NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18

Ruangan meeting di kantor Bima terasa cukup ramai hari itu. Meja panjang di tengah ruangan dikelilingi oleh beberapa orang: Bima, sang pemimpin perusahaan, duduk di ujung meja dengan wajah serius tapi santai. Di sebelah kanannya, Bastian, asistennya yang setia, sibuk mempersiapkan dokumen-dokumen penting. Para karyawan lainnya duduk dengan rapi, siap mendengarkan presentasi. Lesa pacar Bima, duduk di sebelah kirinya, sesekali tersenyum manis ke arah Bima. Adel, anak angkat Bima yang berusia 18 tahun, duduk di ujung lain meja, matanya sesekali melirik ke arah Lesa dengan perasaan cemburu yang tak bisa disembunyikan. Seolah ia tidak terima jika wanita itu menjadi pacar bima, dalam hatinya ia berharap. Agar bima cepat memutuskan hubungannya dengan lesa.

Di seberang meja, duduk Pak Harto, pemilik perusahaan lain yang datang untuk membahas kerja sama produk. Di sampingnya, asistennya, seorang wanita muda cantik, sibuk mencatat poin-poin penting. Namun, tatapan Pak Harto tidak tertuju pada presentasi atau dokumen. Matanya terus menatap liontin yang menggantung di leher Adel. Tatapannya awalnya serius, lalu lama-kelamaan berubah menjadi sulit diartikan, hingga akhirnya terasa dingin.

Bima memulai meeting dengan suara tegas namun santai. "Oke, kita mulai ya. Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, kerja sama ini bisa jadi langkah besar buat kedua perusahaan. Bastian, tolong jelaskan poin-poin utamanya."

Bastian mengangguk, lalu berdiri. "Baik, Pak. Jadi, intinya kita akan menggabungkan teknologi dari kedua perusahaan untuk menciptakan produk baru yang lebih efisien. Kita sudah punya rancangan awal, dan ini bisa jadi peluang besar buat pasar."

Pak Harto mengangguk pelan, tapi matanya masih tertuju pada liontin Adel. "Ide bagus. Tapi, saya ingin tahu lebih detail tentang pembagian keuntungannya. Jangan sampai nanti salah satu pihak merasa dirugikan."

Bima tersenyum. "Tenang, Om Harto. Semua sudah kita hitung dengan matang. Bastian, tolong tunjukkan datanya."

Bastian segera membuka laptop dan menampilkan grafik di layar. "Ini perkiraan pembagian keuntungannya. Kita bagi 60-40, dengan keuntungan lebih besar untuk perusahaan kita karena teknologi yang kita tawarkan lebih unggul."

Adel, yang selama ini diam, tiba-tiba menyela. "Tapi, Om Harto, kan, juga punya jaringan pasar yang luas. Apa nggak bisa dibagi 50-50 aja?"

Bima menoleh ke Adel, sedikit terkejut. "Adel, ini urusan bisnis. Biar ayah dan Om Harto yang bahas, ya."

Adel mengerutkan kening, tapi akhirnya mengangguk. "Iya, Ayah. Maaf."

Lesa, yang duduk di sebelah Bima, tersenyum kecil ke arah Adel. "Adel, kamu peduli banget ya sama perusahaan ini. Hebat deh."

Adel menatap Lesa, hatinya panas. Cemburu. "Iya, Tante Lesa. Aku cuma pengin yang terbaik buat Ayah."

Pak Harto, yang masih memperhatikan liontin Adel, tiba-tiba bersuara. "Bima, liontin yang Adel pakai... itu dari mana?"

Bima menoleh ke Adel, lalu kembali ke Pak Harto. "Oh, itu hadiah dari ibunya sebelum dia meninggal. Kenapa, Om?"

Pak Harto menghela napas, tatapannya semakin dingin. "Tidak apa-apa. Cuma... liontin itu mirip dengan sesuatu yang pernah saya lihat dulu." Ucapnya tenang, namun hatinya tampak menyembunyikan sesuatu yang entah apa maksudnya.

Adel memegang liontinnya, wajahnya penuh pertanyaan. "Om Harto kenal liontin ini?"

Pak Harto menggeleng pelan. "Tidak. Mungkin hanya kebetulan." Jawabnya, tersenyum tipis.

'tidak kebetulan, aku pernah melihatnya sejak dulu, Adel.....' batin Harto menyeringai. Dengan perasaan berbeda.

Ruangan meeting kembali hening sejenak, sebelum Bima memecah kebisuan. "Oke, kita lanjut lagi. Bastian, tolong jelaskan timeline proyeknya."

