"Aku hanya jadi seorang pemeran pembantu! tidak... aku maunya jadi pemeran utama yang cantik bukan wanita dengan muka yang mengerikan ini. "
Mei Yi yang seorang dokter jenius tiba-tiba mendapati dirinya berada di dalam cerita Wattpad yang sedang di bacanya. Ia menjadi Luo Yi Seorang anak jendral yang tak di anggap dan di kucilkan karena penampilannya.
Karena kebiasaannya, yang tak pernah membaca dengan teliti dan suka men skip bagian adegan pentingnya Mei Yi kebingungan dengan jalan cerita Wattpad itu. Ia harus bisa menentukan nasipnya sendiri , dan tak ia sadari bahwa dalam cerita Wattpad itu banyak adegan berbahaya yang bisa mengancam nyawanya.
Akankah Mei Yi bisa melewati adegan berbahaya itu dan berakhir bahagia?
Mau tau kelanjutan ceritanya? jangan lupa baca sampai akhir ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 07- Membalas
Luo Yi dan Hui bergegas meninggalkan kedai, senyum lebar terpancar dari balik cadarnya yang tipis. Ia tak mampu menahan kegembiraannya, langkah kakinya terasa ringan. Ia melompat-lompat kecil, menikmati suasana sore yang cerah, seakan dunia miliknya seorang.
Hui hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, mengamati tingkah Nonanya yang tak biasa. "Aneh sekali Nonaku hari ini," gumamnya pelan.
Luo Yi berhenti sejenak, berputar-putar sambil tersenyum. "Entah kenapa aku sangat bahagia, ya. Apa karena aku akan mendapatkan bahan obat itu?" tanyanya pada Hui, suaranya bergetar karena kegembiraan.
Hui tersenyum kecil, menatap Luo Yi dengan ekspresi jahil.
"Apa Nona yakin? Hanya karena bahan obat? Bukan karena lelaki tadi, kan?"
Ia menyeringai, mencoba menggoda Nonanya.
"Husss... jangan sembarang bicara,"
Luo Yi menyentil hidung Hui pelan, senyum jahil bermain di bibirnya. Mata Hui membulat, pipinya merona malu.
Kuda-kuda gagah telah menunggu di depan kedai teh. Luo Yi, dengan anggun, menaiki kereta kuda, diikuti Hui yang tampak sedikit gugup. Perjalanan pulang terasa singkat, namun kekhawatiran memenuhi hati Hui. Ia melirik Luo Yi yang tampak tenang, namun bisa merasakan debaran jantungnya sendiri. Bayangan Li Wei yang akan mencecar mereka dengan pertanyaan-pertanyaan tajam memenuhi pikirannya. Ia menggigit bibir bawahnya, gugup.
Kereta kuda melaju cepat, angin berhembus lembut menerpa wajah mereka. Di kejauhan, gerbang kediaman keluarga Luo terlihat megah. Kereta kuda memperlambat lajunya, berhenti tepat di depan gerbang besar yang terbuat dari kayu jati tua itu. Hui, dengan sigap, turun dan menyiapkan pijakan kaki untuk Luo Yi. Gerakannya lincah, menunjukkan kesetiaannya.
Tangan Hui terulur, membantu Luo Yi turun. Luo Yi meraih tangan Hui, tatapannya lembut namun tegas. Kaki rampingnya menyentuh tanah dengan anggun, ia tetap menggenggam erat bungkusan obat di tangannya, menolak tawaran Hui untuk membawanya.
"Nona... Selir Li Wei pasti sudah bersiap-siap mengomeli kita. Kita keluar sangat lama, Nona," bisik Hui, suaranya bergetar, matanya berkaca-kaca.
"Tenang, aku ada di sini. Aku tak akan membiarkan mereka menindas kita lagi. Tunggu saja, begitu aku punya bukti kejahatan mereka, mereka akan menyesal," desis Luo Yi, matanya menyala amarah.
Langkah kaki mereka menuju kediaman terhenti sejenak. Hui melirik ke sana kemari, mencari Li Wei. Di aula utama, pemandangan yang tak terduga menyambut mereka: Li Wei dan Mei Na asyik menikmati cemilan. Luo Yi hanya melirik sekilas, lalu melanjutkan langkahnya.
"Hei, tunggu!" Li Wei berteriak.
Luo Yi berhenti, lalu menoleh, tatapannya dingin.
"Dasar pemalas! Berani-beraninya kalian jalan-jalan seharian! Pekerjaan rumah menumpuk, dan kalian malah asik di luar sana?!" Mei Na bersedekap, suaranya penuh amarah.
Luo Yi memutar matanya. "Kalau pekerjaan di kediaman ini banyak, kenapa kalian malah bersantai? Kalian tampak santai sekali, lalu kenapa malah menyuruhku?"
Amarah membuncah dalam dada Li Wei. Ia berdiri, wajahnya memerah, menatap tajam Luo Yi.
Li Wei turun dari aula, diikuti Mei Na yang menatap Luo Yi dengan tatapan penuh kebencian. Langkah mereka pasti dan mengancam.
"Kau berani melawan? Anak sialan!" Mata Li Wei membesar, napasnya memburu. Wajahnya memerah menahan amarah.
"Kita harus memberinya pelajaran, Bu! Biar dia tahu tempatnya! Dia hanyalah pelayan, anak pembawa sial!"
