Anak Haram Sang Penguasa

Anak Haram Sang Penguasa

Nasib Pilu Anak Muda

Malam itu, di salah satu sudut kota besar, sedang dilanda hujan begitu deras. Cahaya kilat menyambar dari berbagai sisi langit. Serta gemuruh petir yang terus bermunculan, bahkan sesekali menggelar, sangat memekakkan telinga. Malam itu suasana cukup mencekam dan beberapa tempat terlihat sangat sepi.

Namun, sesuatu yang lebih mencekam, sedang dialami oleh seorang anak muda di rumahnya sendiri, di salah satu kawasan rumah mewah. Sejak beberapa puluh menit yang lalu, anak muda itu tertunduk dengan perasaan yang campur aduk.

Sedangkan di sekitar anak muda itu, terlihat, beberapa pasang mata, menatap tajam ke arahnya. Dari wajah mereka tergambar berbagai ekspresi, dan tidak satupu bibir yang melempar senyum pada anak laki-laki itu.

Mereka melempar tatapan penuh amarah. Bahkan, di antara mereka, sesekali ada yang tersenyum sinis, menyaksikan nasib yang sedang dihadapi anak muda berusia 20 tahun tersebut.

"Belum puas kamu bikin malu keluarga kamu, hah!" bentak seorang pria, yang paling dihormati dan ditakuti di rumah tersebut. Tatapan penuh amarah terpancar sangat jelas, dan pria itu sudah siap untuk meluapkannya. "Belum puas kamu bikin malu nama keluarga, Kevin!"

Anak muda yang dipanggil Kevin itu mencoba mengangkat kepala dan menatap pria yang biasa dia panggil Papa. "Itu fitnah, Pa, aku nggak mungkin berani berbuat sejauh itu," anak itu mencoba membela diri.

"Nggak usah bohong kamu!" Bentak pria yang dipanggil Papa.

"Yang sabar, Pa," seorang wanita di sana mencoba menenangkan pria yang tak lain suaminya. "Mungkin memang benar kalau Kevin tidak salah."

Didengar dari ucapannya, wanita itu sepertinya sangat peduli dengan Kevin. Namun di telinga Kevin, ucapan dan sikap wanita itu benar-benar membuat Kevin muak.

"Tidak salah bagaimana, Ma?" seorang anak muda yang usianya tidak jauh dari Kevin, ikut bersuara. "Udah jelas-jelas bukti di depan kita, masa Mama masih menganggap Kevin tidak bersalah?"

Diam-diam Kevin mengepalkan tangannya mendengar ocehan yang keluar dari anak itu. Namun, Kevin hanya bisa menahan amarah kepada anak muda yang menjadi saudara tirinya sejak beberapa tahun yang lalu.

"Kamu nggak cape apa, Vin, selalu bikin Papa marah?" Wanita lain yang usianya selisih lima tahun lebih tua dari Kevin juga ikut bersuara. Dia kakak kandung Kevin tapi sikapnya selalu menunjukan kebencian pada adiknya.

"Kapan kamu bisa berubah? Nggak bisa apa, kamu jadi anak baik, sehari saja?" ucap wanita yang akrab dipanggil Vina. "Tiap hari ada aja gebrakan yang kamu buat, untuk mempermalukan nama baik keluarga. Nggak cape kamu seperti itu?"

"Ya nggak bakalan cape lah, Vina," ucap seorang pria yang merupakan kakak kandung Kevin juga dan selisih usianya beda delapan tahun "Kamu kan tahu, sejak lahir, dia memang selalu bikin sial. Kalau nggak, mana mungkin Mama meninggal setelah melahirkan dia?"

Tangan Kevin semakin terkepal dan dia hanya bisa menunduk dengan segala amarah yang dia pendam. Tuduhan yang keluar dari mulut kakak lelakinya, selalu dijadikan senjata untuk terus menyudutkan Kevin dalam masalah apapun.

"Jangan ngomong seperti itu, Vano," wanita yang menjadi Mama tiri Kevin kembali bersuara dengan penuh kelembutan. Namun sayangnya, hanya Kevin yang merasakan kalau sikap wanita itu hanya sandiwara belaka.

"Kevin nggak usah dibela, Ma," ujar Vina. "Kenyataannya memang gitu kan? Kalau bukan karena Kevin lahir, pasti Mama Sofia saat ini masih ada."

Hati Kevin semakin teriris. Dia tidak bisa berkata apapun kalau sudah disinggung tentang kelahirannya. Sejak Kevin lahir di dunia, tuduhan itu langsung menempel erat kepadanya.