Bastian mengangguk, lalu melanjutkan presentasi. "Jadi, kita targetkan dalam 3 bulan produk ini sudah bisa diluncurkan. Kita akan bagi tugas sesuai dengan keahlian masing-masing perusahaan."

Pak Harto mengangguk, tapi pikirannya masih terasa terganggu. "Baik. Saya setuju dengan timeline-nya. Tapi, saya ingin ada rapat rutin setiap minggu untuk memantau perkembangan."

Bima tersenyum. "Siap, pak Harto. Kita bisa atur jadwalnya."

Meeting berlanjut dengan pembahasan teknis, tapi suasana di ruangan itu terasa berbeda. Tatapan Pak Harto yang dingin dan perasaan cemburu Adel membuat suasana sedikit tegang. Lesa, yang merasa ada yang tidak beres, sesekali melirik ke arah Adel dan Pak Harto, tapi memilih untuk diam.

Saat meeting hampir selesai, Adel tiba-tiba berdiri. "Ayah, aku mau ke toilet dulu."

Bima mengangguk. "Iya, Adel. Tapi cepat ya."

Adel berjalan keluar ruangan, tapi sebelum pergi, dia mencuri pandang ke arah Lesa. Hatinya semakin panas. Ada rasa Cemburu yang tak terbendung.

Pak Harto yang melihat Adel pergi, akhirnya berdiri juga. "Bima, saya juga mau istirahat sebentar. Kita lanjut nanti, ya."

Bima mengangguk. "Baik, pak Harto." Katanya mengizinkan, mencurigai gelagat Harto yang sejak tadi aneh. Tetapi ia tidak berani mengungkapnya didepan pria paruh baya itu.

Setelah Pak Harto keluar, Lesa menoleh ke Bima. "Mas bima, ada yang aneh dengan Pak Harto tadi. Dia dari tadi ngeliatin liontin Adel terus."

Bima menghela napas. "Iya, aku juga sempet perhatikan. Tapi, mungkin hanya kebetulan. Liontin itu kan hadiah dari ibunya." Ngarang bima yang menceritakan liontin itu dari ibunya Adel, padahal ia tidak tau dari siapa liontin tersebut. Bastian yang mendengar geleng-geleng kepala. Membiarkan saja kebohongan bima, demi menjaga privasi, pikirnya.

Lesa mengangguk, tapi wajahnya masih penuh keraguan. "Semoga saja."

Sementara itu, di luar ruangan, tepatnya ditoilet, Adel berdiri di dekat jendela, memegang liontinnya. Dia merenung, memikirkan tatapan dingin Pak Harto. "Kenapa ya Om Harto ngeliatin liontin aku terus? Ada apa sih sama liontin ini? Kok banyak orang-orang yang aneh ya saat natap liontin ini? Mulai dari 4 orang tadi pagi( Alex, Davin, Vera dan Albert) ditambah pak Harto!"

Tak jauh dari situ, Pak Harto mengikutinya, menguntit, berdiri di sudut lain, matanya masih tertuju ke arah Adel. Wajahnya serius, seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat.

'mengapa aku curiga dengan Adel? Apa dia orang yang sama dimasa lalu yang aku........ Jangan-jangan dia orangnya? Kejadian itu sama seperti jarak usianya menurutku.' batin Harto, mencurigai sesuatu dimasa lalu, ia mulai menerka-nerka dan menyambungkan antara masa lalu dan masa depan. Mengaitkan sesuatu hal yang terus mengusik hatinya sejak awal pertemuan dengan Adel.

Ia segera pergi dari toilet saat Adel melangkah menuju keluar, pria paruh baya itu mempercepat langkahnya dan bersembunyi dibalik dinding. Ia melongok dari balik tembok, mengamati Adel yang berjalan keruangan meeting. Harto menghembuskan nafas lega dan bergegas keruangan meeting saat Adel telah masuk kesana, langkahnya perlahan dipelankan, menggulurkan sedikit waktu dengan pikiran yang terus menerka-nerka.

Meeting belum selesai, tapi suasana di antara mereka sudah berubah. Ada sesuatu yang tersembunyi, sesuatu yang mungkin akan mengubah segalanya.

Didalam ruangan Harto tersenyum, segera duduk. Mereka mulai membahas meeting yang sempat tertunda tadi.

Meeting berjalan dengan lancar hingga selesai.

Harto dan asistennya pamit kepada bima, Bastian, Lesa dan Adel. Tatapannya tertuju sejenak pada liontin itu,

"Om Harto, kenapa liatin liontin aku terus? Ada yang salah sama liontin aku?" Tanya Adel, merasa risih.

