Dorongan menikah karena sudah mencapai usia 32 tahun demi menghilangkan cap perawan tua, Alena dijodohkan dengan Mahendra yang seorang duda, anak dari sahabat Ibunya.
Setelah pernikahan, ia menemukan suaminya diduga pecinta sesama jenis.
✅️UPDATE SETIAP HARI
🩴NO BOOM LIKE 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Digital, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Mata Alena perlahan mulai terpejam. Saat hampir sampai di pulau mimpi, Alena kembali membuka matanya.
"Bentar, di tisu tadi itu sper*a?!" batinnya.
Alena tiba-tiba merasakan jantungnya berdebar kencang.
"Dia ngelakuin sama siapa?! Jangan-jangan laki-laki di foto itu tadi kesini lewat jendela?!"
Alena langsung berdiri dan memandangi tempat tidurnya.
"Hiii... Jangan-jangan tadi dia disini." gumam Alena sambil menunjuk kasur yang di tempatinya.
Wajahnya seketika menunjukkan mimik jijik saat ia berpikir Ahen benar-benar melakukannya dengan seorang pria. Tiba-tiba saja ia membayangkan ragam posisi di atas tempat tidur itu.
Beruntung kamar Ahen luas dan ada sofa khusus pasutri yang ada di pojok kamar. Walaupun lamaa menjomblo, tapi ia tau ada sofa yang di desain khusus untuk pasutri.
Alena menatap ke arah sofa istimewa itu, ia pun memutuskan lebih baik ia tidur disana daripada di kasur itu.
Alena menyamankan posisinya dan mulai memejamkan mata. Namun bayangan laki-laki itu masih menari-nari di kepalanya, ia kembali membuka mata dan berpikir bisa saja Ahen melakukannya di sofa ini. Alena kembali berdiri sambil berkacak pinggang.
"Udah paling bener tidur nempel di tembok aja." gumam Alena.
"Tapi bisa aja mereka cium*n di tembok, seperti di film yang sampek mepet tembok, untung gak jebol."
Alena menghela napas. Rasanya tidak sudut di ruangan itu pernah dipakai variasi gerakan Ahen dengan laki-laki itu.
"Jijik banget. Ya udah deh di lantai."
Benar saja, Alena membaringkan tubuhnya di lantai.
"Bodo amat, ini pilihan terakhir. Ya kali tidur di plafon." ucapnya yang mulai pasrah. Walau tidak nyaman, tapi Alena merasa ini lebih baik daripada tidur di kasur bekas permainan gila itu.
Perlahan Alena mulai terlelap. Ia bemimpi sedang berada disebuah padang rumput, langit senja itu membuat hatinya terasa damai, angin sepoi-sepoi menghampirinya, saat angin lembut itu menyentuh kulitnya, ia merasa dirinya terangkat, kakinya melayang dan tak lagi berpijak pada bumi, senyum Alena terukir indah, ia memejamkan mata menikmati sensasi melayang di udara.
Tiba-tiba mimpi itu beralih pada suatu ruangan semacam di ruang operasi, beberapa orang mengelilinginya tetapi wajah mereka blur, semacam di sensor oleh sistem bumi.
"Aku dimana?" tanya Alena.
"Kenapa suaraku serak?" lanjutnya.
"Dokter, sepertinya efek obat biusnya mulai habis."
"Obat bius?" Alena bingung.
"Aw!" bagian perut bawah Alena terasa sakit, rasanya ada benda tajam yang menusuk kulitnya.
"Sakit!" pekik Alena.
Alena terkejut melihat wajah Ahen yang tiba-tiba muncul di atas wajahnya, Alena berkeringat dingin saat leher Ahen memanjang dan tiba-tiba gunung kembarnya dihisap dengan sekuat tenaga oleh Ahen.
"Tolong!!"
"Tolong aku!"
Alena memejamkan matanya sambil terus berteriak meminta pertolongan.
"Kyaaaa!!!"
Alena tiba-tiba terbangun dari tidurnya, keringat dingin mengucur dari kening dan sekitarnya, dengan napas yang masih belum terkontrol, ia memandangi dan meraba tubuhnya. Aman saja, pakaiannya pun masih yang semalam. Ia terkejut karena dirinya sudah berada di atas tempat tidur dan Ahen sudah tidak ada di sampingnya.
Alena mengedarkan pandangan dan menyadari kini ia sudah terbangun dari mimpi buruknya. Alena turun dari tempat tidur dan langsung pergi melihat tempat sampah di kamar itu, Alena membuka tutup tempat sampah itu dan tidak melihat ada sampah satupun di dalamnya.
Alena mengusap wajahnya dan bergegas ke kamar mandi. Sambil mandi, Alena masih terus dihantui rasa penasaran pada laki-laki di foto itu.
