kita."
"Salah satu alasan aku memanggil kamu juga karena ingin membicarakan tentang ini," jawab Maya. "Aku ingin kamu mencari dan menangkapnya. Minimal, kita harus membuat dia menjauh, agar dia tidak memiliki kesempatan untuk mengatakan rencana kita pada Dirgantara."
"Baiklah," sang pria kembali menyesap kopinya.
"Aku yakin anak itu tidak pergi jauh," ucap Maya lagi. "Dia sama sekali tidak membawa uang."
"Masa sih?" sang pri nampak tak percaya namun Maya segera mengiyakannya. "Darimana kamu bisa tahu?"
"dia meninggalkan semua barang-barang yang ada hubungannya dengan Dirgantara termasuk uang jatah dia. Nggak nyangka, ternyata anak itu sangat angkuh."
"Berarti, saat ini kemungkinan dia hidup di jalanan? Kalau tidak memiliki uang, darimana dia bisa makan?"
"Maka itu, segera temukan dia. Aku tidak mau, karena rasa sakit hati kepada keluarganya, Kevin akan balas dendam dan melakukan segala cara untuk menghancurkan Dirgantara. Jika itu terjadi, maka kita juga pasti akan kena imbasnya."
"Oke," balas Si pria. "Kamu jangan khawatir, secepatnya, aku akan menemukannya, aku jamin itu," pria itu nampak sangat yakin.
####
Sedangkan anak yang mereka bicarakan, saat ini masih berada di dalam gedung pencakar langit milik Black Diamond. Anak itu baru saja menyaksikan pemilik perusahaan tersebut memasukkan nama dirinya ke dalam daftar keluarga.
Kevin sangat terharu. Dia tidak menyangka, kebaikan kecil yang dia lakukan, akan mendapatkan dampak besar seperti saat ini.
"Nah, Kevin, sekarang, kamu sudah resmi menjadi keluarga Hernandez, Mulai sekarang, kamu tidak perlu sungkan memanggil saya, sama seperti yang dilakukan Nadira, oke?" ucap Hernandez.
"Benar, Kevin," Harves menimpali. "Kamu juga tidak perlu protes saat kamu dipanggil tuan muda oleh orang-orang Hernandez."
Kevin mengangguk samar. "Terima kasih," jawab Kevin canggung.
Hernandez lantas tersenyum. "Ya sudah, kalau kamu mau pulang, nanti biar supir kantor yang antar. Mulai besok, kamu tidak usah ragu jika ingin kembali ke kampus. Nanti, biar aku sendiri yang ngomong dengan petinggi kampus itu."
"Apa tidak sebaiknya, kamu mengumumkan Kevin di depan media, Tuan?" usul salah satu pengacara.
"Suatu saat nanti, aku pasti akan mengumumkannya," jawab Hernandez. "Untuk saat ini, biarkan semua jadi rahasia dulu. Aku tidak mau, Kevin juga masuk dalam target orang orang yang ingin menghancurkanku."
"Tapi, mungkin saja orang itu tadi sudah mendengar pembicaraan kita," ucap pengacara yang akrab dipanggil Marshal. "Bukankah tadi kita sempat membicarakan Kevin sebelum penyadap ditemukan?"
Hernandez lantas tersenyum. "Aku tahu," balasnya. "Maka itu, biarkan mereka pada penasaran. Aku yakin, mereka pasti tidak akan tinggal diam dan segera mencari informasi tentang Kevin."
"Benar juga," ucap pengacara bernama Andrew. "Lalu, kalau ketahuan bagaimana?"
"Berarti orang yang selalu mengusikku adalah orang terdekat. Kalau bukan dari keluarga ibuku, bisa jadi dia dari rekan bisnis yang bermuka dua."