Harto tersentak, dengan cepat ia menggelengkan kepalanya. Kemudian ia berpamitan untuk pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Setelah Harto dan asistennya menghilang. Wajah Adel tampak serius, mencurigai Harto yang terus-menerus memerhatikan liontinnya, seolah menyembunyikan sesuatu hal.

"Yah kenapa ya?" Tanya Adel pada ayahnya.

Bima mengedikkan kedua bahunya. "Mungkin dia suka sama kamu Del!"

"Ishhhh! Ayah apa-apaan sih!" Adel memukul pelan lengan ayahnya, "amit-amit disukain sama bapak-bapak tua kayak dia! Jangan sampe! Jangan sampe!" Adel mengetuk-ngetuk kepalanya, mengucapkan 'ting bating' berulang kali.

Bima dan Bastian ngakak kecil, lucu saja menggodai Adel dengan Harto.

"Mas bima! Kita pulang bareng yuk!" Ajak Lesa menyeletuk.

"Eh, maaf kamu ngomong apa tadi? Aku gak fokus!" Bima menatap lembut pacarnya itu, tak tahu saja Adel mendengar interaksi keduanya dengan perasaan cemburu.

"Pulang bareng yuk, mas!" Ajaknya tersenyum manis.

Bima mengalihkan pandangannya, menatap Adel, menggelengkan kepalanya pelan, pertanda tidak setuju.

"Ma-ma-"

"Tante Lesa! Pulang sendiri dulu aja ya! Kebetulan aku sama ayah lagi ada janji! Pengen beli sesuatu!" Potong Adel, bergelanyut manja dilengan ayahnya.

"Yah!" Lesa tampak kecewa dengan bima. "Yaudah gak papa deh! Lain kali bareng ya mas! Sekalian kita jalan-jalan berdua, eh, sama Adel juga maksudnya. Aku pengen kenal Deket sama calon anak sambungku!" Ramah Lesa, tersenyum tanpa cemburu dengan Adel.

'najis gue punya ibu sambung modelan kayak lu! Gak Sudi maap maap nih ye!' batin Adel jengkel.

"Baiklah, nanti kalo ada waktu luang, aku akan ngajakin kamu sama Adel kok, oke?" Tanya bima lembut, Lesa mengganguk.

"Mas bi-"

"Yah! Pulang yuk! Aku ngantuk banget!" Rengek Adel memotong ucapan Lesa,

Bima menghela nafas berat dan mengganguk. "Kita pulang dulu ya, bas! Les!" Kata bima.

"Bareng aja Napa! Gue juga mau pulang nih!" Kata Bastian yang diangguki bima.

"Sama mas! Ayo kita bareng!" Setelah mengucapkan itu.

Mereka berempat berjalan dengan langkah pelan, menikmati setiap langkah dengan obrolan. Adel memeluk lengan ayahnya posesif dan menarik bima lebih jauh, tak suka dengan ayahnya yang akrab mengobrol bersama Lesa. Sedangkan dirinya tidak diajak ngobrol.

Lesa hanya mengamati, tatapannya mulai aneh dengan sikap Adel yang terlalu manja, bahkan manjanya Adel ini bukan manja yang pantas  untuk diwajarkan. walaupun Adel itu anaknya bima, pikir Lesa heran.

Bagaimana tidak? Manjanya Adel itu seperti seorang perempuan yang manja pada pasangannya sendiri. Sikapnya itu terlihat sangat posesif mulai dari perkataan, gelagatnya dan tatapannya, Lesa bisa memahaminya dengan sangat jelas.

'ah, mikir apa sih aku! Wajar aja dong! Adel kan anaknya bima, mungkin dia manja, karena tidak punya siapa-siapa lagi selain ayahnya!' batin Lesa, menepis pikiran-pikiran aneh yang sempat melintas.

Sesampainya dirumah, Adel dan bima duduk dikursi, beristirahat sejenak setelah melewati hari yang sangat melelahkan. Terutama bima yang menyenderkan kepalanya dipunggung sofa dengan kedua mata yang memejam. Hembusan nafasnya terdengar letih membuat Adel yang disebelahnya merasa iba.

"Ayah sini! Adel mau pijitin ayah. Ayah pasti lelah banget ya hari ini?" Tanya Adel penuh perhatian.

Bima membuka matanya, "kemana del?" Tanyanya menghela nafas.

"Kesinilah yah! Masa kejonggol! Buruan tiduran disini yah! Aku mau mijitin ayah, biar lebih relax!" Adel menepuk-nepuk pahanya.