"Nyuruh orang aja kali ya?"
****************
Waktu berlalu begitu cepat, kini sudah malam lagi.
Alena memasang wajah cemberut saat Ibunya menutup pintu kamar dan kembali menyuruhnya tidur bersama suaminya.
Alena membuka pintu kamar Ahen dan melihat Ahen sedang sibuk dengan laptopnya. Menyadari pintu kamarnya terbuka, Ahen melihat ke arah Alena.
"Ada apa?" tanya Ahen.
"Disuruh tidur disini lagi sama Mama." jawab Alena, ia berjalan dengan langkah lemas dan duduk di lantai.
Ahen mengernyitkan dahinya.
"Ya sudah duduk di atas. Ngapain di bawah? Mau ngepel?"
"Enak aja! Aku juga semalam tidur disini, kok."
"Memangnya kasurku kenapa? Kan sama empuknya seperti milikmu di rumah Ibumu."
"Males satu kasur sama kamu."
Ahen menyipitkan matanya, laptop yang ada di paha Ahen pun diletakkan di meja disamping tempat tidurnya.
Ahen menata beberapa guling di tengah kasur.
"Udah ada penghalangnya. Tidur di atas."
Alena menggeleng.
"Kamu alergi kasur dengan kualitas bagus? Bilang dong. Kan bisa besok-besok ku buatkan kasur dari jerami, punya suara alami dan ramah lingkungan." ujar Ahen.
Alena melotot pada Ahen setelah itu membuang muka.
"Dikira apaan pakek jerami gitu."
"Ya mangkanya tidur di atas. Jangan membuatku seolah terlihat jahat dengan membiarkanmu tidur di lantai. Kayak nggak punya duit aja."
Alena menganga, rasanya baru ini ia diperlakukan seperti ini oleh seorang manusia.
"Lemes banget tuh mulut, ku tampol nanti miring sebelah malah nangis."
Ahen mulai geram karena Alena masih betah rebahan di lantai. Ia berdiri dan mengambil guling, ia berdiri di samping Alena. Alena langsung duduk dan menghadap ke arah Ahen .
"Apa?" tanya Alena.
Ahen tidak berkata apa-apa, tiba-tiba saja Ahen memukuli guling di tangannya hingga isinya mulai keluar dari sela sobekan pada guling itu.
Alena terkejut bukan main, ia refleks berdiri dan mundur beberapa langkah. Puas memukuli guling di tangannya itu, Ahen membantingnya ke lantai dan kembali menginjaknya dengan brutal.
"Apa ini?!" Alena bingung.
Setelah guling itu acak-acakan dan sebagian isinya kelua, Ahen melemparkannya ke atas tempat tidur.
"Pilih aja, mau ku siksa dulu kayak guling tadi baru naik ke atas kasur, atau naik sekarang ke kasur."
Alena menganga.
"Kamu pikir aku anak kecil diginiin?" Alena tak habis pikir.
"Oke, berarti harus babak belur dulu naik ke kasur ya." Ahen bersiap mengepalkan tangan.
Spontan Alena langsung menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidur.
"Maksa banget sih, bilang aja pengen sekasur sama aku." ledek Alena.
"Terlalu percaya diri bikin kamu stress." timpal Ahen dengan santai, ia pun ikut naik ke atas tempat tidur.
"Stres katamu?"
Ahen tidak menghiraukannya.
Baru saja Alena akan menghujaninya dengan ceramah, Ahen memilih memejamkan matanya dan memunggungi Alena.
Spontan Alena menyentil telinga Ahen.
"NGESELIN." ucap Alena dengan nada penuh tekanan, terpaksa ia tidur di tempat tidur yang sama dengan Ahen.
Perlahan Alena mulai terlelap, rasanya lebih nyaman daripada tidur di lantai. Saat tengah malam, Alena merasa seperti ketindihan sesuatu yang berat, ia membuka mata dan ternyata tangan Ahen menimpa gunung kembarnya, serta kaki Ahen berada diatas perutnya.
"Alamak, ini mah ketindihan manusia. Mana berat banget nih tangan sama kaki."
Alena yang masih diserang kantuk pun dengan sekuat tenaga yang ia miliki, ia menyingkirkan tangan dan kaki Ahen.
"Berat amat, apa aku yang terlalu kurus?"
"Lagian kemana tuh guling? Tiba-tiba ngilang."
Alena dengan malas beranjak dari tidur dan pergi ke samping Ahen, ia melihat 4 guling dan 2 bantal ada di lantai semua.
"Hoam~" sambil menguap, ia memunguti bantal dan guling itu kemudian meletakkannya di tengah-tengah dirinya dengan Ahen.
Suami istri ❎
Tom n Jerry✅
prosotan pake kumis geli dong🤣🤣🤣🤣🤦🏻♀️