Mei Na menyeringai, jari-jarinya mengepal.
Hui, tubuhnya menegang, melangkah maju melindungi Luo Yi. Matanya berkaca-kaca, namun suaranya bergetar menahan amarah. "Jangan bicara sembarangan! Nona saya bukan anak pembawa sial!"
"Babu tak tahu diri!" Mei Na membentak, tangannya terayun cepat.
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Hui. Hui terhuyung, namun Luo Yi sigap merengkuhnya. Tubuh Luo Yi menegang, pelukannya erat.
"Kalian... berani menyentuh Hui?!"
Suara Luo Yi bergetar amarahnya membuncah. Kepalan tangannya mengepal kuat, urat-urat di lehernya menegang.
Dengan gerakan cepat dan tepat, Luo Yi menerjang Mei Na. Ia meraih rambut Mei Na, menariknya dengan kasar. Jeritan histeris Mei Na menggema di halaman itu, wajahnya memerah menahan sakit dan kepanikan. Rambutnya acak-acakan di tangan Luo Yi yang mengepal kuat.
"Mama... tolong! Mama!" Mei Na merintih, suaranya terputus-putus. Matanya berkaca-kaca, mencoba memohon belas kasihan. "Ayah pasti akan menghukummu! Lepaskan aku! "
Li Wei, wajahnya dipenuhi kepanikan, mencoba memisahkan mereka. Namun, cengkraman Luo Yi terlalu kuat. Dengan satu dorongan kuat, Luo Yi menjatuhkan Li Wei hingga tersungkur ke lantai.
"Aduh..." Li Wei merintih kesakitan, tangannya memegangi lengannya yang terbentur.
Ketegangan nampak kuat. Para dayang yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa terpaku, wajah mereka tertuju pada adegan di depan mereka. Di balik keterkejutan, seolah ada setitik kepuasan terpancar dari mata mereka. Selama ini, Li Wei dan Mei Na memang selalu bertindak semena-mena, berlagak sebagai nyonya rumah yang sesungguhnya.
"Ini balasannya karena berani menyentuh keluargaku! Tak akan kubiarkan kalian menyakiti mereka lagi!" Luo Yi membentak, suaranya bergetar karena amarah.
"Kurang ajar! Ayahmu akan menghukummu berat!" Li Wei menggeram, wajahnya memerah menahan amarah.
Luo Yi mengabaikan mereka. Cengkramannya pada rambut Mei Na tak mengendur. Mei Na meringkuk di lantai, tangannya memegangi kepalanya yang terasa nyeri. Rambutnya yang acak-acakan membuatnya tampak seperti pengemis.
"Minta maaf pada Hui sekarang juga! Kalau tidak, aku tak akan melepaskanmu!" Ancaman Luo Yi tajam, matanya menyala api.
"Aku tak akan minta maaf! Cuih..." Mei Na membentak, suaranya penuh kebencian.
Luo Yi menarik rambut Mei Na lebih kuat lagi, mengeluarkan jeritan kesakitan dari bibir Mei Na. Jeritan itu sampai ke telinga Jenderal Luo Zhi yang sedang berada di ruang baca. Langkah kaki berat Jenderal Luo Zhi terdengar mendekat.
"Hentikan, Luo Yi!!" Suara Jenderal Luo Zhi menggema, menghentikan aksi Luo Yi.
Mei Na menyeringai, melihat kesempatan untuk membalas dendam. Ia yakin ayahnya akan menghukum Luo Yi.
Dengan cekatan, Mei Na melepaskan cengkraman Luo Yi dari rambutnya. Ia berdiri, lalu memeluk ayahnya, air mata palsu mengalir di pipinya.
"Ayah... lihat! Kakak memukuli kami hanya karena kami menegurnya pulang terlalu malam!" Mei Na berakting dengan sempurna, suaranya bergetar menahan tangis.
Kemarahan Jenderal Luo Zhi membuncah. Tangannya terangkat tinggi, siap menampar Luo Yi. Luo Yi terpaku, menunggu hukuman yang akan diterimanya.
"Pangeran Jian Ming telah tiba!"
Seruan itu menghentikan tangan Jenderal Luo Zhi yang sudah terangkat tinggi. Tak seorang pun menyadari bahwa Pangeran pertama telah menyaksikan seluruh kejadian, sejak Luo Yi tiba hingga pertengkaran mencapai puncaknya. Namun, keberanian Luo Yi telah menarik perhatiannya, membuatnya memilih untuk mengamati lebih dulu sebelum menampakkan diri.
Semua penghuni rumah itu berbalik, segera bersimpuh memberi hormat. Suasana tegang berubah menjadi sunyi, hanya terdengar desiran napas.
"Salam, Yang Mulia..." Ucapan mereka kompak, suara mereka bergetar hormat.
Pangeran Jian Ming hanya berdehem, suaranya berat dan serak. "Bangunlah."
Mereka bangkit perlahan, tatapan mereka masih tertuju pada Pangeran pertama yang berdiri tegak, wajahnya tak terbaca.
"Ada urusan apa gerangan, Yang Mulia, hingga tiba tanpa pemberitahuan sebelumnya?"
Jenderal Luo Zhi bertanya, suaranya sedikit gemetar. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya.
lanjut Thor 💪💪💪😘😘😘