Bima tersenyum, tanpa mencurigai. Dengan cepat ia meletakkan kepalanya diatas paha Adel yang menyuruhnya tiduran dipangkuannya.

Adel mulai memijat kepala ayahnya, jarinya yang lembut terasa enak saat memijat kepalanya. Rasa capenya seketika berganti dengan rasa nikmat yang tiada Tara.

"Del! Pijitin disini dong!" Pinta bima menunjuk bagian kanan dan kiri kepalanya (samping kepala).

"Iya ayah!" Kata Adel, segera memijatnya membuat bima semakin relax.

Tak terasa bima mulai mengantuk sangking nikmatnya pijatan lembut dari anaknya.

Adel duduk bersandar di sofa, sementara kepala Bima beristirahat di pangkuannya. Jemarinya yang ramping bergerak lembut, memijat pelipis dan kepala pria itu dengan penuh kasih. Perlahan, napas Bima melambat, matanya tertutup, dan tanpa sadar ia terlelap dalam dekapan hangat Adel. Gadis itu tersenyum kecil, menatap wajah tenang Bima yang terlelap dalam rasa nyaman.

"Ngantuk banget ya, sayang?" Tanya Adel terkekeh pelan, mendengar suara dengkuran dari ayahnya.

"Aku sayang banget sama kamu, mas bima! Tapi kamunya malah gak peka sama perasaan aku!" Lirih Adel pelan sekali sambil terus memijat kepalanya.

Pikiran Adel tiba-tiba tertuju pada hal-hal yang mulai l1ar, seringai terbit dari wajahnya.

Adel menatap wajah Bima yang terlelap di pangkuannya. Dengan hati-hati, ia menopang kepala pria itu dengan kedua tangannya, lalu meraih bantal di sampingnya. Perlahan, ia meletakkan bantal itu di sofa, kemudian menurunkan kepala Bima dengan penuh kelembutan agar tidurnya tetap nyaman. Setelah memastikan Bima tertidur dengan tenang, Adel tersenyum tipis dan berdiri.

Menunggu bima dan memastikan tidur pria itu sampai benar-benar terlelap. Dengkuran yang tadinya halus, kini berganti berat.

"Dia sudah lelap!" Gumam Abel mengusap telapak tangannya, menyeringai tipis.

Ia berjongkok didepannya, tangannya terulur, Dengan gerakan hati-hati ia menurunkan resleting celana ayahnya. Sesekali ia melirik bima, memastikan bahwa ayahnya itu tidak bangun dari tidurnya. Adel menghembuskan nafas pelan, resletingnya turun dengan sempurna.

"Benda ini!" Gumam Adel menelan ludahnya susah payah, melihat si Joni yang terbungkus.

Perlahan Adel memegang cel*na da*amnya dengan kedua tangannya, ia membukanya dengan penuh kehati-hatian, matanya melirik terus, berharap bima tak terusik dengan aksinya. Sangat nekat.

"Wow! Gede!" Gumam Adel pelan menatap si Joni yang masih terlelap sama seperti pawangnya.

Adel menelan ludahnya sendiri, benda itu sangat besar dan menggoda imannya. Hasr*tnya kini mulai mengebu-gebu membuat dirinya gelap mata.

Dengan penuh keberanian ia menggenggam dan menaik turunkan sij*ni, wajahnya condong kedepan, mulutnya t*rb*ka, menjul**kan lid*hnya dan......

Adel menggerakkannya dengan penuh semangat, namun tetap hati-hati.

"Eunggghhh!" Bima mendes4h nikmat dengan mata terpejam.

Adel tersentak menghentikan langkahnya, ia bersembunyi dibalik sofa. Pandangannya tak teralih sedikitpun darinya.

"Huft! Untung!" Adel mengelus dadanya, bima masih nyenyak ternyata.

Kemudian Adel melanjutkan aksinya kembali, mempercepat aksinya. Disela-sela aksinya bima terus mengerang dengan mata terpejam. Adel bodo amatan dan terus melakukan aksinya pada sijoni yang tegang, benda itu er*ksi sempurna, ukurannya 18cm membuat Adel sedikit kewalahan. Walaupun deg-degan adel tetap melakukannya. sejak tadi juga bima hanya mengerang tanpa bangun dari tidurnya..

Lahar panas itu menyembur kedalam mulutnya, mata Adel terbelalak, menah*n c*ir*n itu. Tangannya diletakkan diatas resleting bima, agar cairan itu tidak mengenai kain itu. Ia tak mau bima mencurigai apapun ketika bangun.