Dulu, Tak lama setelah melahirkan Kevin, Ibu Kevin mengalami pendarahan hebat dan dia menghembuskan nafas terakhirnya di saat Kevin baru berusia 13 jam. Sejak saat itu Kevin selalu mendapat perlakuan tidak adil oleh ayahnya serta dibenci oleh kedua kakaknya.

Awalnya Kevin tidak menyadari akan hal itu karena sejak lahir, Kevin diserahkan oleh ayahnya kepada orang tua dari ibu Kevin. Kevin tumbuh besar dalam asuhan nenek dan kakeknya. Ayahnya, sama sekali tidak pernah menjenguknya sekalipun. Bahkan sama sekali tidak pernah menanyakan keadaannya.

Namun, saat Nenek dan Kakeknya meninggal karena sebuah musibah, ayahnya terpaksa membawa Kevin tinggal bersama di saat usia Kevin 15 tahun.

Awalnya Kevin sangat bahagia karena pada akhirnya dia bisa merasakan kasih sayang seorang ayah. Namun, dari awal kedatangan Kevin, anak itu langsung merasakan perlakuan yang tidak baik. Kevin juga terkejut kalau ayahnya juga sudah menikah lagi dengan janda satu anak.

Di saat Kevin pertama kali tinggal di rumah mewah itu, hanya Mama tirinya yang selalu bersikap baik kepadanya.

Kevin cukup senang dengan sikap keibuan wanita itu. Apa lagi sejak lahir, Kevin tidak pernah merasakan kasih sayang seorang Ibu, jadi sikap Mama tiri Kevin membuat anak muda itu merasa nyaman tinggal di rumah tersebut.

Namun, suatu hari, Kevin tidak sengaja menyaksikan perbuatan tercela sang Mama tiri. Kevin pun mendengar perbincangan yang membuat Kevin terkejut bukan main.

Sayangnya, Mama tiri bernama Maya itu juga melihat Kevin dan saat itu juga Kevin disidang dan diintimadasi. Kevin remaja pun tidak berani mengatakan yang sebenarnya karena dia diancam.

Dari kejadian itu, kehidupan Kevin di rumah tersebut semakin terasa berat. Kevin sering mendapat fitnah dan semakin mendapat perlakuan tak adil dari semua penghuni rumah di sana. Hanya para pekerja di rumah itu yang memperlakukan Kevin dengan baik.

Bahkan, kejadian malam ini, Kevin juga sangat yakin kalau apa yang terjadi kepadanya, karena akal licik saudara tiri Kevin yang kebetulan satu kampus dengannya.

"Vina, Vano, kalian masuk ke kamarnya Kevin dan kemasi semua barang-barang anak itu!" titah sang Papa

"Buat apa, Pa?" tanya Mama Maya.

"Mulai malam ini, Kevin bukan anggota keluarga Dirgantara lagi. Besok saya akan umumkan, penghapusan nama Kevin dari daftar kartu keluarga!"

Deg!

Kevin terperangah. Anak muda itu bahkan sampai mendongak dan menatap tak percaya kepada Papanya.

"Papa jangan seperti itu," seperti biasa, Mama tiri selalu menunjukan topeng malaikatnya. "Jangan mengambil keputusan saat Papa lagi emosi."

"Tidak! Papa mengatakannya dengan sangat sadar," ucap pria yang akrab dipanggil Dirgantara. "Harusnya dari dulu, Pap sudah melakukannya. Lebih baik Pap kehilangan satu anak tak diri daripada saya menghancurkan nama baik yang sudah Papa jaga selama ini."

"Pa..."

"Sudah, Ma, nggak perlu bela anak itu lagi," ucap Papa. "Vano, Vina, cepat kerjakan perintah Papa. Argo, bantu mereka."

"Baik, Pa," ketiga anak muda itu justru menunjukan sikap yang sangat senang. Dengan senyum terkembang mereka segera beranjak menuju kamar Kevin yang letaknya berderetan dengan kamar pembantu di rumah itu.

Kevin masih terdiam diam dengan hati yang semakin bergemuruh.

"Pergilah dari rumah ini dan jangan pernah menganggap kalau kami adalah keluargamu dikemudian hari, mengerti!"

Dengan tanpa perasaan, pria itu berlalu, meninggalkan Kevin yang perasaannya hancur lebur.

Terpopuler

Comments

Yuliana Purnomo

Yuliana Purnomo

ya ampun,,ayah macam apa siih ini???. sabar Kevin,, Kamu kuat yaa,,, semangat Kevin,, tinggal kn rumah yg bagai neraka itu

2025-05-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!