Adel menelan, membersihkan sisa-sisanya dengan wajah memerah. "I-ini nikmat sekali! Aku jadi ingin melakukan lebih!" Katanya pelan, mencecap jemarinya.

"Ditenggorokan aku saja hangat! Apalagi didalam milikku, sayang! Aku ingin sekali disentuh olehmu sayang!" Gumam Adel pelan, menyeringai, wajahnya tampak b1nal.

Ia segera bangkit menuju kamar mandi, mencuci dan membersihkan mulutnya. Ia membawa mangkok yang berisi air dan tisu diatas nampannya, ia mencelupkan tisu kedalam air dan membersihkan Joni yang tadi becek.

Setelah membersihkannya, ia menutup si Joni dengan celana dalam ayahnya. Tangannya yang lembut, menarik resleting. Ia merasa lega dan puas, inilah kesempatan yang ia nanti-nantikan.

"Bodoamat, dia juga tidur!" Gumam Adel kemudian pergi meninggalkan bima yang tidur.

Gadis itu masuk kedalam kamar dan melakukan self service disana, menonton video yang tak senonoh sambil, ya tahu sendiri lah.... Adel memang sangat b1nal, namun itu semua hanya ditujukan pada bima. Otaknya mulai berfantasi liar, jika pemeran laki-laki itu bima sedang yang itu Adel. Nikmati sekali pastinya.

Malam harinya, tepatnya jam 8 malam, bima terbangun dari tidurnya karena Adel terus memanggil dan menepuk-nepuk pipinya pelan membuat ia terusik.

"Ada apa del?" Tanya bima suara khas orang bangun tidur sambil menguap.

"Makan yuk yah! Adel udah masakin makanan yang enak buat ayah!" Kata Adel tersenyum sangat manis.

Bima mengganguk-nganggukan kepalanya, sedetik kemudian ia mulai curiga. "Kamu kenapa senyum-senyum?" Tanya bima.

"Lah? Emang kenapa kalo senyum yah? Salah gitu?" Tanya Adel lembut.

Bima menggeleng. "Nggak sih, tapi, eh, celana ayah kok agak basah ya!" Kata bima meraba-raba resletingnya.

Adel menelan salivanya susah payah, "basah kenapa yah?" Tanya Adel pura-pura tak tahu, menutupi hatinya yang kini mulai gelisah. Takut bima berpikiran tidak-tidak.

"Basah aja del! Kenapa ya? Kayak ada yang lengket gitu?" Tanya bima keceplosan didepan Adel.

"Gak tau yah! Mungkin celana ayah dikencingin tikus kali!" Kata Adel asal.

"Masa sih dikencingin tikus? Aneh-aneh aja kamu ini!"

Adel tersenyum kikuk.

"Emangnya lengket gimana yah?"

"Ya lengket aja, kayak apa ya!"

"Mungkin ayah mimpi basah kali! Atau lagi ngompol?" Tanya Adel mengigit bibir bawahnya.

Bima terdiam, mencoba mengingat-ingat kembali, mimpi basah? Seingatnya ia tidak mimpi basah! Lalu ngompol? Ia juga tidak merasa dirinya ngompol, jika mengompol pasti ia bisa merasakannya.

"Udah jangan dipikirin yah! Mendingan kita makan aja dulu!" Ajak Adel yang diangguki bima.

"Mandi dulu yah sebelum makan! Masa mau makan badannya bau asem!" Celetuk Adel.

"Mana ada bau asem! Wangi gini juga!" Omel bima tak terima.

Adel tak menjawabnya. Bima segera pergi kekamar  mandi dengan perasaan aneh, mulai menerka-nerka, mengapa bisa basah dan lengket. Joninya juga sedikit ngilu seperti......

"Ahhh, mungkin gue mimpi basah!" Kata bima akhirnya kemudian mengguyur tubuhnya, tanpa mencurigai apapun, ia berpositif thinking saja, memikirkan sesuatu yang tidak jelas. Hanya membuatnya pusing tak karuan.

"Gue mimpi basah? Tapi kok gak inget ya? Ahhhh sial banget gila! Seandainya gue inget cewek yang gue dak dik Duk! Pasti mantep tuh!" Bima menonjok tembok pelan, kesal tak bisa mengingat wanita yang didalam mimpi basahnya. Seandainya ia tahu, bahwa dirinya tidak mimpi basah sejak tidur tadi.

1
kalea rizuky
lanjut nanti Q kasih hadiah
kalea rizuky
pergi aja del kayaknya alex keluarga mu
Rana Syifa
/Heart/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!